BAB 4 | [Kartini Masa Kini]
Fanya tak pernah ambil pusing kalau sudah berurusan dengan hp. Selagi kuota dan baterai full, nonton youtube bervolume keras tak jadi masalah.Jam istirahat memang paling cocok buat streaming di kelas. Mumpung sepi karena anak-anak lain lagi nongkrong di kantin.
Wifi sekolah? Mentok jam segini update status facebook aja, loading-nya sampe tahun depan.
Sekolah gue emang elite, yang nggak elit itu yang pake wifi-nya. Suka nggak tahu diri haha.
Fanya menyeka poninya.
"Woy, Nya. Suara apaan sih itu, berisik banget?"
Galaska yang duduk di belakang langsung mencongok ke depan. Kertas yang sempat menjadi pusat perhatiannya malah jadi berhamburan. Pulpen bertinta biru itu tergelincir bersama secarik kertas yang terjun ke ubin kelas.
Fanya sempat menoleh pada kerjaan Galaska yang belum juga selesai.
Ia cekikikan, "Gue lagi nonton teater, Gal. Kebetulan gue nemu teater Cipoa karangan Putu Wijaya yang ditampilkan anak .... Ah, anak Sastra dan Bahasa Indonesia Untirta."
Galaska yang mati penasaran langsung nimbrung di sebelah Fanya.
Cowok itu malah ikut cekikikan, "Wah, hahaha ..., pengadaptasiannya keren, Nya. Tukang batunya Emak-emak semua."
Tunggu, deh!
Kalau dipikir-pikir kayaknya teater cocok buat pentas perayaan Kartini.
Apa gue tampil berteater aja, ya?
Gapapalah tampil beda.
Malah itu yang bakal jadi daya tarik buat nyuri suara paling banyak.
Fanya menimbang-nimbang soal ide tersebut. Lalu, melirik Galaska untuk meminta pendapat.
"Menurut lo teater tepat nggak buat unjuk bakat pas Kartini nanti?" tanya Fanya sambil melekatkan tatapan pada Galaska.
Lelaki itu mulai berpikir, kemudian ia mengerlingkan mata. "Kurang cocok," jawab Galaska datar.
"Serius, Gal?"
"Seriusan. Teater itu lebih seru buat satu tim atau komunitas. Saran gue mending lo tampil monolog aja."
Fanya cepat-cepat menjentikkan jarinya.
"Ah, sumpah, ide lo cemerlang banget, Gal!"
"Makasih Galaska"
"Ye!"
Tak lama Fanya kembali mengalihkan pandangannya pada layar datar yang ada di tangan. Sebuah notifikasi datang membawa kabar kalau kuota sudah habis terpakai.
"Haissssst ... bangsul!" Fanya menggebrak meja. Dongkol.
Galaska paling senang memainkan bola mata kalau menemukan kekesalan di raut wajah Fanya.
"Gue nggak suka diginiin. Masa kuota gue habis."
Dengan seulas senyum pemuda itu mengamati kekonyolan sahabatnya yang mencak-mencak tak keruan.
Apa sih maksudnya?
Diginiin?
Jelas aja kuotanya habis, sebelum dia streaming aja sudah muncul notifikasi limit di bagian layar atas.
"Dasar Suebah!" lirihnya.
"Apa Gal?" Mampus dia denger.
Andai jitakan Fanya tak seganas bola api naga, mungkin ia bakal terbahak-bahak melihat kekonyolan anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biang Onar
Teen Fiction"Kamu nggak mau jadi saudara aku?" Oliver melempar pertanyaan ini kembali. "Jangan panggil aku dengan sebutan menjijikan itu, Oliver. Aku yang dulu atau sekarang masih jadi pacar kamu," kata Alfan sambil merebut paksa buku cokelat yang ada di gengg...