BAB 17 [Cantik, tapi ...]

169 18 5
                                    

BAB 8 |Happy reading

Mie ayam, sup buah, cilok, ketoperak atau ...


Ah, beli es krim vanila aja deh.

Fanya memutuskan untuk membeli es krim di toko Mbak Nur daripada harus menjamur karena Arka yang tak muncul-muncul.

Tas merah muda yang ia pakai tergeletak di atas meja. Dekat toko Mbak Nur yang ada di sisi utara. Mungkin jaraknya cuma sekitar tiga meter. Karena begitu tangannya melambai, wanita itu sudah tahu apa maksud dan tujuannya.

"Mau es krim vanila kan?" godanya mengacungkan jari telunjuk.

"Tau aja deh. Mbak Nur nih."

Bermula dari rasa penasaran. Hingga muncul rasa takut yang berlebihan. Membuat Fanya nekat menghampiri cowok tempelan itu untuk memastikan apakah Mbak Nur sudah dilarang berjualan di kantin sekolah atau tidak.

Berkat Mbak Nur yang terkikik mendengar cerita itu. Suasana yang tegang berubah jadi nyaman di hari berikutnya.

Huh, lama-lama ia kesal dengan kelakuan Galaska. Buat apa cowok itu datang saat hatinya tidak senang saja. Saat bahagia? Cih, ia bakal tergila-gila dengan anak kelas sepuluh yang katanya aduhai itu. Lantas sekarang? Karena Galaska juga ia masih ada di kantin. Menunggu Arka entah mau ke mana.

Hhh ... Fanya mendesah berat.

Tahu begitu, aku nggak akan pulang cepet buat nonton drama Korea.

Roman muka gadis itu tampak lesu setelah meninggalkan Mbak Nur yang masih menggenggam uang sepuluh ribuan.

Alfan sengaja membuka semua kancing kemejanya saat ini. Tanpa risi. Karena baginya memamerkan kaus hitam bergambar gitar itu seperti memamerkan gitar sungguhan. Konyol kan?

Kenapa gerah banget sih?

Ke kantin dulu aja kali, ya.

Aha, pepatah bilang pucuk di cinta ulam pun tiba. Begitu yang Alfan kira setelah melihat penyegar mata ada di pojok kantin.

Tak tanggung-tanggung ia menyeringai mengangkat bibirnya.

“Enak nih, es krim vanila!” sahut Alfan merebut es cup yang ada di atas meja.

Dengan tanpa dosa duduk di hadapan Fanya.

Fanya mengerlingkan mata, berasa malas melihat anak ini sekarang.

“Tuh kan, kata gue juga enak. Lo nggak percaya sih, manis ...,” tunjuk Alfan pada es krim yang ia makan sambil mengacungi jempol.

Dasar medit... udah kaya tapi masih bisa merebut makanan orang.

Kedua tangan Fanya sudah terlipat di atas meja, “Nggak lo kasih tahu pun, es krim ini emang manis kayak gue. Makanya gue beli!”

“Etdah, judes amat, Neng. Jangan suka marah-marah kalau nggak mau jomblo lama. Sekali-kali cewek manis emang kudu senyum.”

Alfan mengangkat dagunya. Lalu mengulurkan tangannya untuk menarik kedua sudut bibir Fanya.

Telanjur kesal akhirnya gadis itu menepuk tangan Alfan yang menjulur.

“Diem Alfan. Malu dilihat orang tahu!”

“Biarin aja pada lihat ....” Alfan tampak tidak menghiraukan.

Merasa ada yang aneh dengan Fanya. Ia pun mendelik ke wajah gadis yang masih mengedarkan tatapannya ke penjuru arah.

“Lo nyari apaan sih?”

Terlampau bosan Fanya menunggu Arka. Jadi tak masalah rasanya bila ia memberitahu Alfan soal sebagian rencananya untuk pergi bersama Arka. Sebagiannya lagi secara utuh disembunyika karena menyangkut Galaska yang akan menyatakan cinta pada Oliver.

Fanya meminta pendapat pada lelaki di hadapannya ini untuk merekomendasikan tempat yang lagi nge-hits.

Berkat ketenarannya, Alfan langsung buat Snap-WA. Tak dibuat-buat Fanya terkejut melihat kontak cowok itu dibanjiri respons dari banyak cewek.

Jahat juga ya, ini cowok. Masa di-read doang? Kalo aku sih udah mencak-mencak nggak keruan.

“Lo bisa dateng ke sini,” kata Alfan sambil menyodorkan ponselnya untuk diperlihatkan bersama Fanya di tengah meja.

Banyak sekali gambar yang gadis-gadis itu kirim pada Alfan. Ada yang sedang selfie di kedai es kepal sambil memanyunkan bibir, berpose seksi di sebuah kafetaria paling mahal yang tak jauh dari pusat kota, bahkan dengan jelas Fanya melihat gambar yang sengaja dipotong buat diunggah ke kontak Alfan.

Tega banget cewek itu foto pacarnya sendiri di-crop, sadeeeeess boo!

Fanya tak sadar dihujani cubitan oleh Arka beberapa kali.

Setelah Alfan mematikan ponsel, barulah gadis itu mendongak.

“Selain sombong, ternyata lo juga pelit, ya. Padahal gue cuma mau lihat spot foto bentar.” Fanya menyilangkan kedua tangannya ke depan. Sedangkan Alfan, menatap matanya dalam-dalam.

Duh, kenapa anak ini bikin gue salting terus sih.

Hati Fanya bergemuruh.

Lama menggerutu sendiri, akhirnya Alfan bangun dari duduknya.

Kalau bareng cewek ini terus hidup gue bisa kelar.

“Ada saat di mana lo menikmati waktu bareng temen-temen lo. Itu artinya urusan kita terjeda, ditunda sampai rindunya banyak.” Alfan menyentil jidat Fanya.

“Ngomong apaan sih lo?” sekuat tenaga Fanya menyembunyikan perasaan di hatinya.

Ya Tuhan, kenapa omongan Alfan yang tadi manis banget sih. Gue makin meleleh di depan dia.

Tak kuat menatap Alfan lebih lama ia pun buang muka. Meski nyatanya cowok itu sudah berjalan di belakang punggungnya.

Seketika itu juga ia sadar kalau Arka sudah datang, “Eh, Arka? Lo udah lama berdiri di samping gue?” dan temannya itu mengangguk tegas.

“Lo mau ke mana?” tanya Fanya setengah berteriak pada Alfan.

Berhubung pendengarannya sedikit terganggu akibat ada yang berteriak juga, dengan terpaksa Fanya bertanya pada Arka.

“Apa kata dia?” tatap Fanya pada Arka.

“Cantik-cantik budeg. Dia bilang mau ke perpustakaan,” kata Arka mengulang perkataan Alfan dari kejauhan.

“Oh, perpus.” Angguk saja, mengingat Alfan memang masih menjalani hukuman,

“Ayo, kita berangkat!” sebelum lo tahu kalau Oliver dan Galaska jadian, Ka.

“Eh, apa lo bilang?”

“Ah, nggak kok. Let's go ....” Fanya memukul mulutnya yang kelepasan bicara.

...

Biang OnarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang