BAB 11 | Rahasia Alfan
Gimana? Masih mau ikutin peraturan gue?" tanya Alfan.
Honda Brio merah itu terparkir di tepian jalan persis depan halte.
"Dengan senang hati!" tantang Fanya menyepakati.
Setelah berdebat sepanjang perjalanan. Kini mereka duduk di sebuah Waroeng Makan lesehan.
Di sini setiap tempat dibatasi bambu-bambu kecil yang dipercantik oleh dekorasi. Tak tinggal, setiap dindingnya pun tersapu hiasan karikatur yang lucu. Benar-benar memanjakan mata dan mampu menciptakan sisi terbaik untuk memenuhi kadar narsisme.
"Mending kita selfie dulu deh!" ajak Fanya sedikit memaksa.
Cekrek ...
Pemuda itu menopang dagu. Matanya melirik sinis ke hadapan gadis itu. Kok rada nyesel ngajak dia bersekutu ya.
Sebenarnya kalau dipikir-pikir Fanya itu cuma cewek nyentrik, konyol, aneh, dan barbar. Tidak ada manis-manisnya kayak air mineral dalam kemasan. Tapi, auranya bikin nagih buat dipandang.
Alfan ... lo sehat kan?
Risi dipandang begitu lama Fanya menepuk tangan cowok itu.
"Gue nggak nyangka bisa buntutin orang yang lagi galau begini," ketus Fanya sambil geleng kepala. Seraya memulai obrolan bagi keduanya. "Ya ampun, salah apa gue hari ini," terusnya mengompor-ngompori.
"Udah jahatin gue. Manfaatin gue. Sekarang apa lagi?"
Alfan mendengkus.
Tersenyum, lalu menegakkan posisi duduknya.
"Lo emang paling bisa mancing emosi ya. Malah sejauh ini cuma lo kayaknya yang nggak takut sama gue." Lagi-lagi ia terkikik geli.
"Takut sama lo? Emang lo siapa yang harus ditakuti?" tantang Fanya. Ia masih bisa berkacak pinggang sambil duduk.
"Oke, ini emang nggak penting. Berhubung gue cuma anak dari adik pemilik yayasan jadi nggak ada pengaruhnya," terang Alfan menerawang ke langit-langit kafe.
"Bagus. Lo ada kemajuan buat di jalan yang benar!"
"Lo kira gue menyimpang?" tanya Alfan, tapi ia kembali meneruskan, "Gue emang menyimpang sih."
"Jadi, bener kata orang?" Fanya balik tanya. Dan langsung mendapat anggukan sebagai balasan.
"Suka sama cowok?"
Tak! Sentilan melayang.
Pelayan datang mengantar pesanan yang sempat Alfan pesan. Bahkan sebelum pelayan itu kembali, cowok itu sempat menunjukkan sisi baiknya lewat sebuah senyuman.
"Ngaco! Bukan sama cowok."
Nah, sekarang waktunya makan. Ngomong melulu keburu laper.
"Okhe, karhena katha lo nghgak penting, sekarang mending lho nghomongin tujuan lo ngajak guwe ke sini." Sambil monyong-monyong Fanya mendelik ke arah Alfan.
Sekarang Lemon tea menjadi sasaran gadis itu setelah mengutarakan isi pikirannya. Bagaimana pun meladeni anak pemilik kekuasaan juga butuh tenaga.
Lihat saja sekarang, pemuda itu malah menahan senyuman. Karena sibuk mengunyah makanan. "Gue pengen nyium lo deh. Kalau monyong-monyong gitu."
"Ohok ... njiiisssyuu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Biang Onar
Novela Juvenil"Kamu nggak mau jadi saudara aku?" Oliver melempar pertanyaan ini kembali. "Jangan panggil aku dengan sebutan menjijikan itu, Oliver. Aku yang dulu atau sekarang masih jadi pacar kamu," kata Alfan sambil merebut paksa buku cokelat yang ada di gengg...