BAB 8 | Mawar🌹
Galaska dan Arka mengendap di balik punggung Fanya. Mengamati satu per satu anak-anak yang meninggalkan ruang loker.
Dari sini Fanya bisa melihat Oliver sedang dalam pantauan cowok yang sempat menyiramnya beberapa waktu lalu.
Cowok ngeselin yang sok kegantengan!
Deretan loker di sisi kanan cukup berhasil menutupi tubuh mereka yang membungkuk. Sejauh yang Fanya amati. Mereka tak terlihat jika dari ujung sana. Karena pantulan cahaya yang kecil membuat mereka yang tak meninggalkan bayangan dari ujung sana.
"Duh, diem napa, Gal. Berisik!" protes Arka berbisik.
Bunyi grasak-grusuk dari belakang membuat Fanya kurang nyaman. Ternyata itu ulah Galaska yang sudah terbirit-birit ke toilet.
"Kelakuan," desis Arka geleng kepala.
Arka tertegun mendapati wajah Fanya setengah meter dari wajahnya.
Hhh, ini misi bikin gue salting amat sih.
"Mereka sudah pisah, Fan," bisik Arka membentangkan jarak.
Sebelum Galaska datang, pikirnya. Ia harus selangkah lebih maju.
"Ini buat lo, Fanya," bisik Arka menepuk-nepuk tas yang sudah ia isi dengan cokelat.
Lalu berbalik badan meninggalkan Fanya sendirian. Mencoba menenangkan diri yang sudah berusaha mencuri perhatian gadis yang ia suka.
"Fanya!" Galaska menepak gadis itu yang tengah melamun.
Fanya salah tanggap karena merasa gusar.
"Ini ...." Mawar merah tersodor ke arahnya.
"A-apa ini?" lirihnya tak menyangka bila Galaska akan seromantis itu pada ...
"Buat Oliver." Dan hati Fanya terguncang.
Bodoh, lo kan jadi mak comblang dia sama Oliver. Kenapa lo yang geer!
Fanya menepuk jidatnya keras.
"Eh, i-iya ini gue bakal ke sana."
Di sinilah akhirnya Fanya berada. Setelah melangkah pelan dan mengembangkan senyuman dari kejauhan. Akhirnya ia berhasil juga menyapa Oliver tanpa dicurigai siapa pun. Tak terkecuali cowok tempelan sekolah yang baru saja beranjak pergi.
Bahkan situasi semakin lengang saat gadis tomboi di ujung loker sana mengakhiri segala urusannya di tempat ini.
Sekarang kesempatan untuk Fanya menyampaikan pesan dari Arka dan Galaska.
"Kamu sendirian aja, Liv?" tanya Fanya setengah ragu.
"Begitu deh, kayak yang kamu lihat. Tadi kakak baru aja pergi. Katanya mau beli es krim." Sesekali Oliver merapikan anak poninya yang menjuntai di dekat mata.
Jelas sekali dari pengamatan Fanya jika gadis itu memakai kontak lensa. Matanya yang bulat semakin terlihat cantik dipandang.
Ah, apa mungkin ini adalah hukum alam?
Kalau orang cantik pakai apa pun akan terlihat cantik?
Apalagi saat melihat warna pirang di bagian rambut kanan Oliver. Sudah dipastikan bila itu memang hasil dari cat warna rambut. Dan itu sama sekali bukan gayanya.
Ah, nggak dandan begitu juga gue nggak kalah cantik!
Fanya dengan optimisme yang tinggi.
"Aku nggak nyangka kamu bisa punya kakak model murid tempelan begitu," rutuk Fanya dengan sejuta ketidakpercayaannya.
Sial, bagaimana mungkin ia menghujat anak itu di depan adiknya. Dasar bodoh!
KAMU SEDANG MEMBACA
Biang Onar
Teen Fiction"Kamu nggak mau jadi saudara aku?" Oliver melempar pertanyaan ini kembali. "Jangan panggil aku dengan sebutan menjijikan itu, Oliver. Aku yang dulu atau sekarang masih jadi pacar kamu," kata Alfan sambil merebut paksa buku cokelat yang ada di gengg...