Eri mengambil cangkir yang diulurkan kepadanya. Hangat.
Teh di dalam cangkir itu membuat tangannya terasa hangat.
"Kau tidur di sini sementara waktu. Apartemenku sedang direnovasi," Ji-Hwan menunggu Eri mengucapkan sepatah kata. Tak ada jawaban. Cowok itu akhirnya me-nutup kamar yang sekarang ditempati Eri.
Eri tidak ingat secara pasti apa yang menjadi bahan pertimbangannya sehingga ia memutuskan menghubungi Ji-Hwan. Kemarin, setelah berlari dari ruang operasi, ia mengacak-acak seluruh rumahnya mencari kartu nama cowok itu. Begitu ketemu, tanpa pikir panjang, melalui sambungan telepon, ia mengatakan akan menemuinya di Korea. 15 jam kemudian, jam 2 dini hari waktu Seoul, Eri sudah bertatap muka dengan Ji-Hwan yang membawanya ke apartemen milik Kwon-Woo.
Eri mendekatkan cangkir itu ke bibirnya. Setelah sekali teguk, ia berhenti. Dengan penuh ketakutan, ia meletakkan cangkir itu ke meja. Aku harus menahan diri, ia memerintah dirinya sendiri. Kejadian di dalam ruang operasi berputar di benaknya. Ia membawa virus. Ia bisa menular. Dengan dada berdebar, ia berjingkat dari kasurnya menuju ke cermin yang ada di tengah ruangan.
Eri memerhatikan bibirnya dengan saksama. Tak ada luka. Ia mendesah lega. Tapi aku tidak bisa mengambil risiko. Diraihnya cangkir itu dan membuangnya ke tempat sampah. Jangan bersentuhan dengan barang orang lain, Eri!
Eri memandang sekeliling kamarnya. Kamar yang sama saat pertama kali ia ke apartemen ini. Di sini berbahaya. Besok aku harus meminta Ji-Hwan membawaku ke rumah-nya. Setidaknya, aku tidak akan takut menulari Ji-Hwan karena kami memiliki penyakit yang sama. Bibir Eri tertawa getir memikirkan itu. Ia dan Ji-Hwan sekarang berada dalam kubu yang sama.
Tanpa mengganti pakaian, Eri berbaring di atas kasur.
Sayup-sayup terdengar suara perbincangan dari luar kamar.
"Apa yang kau pikirkan? Kenapa kau membawanya kembali ke Korea?" Kwon-Woo mendesis.
"Dia yang datang padaku." Ji-Hwan membela diri. "Lagipula, kami berdua sudah mengikat perjanjian akan menikah. Kau tidak berhak marah, oke?"
"Omo...tidak berhak marah?" Kwon-Woo tak percaya dengan ucapan temannya. "Kau membawanya ke apar-temenku! Kenapa tidak ke apartemenmu sendiri?"
YOU ARE READING
Marrying AIDS
Romance"Dokter Eri, Ji-Hwan bukan memandang remeh Anda. Teman saya ini hanya tidak mau disentuh oleh siapa pun. Bahkan, kalau ada wanita yang menyentuhnya, terutama di bagian wajah akan dinikahinya," Eri Andriana mendengus geli mendengar penjelasan itu. U...