Eri bersila di atas sebuah kasur yang tidak ia kenali. Sebuah kamar yang asing baginya. Di mana aku? Tanyanya dalam hati. Ia mengetuk puncak kepalanya, mencoba otaknya untuk berpikir lebih keras.
"Ah...akhirnya kau bangun juga..." Ji-Hwan melongok ke dalam kamar yang ditempati Eri. "Aku sempat berpikir untuk membangunkanmu ala sleeping beauty atau snow white."
"Apa yang kau lakukan di sini?" Eri menatap tajam. Dalam beberapa hari terakhir ini Eri belajar bahwa wajah cowok itu menandakan sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Eri tidak suka perasaan itu.
"Apakah itu jenis kalimat baru untuk 'terima kasih'?" Ji-Hwan menyindir. Ia membuka pintu lebih lebar dan masuk ke dalam. "Aku baru saja menyelamatkanmu dari pelukan lantai yang keras, Nona...kalau kau tidak ingat."
"Hah!" Eri mencemooh. Tentu saja ia ingat. Setiap kejadian yang terjadi di rumah sakit sampai ia jatuh pingsan sudah terpatri di dalam otaknya. Andaikan saja ia bisa melupakan kejadian itu. Disibakkan selimut yang menutupi tubuhnya lalu berdiri dan menatap lurus ke arah Ji-Hwan. "Tentu saja aku ingat, Ji-Hwan ssi. Terima kasih telah menyelamatkanku dari lantai dan juga..." Eri menatap lurus ke mata Ji-Hwan. "...atas kiriman virus HIV ke tubuhku." suara Eri bergetar. Ia juga merasakan tubuhnya ikut bergetar tapi gadis ini mencoba tetap berdiri dengan kedua kakinya.
"Sekarang kita berada di sisi yang sama, benar kan Ji-Hwan ssi?" Eri semakin mendekat ke arah Ji-Hwan. "Kurasa sekarang aku bisa menyentuhmu, ya kan?"
Ji-Hwan bergeming. Ia hanya berdiri dalam diam men-dengar semua ocehan Eri.
Plak!
Tangan Eri tiba-tiba menampar pipi Ji-Hwan. Entah kenapa tamparan yang menyisakan cap tangan berwarna merah itu tidak terasa sakit. Sebagai gantinya, ia merasakan tubuhnya terbakar. Terbakar oleh sorot mata kebencian dari Eri.
YOU ARE READING
Marrying AIDS
Romance"Dokter Eri, Ji-Hwan bukan memandang remeh Anda. Teman saya ini hanya tidak mau disentuh oleh siapa pun. Bahkan, kalau ada wanita yang menyentuhnya, terutama di bagian wajah akan dinikahinya," Eri Andriana mendengus geli mendengar penjelasan itu. U...