3. Hujan di pertengahan September

1.9K 298 22
                                    

Kalau bisa, play the video pas kalian baca bagian akhir chapter ini. Dimana Tzuyu akan audisi menari untuk masuk dalam anggota theater! And i'm so sorry, really really sorry kalau chapter ini akan panjang!

______________________________________

Kalau kemarin matahari teriknya bukan main, sekarang juga memang iya, terik, tapi dibarengi oleh hembusan angin yang membawa hawa dingin hingga lama kelamaan disadarinya ketika sore hari, langit menggelap. Kemungkinan akan turunnya buliran air dari langit untuk pertama kalinya di bulan September.

Dan ya, benar. Belum sampai beberapa menit berspekulasi, kala ia baru saja keluar dari ruang kuliah, hujan turun membasahi dataran kering berdebu di depan ruang kelasnya, bergemuruh mengalahkan nyaringnya suara teman sekelasnya yang sibuk meriuh membicarakan hal yang sebelumnya belum pernah dialami oleh si gadis Choi itu sendiri, barang sekedar membicarakan perihal—

Apa yang akan mereka makan sehabis ini?

Hujan turun begini baiknya memakan sup hangat, samgyetang, mungkin?

Dan mereka tertawa ketika adanya perdebatan kecil manis perihal berbeda pemdapat tempat makan favorit yang akan mereka datangi.

Setelahnya, garis bibir si gadis Choi melebar tipis melengkung ke atas secara diam-diam sembari mendengarkan percakapan manis yang jelas ia dambakan sedari dulu. Dulu sekali, bahkan hingga saat ini namun tak berharap lebih. Ia tahu jelas kok, itu akan sulit terjadi.

Kembali pada tujuannya seusai perkuliahan selesai.

Menuju ruang theater di seberang gedung kuliahnya. Tidak membawa payung bukanlah suatu hal yang baru ketika musim basah sudah memasuki pertengahan bulan, bagi si gadis Choi. Berbekal tote bag kelamnya berbahan kulit asli yang menjadi pelindung kepala, berlari begitu cepat dan melupakan kalau tubuhnya juga butuh naungan agar jatuhnya air langit tidak mengenai tubuhnya yang jelas akan membuatnya kebasahan.

Tepat pukul empat kurang sepuluh menit di sore hari yang basah, Tzuyu berada di depan ruang theater. Terduduk begitu pasrah di anak tangga samping ruangan itu, menepuk-nepuk pelan atasannya yang kebasahan akibat hujan. Surai kelamnya yang menjuntai panjang sedikit basah namun tetap terlihat begitu cantik meski terkena sentuhan air hujan secara paksa.

Sampai dirasa namanya dipanggil oleh seseorang yang ia rasa pernah juga memanggil namanya sebelum hari ini.

Iya. Sana sunbaenim-nya.

Buru-buru berdiri, sedikit membungkuk yang memang sudah menjadi kebiasaan untuk saling menghormati—

"S-selamat sore, sunbaenim!" Ujarnya. Kembali gugup kala kedua netra saling menatap dengan pandangan teduh menyenangkan. Dadanya kembali berdebar ketika yang lebih tua menarik garis bibirnya ke atas, menghampiri dan menepuk lengannya dengan begitu lembut juga pelan.

"Aku senang kau datang! Serius! Senang sekali sampai rasanya aku berdebar dan tidak sabar melihat audisimu nanti!" Katanya, dengan suara yang begitu nyaring namun lembut layaknya sang ibu yang berbicara pada buah hatinya, penuh perhatian dengan begitu sayang

Hanya satu anggukan ditambah senyuman yang lagi-lagi manisnya melebihi gula karamel pada pancake, karena terlampau gugup untuk sekedar menjawab ketika tatapannya lagi-lagi bersinggungan.

Dan yang lebih tua berbicara pada yang di sampingnya, "Dia, Tzuyu! Yang kuceritakan tempo lalu di ruang kreasi theater! Benar, kan?" Katanya, yang kemudian menoleh ke arah si gadis Choi yang dengan refleks mengulurkan tangannya untuk sekedar berkenalan dengan yang lebih tua di samping Sana sunbaenim-nya, "Choi Tzuyu," ucapnya, sembari tersenyum, memunculkan kedua lesung pipi yang sialnya langsung membuat kedua gadis yang kini di depannya, memekik gemas.

SUGARPLUM |TAETZU|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang