Semilir angin fajar terasa membelai kulit. Dingin, menusuk pori-pori tubuh yang terbalut piyama tipis berwarna merah muda. Pelan aku membuka mata, dan mendapati Aiden yang masih tidur meringkuk menghadapku.
Aku mencoba membangunkannya, melalui sebuah kecupan hangat di telinga. "Bangun, Sayang." Bukannya bangun, lelaki kekar ini malah semakin meringkuk sembari memeluk guling. Benar-benar pemalas.
Perlahan menurini ranjang, lalu berjalan menjju kamar mandi. Membiarkan air menyentuh setiap inchi kulit. Aroma citrus menguar memanjakan penciuman. Kugosokkan pada seluruh tubuh yang dahaga akan kesegaran sejuknya udara pagi.
Setelah selesai mandi, aku lihat Aiden masih lelap di ranjangnya. Biarlah, mungkin ia lelah akibat merajuk semalaman.
Melangkah ke dapur, untuk membuatkan sarapan mereka. Menu andalan kupilih, yaitu nasi goreng spesial. Menu yang pernah dipuji habis-habisan oleh Kamil, saat aku membuatkannya dulu.
Tujuh tahun berlalu. Bayang-bayang Kamil masih belum juga lengap. Separuh hatiku memang telah dikuasai Aiden, tapi tidak separuh hati sisanya. Ruang kosong tersebut bagai digembok. Bahkan lelaki sebaik Aiden pun tak sanggup mendobraknya.
"Mama, lagi masak, ya?"
Naima tampak di belakangku sedang mengucak kedua matanya. Kudekati ia dan memeluknya dengan sangat erat.
"Naima sudah bangun? Temani mama masak, ya?"
Aku menuntun Naima dan mendudukannya di meja makan. Matanya tampak memperhatikanku dengan saksama.
"Mama masak apa?" tanya bocah kecil itu.
"Nasi goreng, Nak."
Sosok Aiden yang tiba-tiba memeluk dari belakang sedikit membuatku kaget. Aiden suami yang romantis. Bahkan sangat romantis, dia tak ragu memperlihatkan kemesraan kepada siapa pun.
"Mandi, sana! Kamu bau!" ucapku seraya mencubit lengan kokohnya.
"Bau badan kamu, semalaman kamu tidur meluk aku terus." Ia masih terus menggoda, sembari mengeratkan pelukannya. Hangat menjalar ke seluruh tubuh.
Aku tersenyum. Biarlah dia senang, daripada mencurigaiku terus menerus. Aiden berbalik menuju kamar mandi, kuperhatikan tubuhnya dari belakang.
Sesempurna itu saja masih sulit menghapus bayang-bayang Kamil dari hati ini.'* * *
Aku dan Aiden pergi mengajar. Sebelumnya, kami menyempatkan diri dulu untuk mengantar Naima ke sekolah. Aku tersenyum melihat Naima. Ada yang lucu dalam hidup ini. Bagaimana tidak? Ternyata Kamil adalah wali kelas Naima.
Dulu dia adalah siswaku, sekarang anakku menjadi siswanya. Ah, seperti sinetron ikan terbang saja. Murid tersayang dulu kini menjadi wali kelas anakku tersayang.
Tidak sampai dua puluh menit, kami sampai di sekolah Naima.
Kamil menyambut Naima dengan sangat manis, "Halo Naima, pamit dulu sama mama dan papa."
"Halo juga, Pak Kamil ganteng."
Aku tertawa geli, Aiden tampak memperhatikanku sinis.
"Kenapa tertawa?"
"Abis anakmu, tau aja gurunya ganteng haha."
"Ehm, ganteng," jawab Aiden sinis.
Aiden kembali merengut. Lelaki di sebelahku ini luar biasa kalau sedang cemburu. Tatapan Aiden lurus ke depan, tanpa bicara sepatah kata pun. Berkali-kali kuajak bercanda masih juga tidak ada pengaruhnya. Sampai lelah rasanya. Bagaimana caranya agar Aiden tidak cemburuan terus?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Student (Sudah Terbit)
Teen FictionTerkadang cinta memang tidak memandang usia dan status. Seperti cinta antara seorang guru dan siswa yaitu, Jihan dan Kamil. Sosok Kamil yang muda dan dewasa berhasil menggait hati Jihan, seorang guru sekaligus wali kelasnya, yang usianya terpaut del...