#My_Lovely_Student
Extra Part 2
Satu bulan kemudian.
Aku melangkah dengan gagah. Menatap sekeliling, penuh senyum. Tak pernah aku menyangka, bahwa tempat ini menjadi saksi pertemuanku dengan Jihan.
Seluruh kenangan masih tercetak jelas di benak. Lapangan upacara itu, kantin, taman sekolah, dan lain-lain.
"Kak Kamil ...." Suara seorang siswi perempuan, yang tidak lain adalah adik kelasku sendiri.
"Wah, kamu. Apa kabar? Sudah tinggi sekarang, ya?"
"Iya, dong. Kabar aku baik. Kakak sendiri? O, iya. Cari Bu Jihan, ya?"
"Betul. Kamu lihat?"
Siswi tersebut menunjuk ke lantai dua, di mana Jihan sedang berdiri seraya melambaikan tangannya padaku.
Aku membalas lambaian tangannya, kemudian berpamitan pada siswa tadi untuk menyusul Jihan.
Kami saling berjalan mendekat, penuh senyum yang berarti. Jihan memintaku masuk ke aula, tempat di mana beberapa guruku zaman SMA duduk santai di sana.
Aku menyalimi mereka satu per satu. Ini wajib, bagaimanapun juga mereka adalah guruku saat SMA. Ada Pak Bondan, Pak Aiden, Bu Widya, dan lain-lain.
"Kamil ... luar biasa kamu sekarang!" Mata Pak Bondan membulat, menatapku haru. Ia adalah salah satu guru yang cukup memperhatikanku di masa sekolah.
"Atas doa Bapak dan Ibu guru semua." Aku tersenyum, sedikit memandang ke Pak Aiden yang menatapku picik.
"Atas doa istri kamu, Mil." Bu Widya menggoda, terlihat semburat kemerahan dari pipi Jihan karena mendengarnya. Ia tampak malu.
"Iya, Bu. Doanya manjur, karena perannya double. Sebagai guru dan juga istri. Otomatis doanya juga double, karena hatinya terbagi."
"Maksudmu?" Jihan terlihat salah tangkap.
"Separuh hatimu mendoakanku menjadi murid yang sukses, sebagiannya lagi mendoakanku menjadi suami yang bertanggungjawab."
"Pantes Jihan klepek-klepek, Kamil ngomong suka bener, nih," ujar Bu Widya dan disambut tawa semua, kecuali Jihan yang masih tampak bingung.
Aku meraih Zikra dari tangan Jihan, lalu menggendongnya. Mengajak bercanda dengan mengangkatnya ke udara. Balita lucu tersebut tampak tertawa girang, tapi justru membuat bundanya panik.
"Ih, angkat anak jangan tinggi-tinggi, Ayah."
Aku terkesiap, dan kembali memasang telinga. Salahkah pendengaranku?
"Kamu manggil aku apa?"
Dia diam.
Kucubit kecil pipinya yang mulai mengembang. Kalau anak sekarang bahasanya gemuk karena kebanyakan ngemil pengembang adonan.
"Manggil apa?"
Dia masih diam.
Aku mendekat dan berbisik, "Tadi kamu panggil aku apa, Bun?"
Dia masih juga diam tapi giginya terlihat, alias nyengir.
"Urusanmu sudah selesai, Han?"
Ia tersenyum mengangguk. Lalu mengajakku kembali ke aula untuk berpamitan dengan guru-guru di sana.
Jihan memeluk Bu Widya sangat erat, mereka memang bersahabat dekat sejak dulu. Bukan tanpa alasan mereka berpelukan. Hari ini, istri sekaligus guruku memilih untuk melepas karirnya demi keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Student (Sudah Terbit)
Ficção AdolescenteTerkadang cinta memang tidak memandang usia dan status. Seperti cinta antara seorang guru dan siswa yaitu, Jihan dan Kamil. Sosok Kamil yang muda dan dewasa berhasil menggait hati Jihan, seorang guru sekaligus wali kelasnya, yang usianya terpaut del...