"Kepada pembina upacara, hormaaattt, geraakk!"
Dengan lantang Kamil bersuara. Ia bertugas sebagai pemimpin upacara dalam apel kali ini, sedangkan Jihan menjadi pembinanya.
Dua pasang mata dan senyum itu sempat bertemu selama beberapa saat, sampai Kamil balik badan membelakangi Jihan di lapangan.
Jihan memulai pidatonya. Terbata-bata ia berbicara, seluruh badannya kian membeku kala melihat punggung lebar itu berdiri di hadapannya.
Ya, begitulah cinta mereka. Jika kebanyakan orang cintanya hanya terpisah oleh ruang dan waktu, tapi mereka lebih dari itu. Status dan perbedaan usia di antara mereka seolah menjadi tembok penghalang bagi keduanya.
☘☘☘
Jihan melangkah ke kelas XII IPS 1 dengan penuh senyum, membayangkan dengan siapa sebentar lagi ia bertemu.
Kibaran rambut yang tertiup angin seolah menambah pesonanya. Dipadu dengan kemeja casual ala wanita muda masa kini, membuatnya tak kalah fresh dari siswinya yang masih belasan tahun.
"Assalamu'alaikum, anak-anak."
"Wa'alaikumusaalam, Bu Jihan."
Sepasang mata tersebut ternyata sudah asyik memperhatikan Jihan bahkan sejak ia baru melangkah ke dalam kelas. Yaitu mata dari remaja lelaki duduk di hadapannya. Alisnya naik turun, berbaur dengan senyum yang menawan. Membuat gerak-gerik Jihan terbatas saking gugupnya.
Jihan mendekatkan wajahnya ke arah Kamil. "Jangan menatap saya begitu, risih tau!"
"Tapi saya suka." Lagi ... senyum dan tatapan itu membuat Jihan tak mampu berkutik.
Jihan tetap melanjutkan pelajaran tanpa menggubris ucapan Kamil.
"Hari ini maju ke depan satu per satu, saya ingin lihat sejauh mana kalian menguasai materi minggu lalu."
Mata itu masih juga memperhatikan. Posisi Kamil yang tepat di hadapan Jihan, membuatnya benar-benar tak mampu berkutik.
'Ah, kenapa mata anak ini menatapku seperti itu. Mau bikin gagal fokus atau bagaimana?'
Sembilan puluh menit berlalu, bel pulang pulang pun berbunyi. Jihan keluar kelas setelah mengucap salam dan berdoa. Seperti biasa, remaja lelaki tersebut tanpa lelah mengikuti langkah guru mudanya.
"Bu ...."
Jihan tak memberhentikan langkahnya. "Ada apa Kamil? Saya buru-buru ada urusan."
"Akhir-akhir ini Ibu selalu menghindari saya."
"Bedakan antara di sekolah dengan di luar, Mil."
Jihan terus berjalan dan Kamil masih tak lelah mengejarnya.
"Ibu sendiri sulit sekali diajak ketemuan di luar jam sekolah."
"Mil, berhenti ganggu saya!"
Langkah Jihan semakin cepat, dan menjauh dari pandangan Kamil.
"Bu ....!" teriak Kamil. "Membohongi perasaan itu sakit!"
Wanita itu semakin menghilang dari pandangannya. Kamil masih berdiri, mematung, menghirup aroma parfum Jihan yang masih menempel di telapak tangannya ... keinginannya sederhana. Berharap sang guru mau menerimanya sepenuh hati.
Sementara langkah Jihan berhenti tepat di depan ruang guru, ia tersungkur. Ketika lama menanti datangnya cinta, dan beberapa kali gagal menikah. Cinta sejatinya justru datang dari seorang lelaki yang tak pernah ia kira sebelumnya.
Ponsel Jihan bergetar, diraih dan dibukanya. Lima pesan chat dari Kamil.
Kamil : Bu, kita ke taman sebentar, ya.
Kamil : Bu ....
Kamil : Bu, jangan menghindar terus!
Kamil : Salah saya apa, Bu?
Kamil : Saya akan tetap tunggu di taman, tak peduli Ibu datang atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Student (Sudah Terbit)
Teen FictionTerkadang cinta memang tidak memandang usia dan status. Seperti cinta antara seorang guru dan siswa yaitu, Jihan dan Kamil. Sosok Kamil yang muda dan dewasa berhasil menggait hati Jihan, seorang guru sekaligus wali kelasnya, yang usianya terpaut del...