Dengan penuh semangat, Kamil menarik tanganku ke arah mading, dan menunjukkan bahwa namanya berada di peringkat nomor satu dengan nilai rata-rata terbaik di sekolah. Menurutnya, sekaligus membuka pikiranku bahwa anak IPS tidak selalu buruk seperti yang dulu selalu kukatakan.
Seluruh siswa XII IPS 1 memelukku, kali ini aku terbuai suasana haru, air mata tumpah, setelah membimbing mereka selama tiga tahun, dan menjadi wali kelasnya selama setahun, dan hari ini aku harus melepas mereka. Seluruh siswa khususnya kelas XII IPS 1 menyalimiku dengan takzim, seiring doa baik yang terpanjat dari mulut ini.
"Jadi anak sukses yah, Nak. Percayalah, marah saya selama ini adalah untuk kebaikan kalian. Tidak ada guru yang membenci siswa, kami hanya ingin kalian sukses, karena setelah ini, kehidupan di luar jauh lebih berat."
Keisya, salah satu siswi yang pernah disukai Kamil menghampiri, menyalimi, lalu memeluk tubuhku. Dia meminta maaf karena telah berpikir buruk tentangku, dan telah membuat kempes ban mobilku.
"Maafin Keisya, Bu Jihan. Selama ini, Keisya berpikir, Bu Jihan ngejar-ngejar Kamil, Keisya benci, karena Kamil ga pernah pernah memperlakukan Keisya seperti sikap Kamil ke Bu Jihan selama ini. Ingat? Waktu ban mobil ibu kempes, ulah Keisya itu, Bu, dan ternyata karena ulah Keisya, Kamil malah ngotot ngejar Ibu yang kebetulan menggunakan ojek online, dan lebih parahnya, justru Kamil jadi nganterin Ibu ke Sekolah."
Cukup panjang kalimat yang diutarakan Keisya, sehingga membuatku sedikit mencerna, dan aku baru ingat. Ban mobil yang pernah kempes tiba-tiba, sehingga aku harus memesan ojek online, di mana tiba-tiba ojek tersebut motornya mogok, lalu Kamil lewat di depanku, dan mengantarku ke Sekolah.
"Jadi, semua ulah kamu?"
Keisya mengangguk, aku tersenyum mengembang.
"Sini, Sayang. Ibu peluk."
Aku memeluk Keisya penuh perasaan, kubelai rambutnya yang sedikit ikal, tubuh Keisya yang lebih pendek membuat aku lebih mudah mencium ubun-ubunnya. Dahulu, aku tak pernah bersikap seperti ini kepada siswa, dulu aku adalah guru yang cuek dan dingin. Cinta telah merubah semuanya, terima kasih Kamil.
Perlahan, satu demi satu siswa tersebut pergi, hanya Kamil yang masih di sebelahku, dia tersenyum manis sekali.
"Aku dapat pekerjaan baru, jauh lebih baik dari yang kemarin."
"Oh, ya? Kerja apa? Kuliahmu?"
"Bisa diatur, kan ambil kelas karyawan, aku harus kerja keras, karena ada dua wanita yang akan aku bahagiakan," katanya senyum.
"Mama Kasyifa sama mama Diana, ya?"Kamil memutar kepala ke arahku, menatapku tajam, jari-jarinya mulai bergerak merapikan rambut halus ini yang tertiup angin, dia mendekatiku dan berbisik, "Mama Kasyifa dan ... kamu."
Aku tertegun, mataku melotot, bibir ditekuk, rasanya seluruh bulu kuduk ini meremang, kugosok keras telingaku berulang kali. Kamil hanya tertawa melihat kelakuanku, ternyata aku masih saja mudah salah tingkah dibuatnya, tanpa permisi, aku membalikkan badan dan berjalan menuju ruang guru.
"Hati-hati jalannya, nanti jatuh, malu lho, GURU BERWIBAWWA," teriak Kamil, dengan sedikit penekanan kata pada kalimat Guru berwibawa.
Benar saja, aku terpeleset, hampir saja jatuh, kurasa sebuah tangan menangkapku. Kamilkah ini? Aku memejamkan mata, merasakan genggaman tangannya. Ini bukan tangan Kamil, tangan ini besar sekali, berlemak, bukan keras seperti ototnya.
Perlahan kubuka mata ini, pemandangan yang tak sedap, bibir monyong Bondan si dugong sudah tepat berada di depan wajahku. "Buset, dah." Kupukul wajah Bondan dengan tas mewahku, suara tawa Kamil masih terdengar. 'Huh, sebal, bukannya bilangin kalau itu Bondan, jijik, mending kalo Aiden, sih.' gumamku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Student (Sudah Terbit)
Teen FictionTerkadang cinta memang tidak memandang usia dan status. Seperti cinta antara seorang guru dan siswa yaitu, Jihan dan Kamil. Sosok Kamil yang muda dan dewasa berhasil menggait hati Jihan, seorang guru sekaligus wali kelasnya, yang usianya terpaut del...