Kamil : "Halo, Bunda. Aku baru aja sampe kantor."
Jihan : "Ih ...."
Kamil : Sampe kapan nolak dipanggil bunda? Kamu kan bundanya anak aku.
Jihan : Gombal!Jihan segera mematikan ponselnya. Sementara Kamil, hanya tersenyum lebar dengan tingkah istrinya.
"Dipanggil bunda dibilang gombal, bini aneh! Untung aja gue cinta."
Kembali diraih dan diusapnya foto Jihan yang berada di meja kerjanya. Sengaja Kamil meletakkannya di sana, foto istrinya bak lecutan semangat baginya.
"Kamu dan Zikra adalah dua malaikat hidupku." Kamil tersenyum dan mengecup foto tersebut, lalu diletakkan kembali ke mejanya.
Pikirannya melayang ke peristiwa dua tahun lalu saat Jihan masih menjadi gurunya.
Flashback On:
Pagi itu, Kamil mendapat kabar jika Keisya mengempiskan ban mobil Jihan. Ia langsung melihat arloji di tangannya. "Kasihan, Bu Jihan pasti telat."Ia memutuskan untuk menjemput gurunya ke rumah, tapi sayang, Jihan sudah berangkat menggunakan ojek online.
'Bu, kamu di mana? Ya Allah, andai ketemu Bu Jihan di jalan. Itu tandanya dia jodoh Kamil, Ya Allah."
Motor Kamil berhenti ketika melihat Jihan tengah menunggu di pinggir jalan dengan wajah penat. Mata Kamil terbelalak, dua kali ia merasa doanya diijabah. Mungkinkah mereka memang berjodoh?
Sementara di pinggir jalan, Jihan terlihat sangat murung. Hari ini sepertinya benar-benar nahas. Sudah ban mobil bocor, sekarang ojek yang dinaiki malah mogok. Tanpa sadar ia berdoa. "Ya Allah, kalau aja ada laki-laki nih berhenti depan aku, trus nawarin nganter. Barangkali dia jodohku."
Kamil berhenti tepat di depan Jihan. "Bu, kok ga bawa mobil?"
Jihan terlihat gelagapan. "Eh, ehm, anu. Ban mobil saya kempes."
"Sini, Bu. Saya boncengin."
Bukannya menjawab, tatapan Jihan justru kosong. Doa yang barusan serasa cepat sekali dikabulkan.
"Gimana, Bu?" Kamil kembali melontarkan pertanyaan yang sama pada Jihan yang masih terlihat diam dengan pandangan kosong.
"Ehm, baiklah. Kalau kamu maksa."
"Siapa yang maksa, Bu? Kalau Ibu ngga mau saya tinggal aja, ya."
"Eeee ... jangan dong, Mil. Nanti kalau saya terlambat bagaimana."
Flashback Off.
Kamil tersenyum sendiri mengingat hal itu. Di situ kedekatan mereka dimulai. Jihan yang salah tingkah karena memeluk pinggang Kamil dengan erat saat di motor, padahal siswa tersebut hanya meminta si guru memegang ranselnya.
"Mil ...." Suara ayah Kamil yang kebetulan atasan di sana mengagetkannya.
"Ya, Pah ...."
"Kita ada CS baru. Nanti kamu bimbing dia, ya. Kamu ga akan canggung, sepertinya ia masih seusia kamu."
Ayah Kamil pun pergi kembali ke ruangannya. Segera ia pergi ke meja CS untuk memberikan bimbingan sesuai perintah ayahnya.
"Mbak, CS baru, ya? Saya Kamil." Tangan itu pun terulur, mengajak gadis berambut panjang itu bersalaman.
Hening seketika, ketika dua pasang mata bertemu untuk sekian detik. Seolah membangkitkan goresan luka lama yang hampir pudar.
Gadis berambut panjang itu hampir saja menghindar, tapi Kamil segera mencegahnya.
"Tolong, Nai. Profesional! Dengan lo ngehindar terus kaya begini juga ga akan nyelesain masalah!!"
Naila tetap keras, dia benar-benar muak melihat wajah Kamil. Mengapa di saat ia mencoba melupakan, sosok itu justru terus hadir di hadapannya.
"Gue benci sama lo," ucap Naila. Matanya nanar memancarkan sebuah rasa indah yang kini berubah menjadi dendam.
"Benci kenapa? Jelasin. Lo tau-tau ngilang gitu aja!" Kamil benar-benar heran, mengapa Naila berubah jadi sekasar ini.
"Gue nyari lo, Nai!"
"Gue yang lebih nyari-nyari lo!!" Nada suara Naila meninggi, membuat karyawan sekitar memperhatikan mereka.
☘☘☘
Demi meredam emosi Naila, Kamil mengajak makan siang gadis tersebut. Mereka tak banyak bicara, hanya air mata yang membasahi pipi gadis tersebut, membuat rasa iba atau lebih dari itu muncul kembali ke permukaan.
"Mana bukti kalimat gombal lo dulu? Sekarang lo malah kembali deketin guru lo itu."
Kamil terdiam, sepertinya ia sadar bahwa Naila masih memiliki perasaan dengannya. Tidak munafik, sosok Naila yang manis memang mampu membuat Kamil melupakan Jihan sejenak.
Kamil tak kuasa ketika tangan lembut itu menggenggamnya dengan kuat. Rasa nyaman pun mengalir perlahan melalui sarafnya, menciptakan sensasi sejuk di hatinya. Naila, gadis yang pernah membuatnya berbunga-bunga setelah hancur dibuat oleh Jihan kala itu.
"Gue masih cinta, Mil. Bisa ngga kayak dulu lagi? Putusin guru lo, usia kalian beda jauh!"
Kamil tersentak ketika Naila menyebut kata guru, detik itu juga dia teringat akan istrinya.
"Maaf, Nai. Ngga bisa," jawab Kamil pelan.
"Kenapa? Guru itu maksa lo nikah cepet?"
Kamil semakin dibuat gelagapan, ia menutup wajah dengan kedua tangannya.
Naila tersenyum, menatap lelaki di hadapannya bermetamorfosis menjadi lebih tampan dan dewasa. Harapan itu masih ada, menyatukan hati yang sempat terpisah.
Kamil meraih ponselnya, dan menunjukkan foto dirinya, Jihan, dan Zikra yang sedang asyik bercengkrama.
Tak lama kemudian, ponsel Kamil pun berbunyi. Sebuah pesan singkat dari Jihan.
Jihan : Kamu di mana? Aku dari tadi di kantor kamu sama Zikra. Tadi sekolah cuma acara aja, aku pulang cepet. Kita makan siang bareng, ya. Aku menuju kantin kantormu, nih.
Wajah Kamil pucat pasi, jarak antara ruangan dengan kantinnya tidak jauh. Bukan tak mungkin Jihan memergokinya berdua dengan Naila.
Naila semakin bingung melihat Kamil gelagapan. Sepertinya ia pun belum sadar tentang foto yang ditunjukkan Kamil.
"Mil, lo kenapa? Tadi itu anak Bu Jihan? Bagus lah kalau dia sudah menikah."
Tak lama kemudian Jihan datang menggendong Zikra, ia masih mengenakan seragamnya dengan rambut terurai indahnya. Pesonanya tidak kalah dengan Naila yang masih berusia 22 tahun.
Jihan yang belum menyadari sosok Naila segera menggelayut di lengan Kamil.
"Ni ayah, Sayang," ucapnya pada bayi berusia delapan bulan yang berada di gendongannya."
Biasanya, Kamil akan langsung menggendong Zikra atau mengecup kening istrinya, tapi tidak kali ini. Ia hanya mematung.
Sementara itu, Naila pun ikut mematung menyaksikan pandangan ini. Dunia seakan kembali runtuh baginya. Lelaki yang dicintai telah menikahi wanita lain.
"Jadi, kalian sudah menikah?" Naila tersenyum paksa, dan pergi meninggalkan mereka, begitu juga dengan Jihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Student (Sudah Terbit)
Teen FictionTerkadang cinta memang tidak memandang usia dan status. Seperti cinta antara seorang guru dan siswa yaitu, Jihan dan Kamil. Sosok Kamil yang muda dan dewasa berhasil menggait hati Jihan, seorang guru sekaligus wali kelasnya, yang usianya terpaut del...