"Bagaimana bisa air mataku tidak terjatuh? Sementara aku lihat dengan jelas Papahku telah membeku. Papah, katamu, engkau tidak akan pernah membuatku menangis? Aku tidak hanya menangis, tapi juga hancur hidupku."
*********
"Tuan, Non ... Tuan kritis."
Pernyataan salah satu pengawal Sery cukup membuat Sery langsung limbung. Kata-kata itu terus berputar-putar di kepala Sery seperti kaset kusut yang membuat kepalanya hampir pecah seketika. Apa katanya barusan? Sery tidak bisa begitu mencernanya dengan baik. Kritis apa maksudnya? Ia terus mengulang-ulang pertanyaan itu di dalam hati. Ia sama sekali tidak mengerti maksud pengawalnya itu.
Bukankah papahnya sedang melakukan bisnis di Singapura? Baru seminggu yang lalu papahnya berangkat dan tidak terlihat tanda-tanda papahnya sedang sakit. Selama ini papahnya termasuk orang yang selalu menjaga pola makannya dengan sangat ketat. Kritis? Memangnya sakit apa? Papahnya tidak pernah memberitahunya bahwa ia mengidap suatu penyakit. Papahnya memang tidak sedang sakit, ia mengetahuinya benar.
Apa mungkin kecelakaan? Ah tidak... Tidak. Kecelakaan dari mana? Kalau iya pasti ia sudah dihubungi polisi, rumah sakit atau semacamnya sebagai satu-satunya keluarganya. Lalu kenapa? Berbagai macam spekulasi berputar-putar di kepalanya. Ia sekarang merasakan sakit kepala yang begitu hebat sehingga tanpa sadar ia menitikkan air mata.
Begitu keseimbangan semakin kacau, tangannya reflek memegang sudut meja hingga akhirnya Kenzie berdiri dan memeganginya. Sery menatap Kenzie dengan tatapan shock dan bingung seolah meminta penjelasan apakah pengawalnya sedang bercanda? Atau sedang mengerjainya? Kenzie hanya menggeleng sebagai isyarat bahwa ia tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Pak Anto, leader dari pengawal tersebut menatap nona kecilnya dengan iba. Tapi ia tidak boleh berlama-lama, tuan besarnya sedang menunggu Sery sekarang. Ia harus segera membawa Sery pulang ke rumahnya. Sesuai dengan perintah tuannya. Pak Anto menatap Kenzie lalu Bang Rico secara bergantian. Seolah meminta izin agar nona kecilnya dapat pulang sekarang.
Kenzie mengambil kunci mobil di saku celananya lalu menyerahkannya kepada Pak Anto.
"Tolong Pak Anto yang setir mobil saya, biar saya yang bawa Sery ke mobil."
Pak Anto langsung mengiyakan ucapan Kenzie dan berlari cepat keluar. Sedangkan Kenzie menuntun Sery yang tampak masih shock tanpa menoleh lagi ke arah Bang Rico. Kenzie yakin, bahwa Bang Rico pasti akan memakluminya.
Sery terlihat melamun begitu dalam. Ia bahkan melupakan tas dan HPnya yang ia geletakkan begitu saja di meja. Pengawal Sery yang lain segera membereskannya dan memohon pamit kepada Bang Rico.
Kenzie terus-menerus menatap Sery yang sedang menggigit bibirnya dengan tatapan kosong.Kenzie mengerti benar siapa seorang Sery yang sedang dirangkulnya saat ini. Dia selalu begitu, tidak pernah mau memperlihatkan rasa sedihnya apalagi menangis di hadapan orang lain. Tapi, menahan tangis merupakan hal yang paling buruk daripada menangis itu sendiri.
Menahan rasa sedih untuk diluapkan hanya akan membuat kesedihan itu menetap selamanya di hati. Dan Kenzie tidak ingin, ia tidak bisa melihat Sery bersedih selamanya. Sangat tidak bisa.
"Lo jangan mikir yang macem-macem dulu tentang Om Riadi. Gue yakin kok, beliau akan baik-baik saja."
Kata-kata Kenzie reflek membuat Sery menoleh padanya. Ia terdiam sebentar memandang nanar sahabatnya itu seraya tersenyum getir menahan sekuat tenaga agar air matanya tidak jatuh.
![](https://img.wattpad.com/cover/167363101-288-k77239.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenity
Teen Fiction[ O N G O I N G ] #17 in Teenlitindonesia 28/1/19 Ini hanyalah kisah lima orang sahabat perempuan yang mencoba saling memeluk dan menjaga dengan cara saling menjauh dan membuang. Dan ini adalah kisah para laki-laki yang tidak sadar, bahwa...