"Kadang... Kita butuh rasa sakit untuk memberitahu bahwa kita sebenarnya kuat."
*********
Sejak Dokter Sendy mengumumkan bahwa papahnya meninggal, Sery langsung jatuh pingsan. Semua yang berada di kamar kaget, terlebih-lebih seorang Kenzie. Ia tidak tahu harus berbuat apa, sampai akhirnya ia menggendong sahabatnya itu dan membawanya ke kamar.
Sudah dua hari sejak kejadian itu, sudah dua hari. Dan kini Sery mengurung diri di kamarnya meski Kenzie dan Nabila mencoba mengetuk pintu kamarnya berkali-kali agar Sery mau keluar. Tapi, sia-sia.. Sery tetap tidak mau keluar dari kamarnya.
Ia benar-benar sendirian sekarang. Mungkin ia sedang ditemani Tuhan di kamarnya. Tidak ada satu pun keluarga Sery yang datang pada saat pemakaman. Memang Tuan Ariadi tidak memiliki keluarga besar. Ia sendiri anak tunggal seperti Sery, neneknya Sery pun anak tunggal begitu juga dengan buyutnya. Sementara keluarga mamahnya berada di belanda. Tidak datang dengan berbagai macam-macam alasan.
Sery tidak butuh. Ia tidak butuh keluarga besar yang berada jauh darinya. Ia hanya butuh kedua orang tuanya, yang kini telah meninggalkannya. Apalagi permasalahan papahnya ditipu, baru satu hari dari papahnya meninggal pengacara pribadi keluarganya sudah datang ke rumahnya. Memberitahukan bahwa semua aset papahnya kini telah diambil alih.
Ia kini tidak memiliki apa-apa lagi, dan dalam waktu dekat ia harus keluar dari rumahnya sendiri. Seperti kata pepatah, 'sudah jatuh tertimpa tangga pula' itulah kini yang dialaminya. Bagaimana ia tidak frustasi? Tidak bunuh diri saja sudah untung baginya.
Teman-teman gengnya yang datang hanya Nabila. Yang lain entah kemana, Sery sudah menduga hal ini pasti terjadi. Mereka... Sama sekali tidak tulus dalam berteman. Sery tahu benar akan hal itu, karenanya ia tidak menaruh harapan banyak pada teman-teman gengnya.
Ia seperti kehilangan arah dan tujuan. Ia seperti tersesat. Saat-saat seperti ia melupakan satu hal. Ia melupakan Tuhan. Seandainya ia tahu bahwa Tuhan selalu bersamanya, pasti ia tidak akan pernah merasa sendiri.
"Sery, Sery, ini gue Nabila. Tolong bukain pintunya, Ser! " Nabila mengetuk berkali-kali. Tidak ada jawaban dari kamar. Tapi Nabila tidak putus asa, ia mengetuk bahkan jauh lebih keras dari sebelumnya.
"Bukain pintunya nggak, kalau lo nggak bukain, gue dobrak nih pintunya. Ayo, Cup, lo bantuin gue dobrak pintunya."
Nabila bersiap-siap dengan mengangkat roknya setinggi paha. Kenzie diam saja tidak peduli dengan apa yang dilakukan Nabila. Sementara Ucup malah panik melihat apa yang Nabila lakukan.
"Astagfirullah, lo ngapain sih, Bil? Aurat itu Bil, aurat. Duh, dosa deh mata gue," ucap Ucup seraya menutup matanya dengan tangannya sendiri.
Nabila reflek menoyor kepala Ucup. Ucup itu ya, di saat genting begini tidak bisa membedakan mana yang serius mana yang becanda. Nabila yang kesal dengan Ucup langsung mendorong tubuh Ucup ke arah pintu yang menyebabkan pintu bergetar sedikit tapi tetap saja tidak terbuka.
"Eh, Kubil, lo apa-apaan asal dorong badan gue? Lo pikir badan gue kardus apa? Nggak ngerasa sakit? Belom lagi jidat sama bibir gue nih yang ciuman sama pintu. Bukan apa-apa, Bil, dosa deh gue buat yang kedua kalinya. Lo kalau mau ngelakuin sesuatu dipikir dulu dong."
Ucup, manusia berbadan tinggi besar, kulit hitam, dan rambut ikal itu sedang memprotes Nabila. Seorang manusia berbadan kecil, mungil dan imut. Harusnya Nabila takut pada makhluk yang lebih besar darinya, tapi aturan itu tidak berlaku pada Nabila. Rasanya ia ingin menghempaskan Ucup sejauh-jauhnya dari hadapannya saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Serenity
Teen Fiction[ O N G O I N G ] #17 in Teenlitindonesia 28/1/19 Ini hanyalah kisah lima orang sahabat perempuan yang mencoba saling memeluk dan menjaga dengan cara saling menjauh dan membuang. Dan ini adalah kisah para laki-laki yang tidak sadar, bahwa...