"Udah kenyang?" tanya Changbin begitu Felix menelan potongan ayam tanpa tulang yang terakhir. "Padahal tadi kamu baru aja makan yakiniku." Changbin berdecak kagum.
Felix mengerucutkan bibir dengan ekspresi sebal. "Tadinya itu 2 jam yang lalu kali." elak Felix membuat Changbin tertawa renyah.
"Aku ngantuk, tapi pengen tidur disini aja." Felix meletakkan kepala nya di paha Changbin lalu kaki nya ia sandarkan pada kepala sofa.
Ada keheningan diantara mereka. Changbin sibuk merapikan surai pirang Felix sementara Felix sibuk memainkan kancing baju Changbin.
"Fel ..."
"hng?"
"Aku ditawarin beasiswa ke Jepang. Menurut kamu, gimana? Aku ambil aja atauㅡ."
"Ambil aja."
Changbin mengernyit, tidak biasanya Felix dapat diajak berunding tentang masalah berat semudah ini. "Yakin?" tanya Changbin memastikan.
"Nggak Hyung ambil juga gapapa loh?"
Felix memandang wajah Changbin dalam-dalam, tidak menjawab pertanyaan Changbin barusan. Dia sadar, dia tidak berhak marah saat Changbin meminta persetujuan dia untuk pergi ke luar negeri karena dia juga pernah demikian, bahkan tanpa pamit.
"Cuma 3 tahun kan? Setelah itu balik lagi kesini? Felix nggak apa-apa. Beneran" ujar Felix, meyakinkan kekasihnya itu. "Aku selalu nunggu hyung, in here"
Siapa sih yang tidak sedih ketika kita baru saja dipertemukan dengan orang itu, namun lalu setelahnya dipisahkan lagi?
Bohong kalau pemuda dengan surai pirang itu tidak merasa kehilangan. Setelah 6 bulan berpisah, mereka juga harus berpisah lagi. Kali ini selama 3 tahun.
Felix hanya meyakinkan dalam hati kalau semuanya akan baik-baik saja. Anggap saja ia menebus kesalahannya yang lalu, saat ia tiba-tiba pergi ke australia dengan hanya meninggalkan selembar surat untuk Changbin.
"Oke, kalau gitu hyung accept aja kan?" Felix mengangguk semangat, menyetujui usulan Changbin.
"Kira-kira kalau aku berdo'a, tuhan masih mau ngabulin nggak ya?" tanya Felix sambil memainkan cincin yang ada di jari telunjuk Changbin. "Kenapa enggak?" sahut Changbin namun matanya fokus dengan ponselnya hendak memeriksa e-mail dan menyetujui beasiswa nya.
Felix tidak langsung menjawab, pandangannya malah tertuju pada televisi yang menampilkan kartun We Bare Bears itu. "Ya gimana ya, dosa ku tuh udah ngga bisa diitung saking banyaknya. Emang aku masih pantes berdiri di hadapan tuhan?" jawab Felix dengan suara bergetar.
"Hei, denger, tuhan itu selalu bersedia memaafkan, sebanyak apapun dosa kamu." ujar Changbin yang malah dibalas tawa ringan Felix.
"Sok tau ..." cibir pemuda bersurai pirang Itu. Changbin mengendikkan bahu, "emang. Soalnya Hyung juga ga pernah setunduk itu sama Tuhan. Ada kalanya kita jenuh sama sesuatu termasuk sama aturan-aturan yang ada dalam agama" ucap Changbin seenak jidatnya.
"Heh, ngaco. Hyung bisa dapet pidana tentang Jenuh Dengan Agama Yang Dianut, Salah itu, Dasar manusia!" seru Felix tanpa merubah posisi nya.
Yang lebih tua mendengus. "Nggak tau deh, ngantuk. Anak HI ga pernah belajar soal gituan, mungkin pernah tapi waktu itu Hyung cuma nitip absen, ga masuk."
Felix tersenyum lebar, dia sungguh menyukai raut muka Changbin saat pemuda itu sedang kesal, lucu menurutnya.
"Yaudah berdiri, kita tidur. Debatnya lanjut besok."
Bagaimanapun, Changbin itu tempat bersandar seorang Lee Felix. Changbin adalah rumah nya, walaupun kadang pemuda itu sangat menjengkelkan.
Well, karena kalau tidak ada Changbin, Felix tidak akan berani melanggar peraturan yang dibuat ayah tirinya. Seperti; membantah dan membawa seseorang ke dalam kamar diam-diam pada saat malam hari.
"I love you." bisik Felix tepat di samping telinga Changbin.
"Perlu jawaban?"
ㅡtbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENOUGH | CHANGLIX ✔
Fanfiction(n.) definisi cinta itu pembodohan🌙 Highest rank : #9 in Changlix