Tales 19: Misteri Mimpi

2.2K 208 32
                                    

Genre: comedy, romance

Rating: general

Warning: typo, harsh words.

Happy Reading!

.
.
.
.
.

Wendy menatap sekelilingnya dengan bingung. Dia berdiri di sebuah padang pasir yang luas, entah dimana lokasinya. Kosong, tidak ada siapa-siapa di sana selain dirinya. Dan tempat ini sangat hening hingga Wendy bisa mendengar bunyi desir angin dan pasir yang saling bertabrakan.

Beberapa saat kemudian, keheningan terpecah. Suara sepatu kuda menyapa pendengaran Wendy dari arah kanan. Dia menoleh ke sumber suara dengan segera. Perlahan mulai muncul bayangan kuda berwarna hitam.

Suara sepatu kuda kembali terdengar. Namun, kali ini dari arah kiri. Wendy menoleh ke kiri dan mendapati kuda berwarna coklat.

Entah bagaimana tiba-tiba dua kuda itu sudah berada di dekatnya. Mereka ditunggangi oleh dua orang pria setengah tua yang sedang saling memandang satu sama lain dengan sengit.

Wendy melihat wajah si penunggang kuda hitam. Matanya melotot kaget melihat sosok Pak Jiwaipi, dosen Analisis Laporan Keuangan sedang nangkring di atas sana.

'Lah si bapake kenapa nangkring di kuda dah?'

Lalu Wendy menoleh ke kiri. Dia mendongak dan melotot lebih besar ketika melihat Pak Sooman, dosen Teori Akuntansi sedang nangkring juga di atas kuda coklat.

'Astaga. Pak Sooman ngapain di sini juga, anjir?'

Di tengah kebingungan yang melanda Wendy, Pak Jiwaipi tiba-tiba berujar lantang, "Heh Sooman! Kau tidak bisa mengklaim wilayah ini adalah kekuasaanmu."

Pak Sooman tersenyum miring. "Kau tidak lihat, Jiwaipi? Di pasir itu tertulis namaku. Kau buta, heh? Apa mau kubelikan kacamata kuda?"

Wendy menunduk ketika melihat Pak Sooman menunjuk ke arah kakinya. Wadaw, maaf Pak Sooman, tulisannya hilang gara-gara gak sengaja diinjak Wendy.

"Hahaha. Yang harusnya pakai kacamata kuda itu adalah kau, Sooman." Pak Jiwapi tertawa kencang. Wendy refleks memejamkan mata ketika air ludah Pak Jiwaipi mengenai wajahnya. Astaga, walaupun di mimpi tetap aja Pak Jiwaipi mengeluarkan air hujan.

Pak Sooman berdecak kemudian menatap Pak Jiwaipi dengan kesal. "Tidak usah banyak bacot kau, Jiwaipi! Katakan sekarang apa maumu?"

"Mauku?" Pak Jiwaipi tersenyum. "Padang pasir ini menjadi milikku!"

"Ckckck. Tidak semudah itu, Ferguso." Pak Sooman geleng-geleng kepala. "Langkahi dulu si Kyungsoo."

Wendy mengerutkan dahi. Tunggu, kenapa si Kyungsoo ㅡketua senat yang galaknya minta ampun ㅡ dibawa-bawa segala? Heran deh.

"Ck! Banyak bacot kau, Antonio!" Pak Jiwaipi kayaknya sudah sangat kesal. Terbukti dari wajahnya yang memerah, urat-urat lehernya yang menonjol, gigi bergemeletuk, dan jangan lupakan ekspresi seriusnya itu.

Prot~~~

Wendy mendelik ketika suara laknat itu terdengar dari sisi Pak Jiwaipi. Tak lama setelahnya, bau karbon maboksida alias kentut tercium di sekitar sana.

▶The Story TalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang