Take 16

52.8K 2.3K 280
                                    

Vote and comment yaah
×
×
×
☝️🎧🎵🎶🎧🎵🎶☝️
×××××××××××××××××××××××××××××××××××

"Dunia pikiranmu sayang." Ketuk Calvin kecil pada dahi Alina. "Apapun keputusanmu, aku akan mengerti karena aku memang sudah keterlaluan."

Alina terbangun dengan keringat dingin disekitar dahi. Alina menarik nafas dan menghembuskannya kuat. Sudah tiga hari semenjak perpisahan sementara dirinya dengan Calvin tapi ia sama sekali susah tidur. Ia selalu memimpikan pria yang ia tinggalkan itu. Alina meminum air putih yang selalu tersedia di meja sebelah kasurnya. Ia tandaskan habis. Setelah dirasanya lega ia berbaring dan melihat jam wekernya. 02.23, selalu ditengah malam ia terbangun.

Alina sengaja mengginap dirumah Anggun yang kebetulan sang pemilik tak menempati, dikarenakan memang barang - barang Alina masih berada pada apartement pribadi Calvin. Gadis itu tak berani kembali keapartement Calvin sekedar untuk menggambil barangpun tidak.

Alina kembali mengingat bagaimana wajah sedih itu mendengar jawaban Alina.

"Aku.. aku bingung Calvin aku..." Alina mengantung. Ia menghapus air matanya disekitar pipi. "Kita.. lebih baik break untuk sementara. Tekanan itu terlalu besar, terlebih Seline belum bisa menerimaku sepenuhnya."

Calvin membeku. Tidak! Calvin sebenarnya tidak ingin mendengarkan jawaban Alina seperti itu. Break sementara? Sementaranya itu hingga kapan? Hingga Calvin tua atau hingga Alina sendiri yang datang menemui dirinya.
"Break? Baiklah sayang aku paham. Kau istirahatlah, besok kita akan kembali. Tapi aku boleh minta izin?" Tatap Calvin sendu.

Mata coklat itu begitu sedih bagi penglihatan Alina. Kekecewaan begitu terpancar diwajah Calvin. Tentu saja, Alina saja yang membuat keputusan begitu pedih juga. Alina sebenarnya tidak ingin seperti ini namun jika dipikir kembali mereka berdua memang harus memberi jarak dahulu sementara. Saling intropeksi diri lebih tepatnya. "Izin apa?" Tanya Alina.

"Aku ingin memelukmu malam ini, aku tidak akan melakukan apapun hanya memeluk saja. Sebagai tanda bahwa aku akan tetap menunggumu hingga kau datang mengatakan bahwa kita bisa bersama lagi."

"Memeluk? Maksudmu tidur bersama satu tempat tidur?" Alina bertanya jelas.

Calvin menganguk. Alina terlihat berpikir dan menganguk pelan. Calvin tersenyum pelan, sungguh senyuman kepedihan saja yang ada disana. Mereka berdua menghabiskan malam dengan tidur saling berpelukan. Tidak maksudnya Calvin memeluk Alina dari belakang. Alina dapat merasakan nafas Calvin yang tidak teratur, pria itu tidak bisa tidur sama seperti dirinya. Hanya saja hawa malam semakin menggusik hingga Alina tak sadar kapan ia sudah tidur lelap.

Kenyataan esok hari mereka memang harus kembali, alasan yang diberikan Calvin kepada keluarganya adalah bahwa masa cuti Alina sudah habis. Syukur saja keluarga mereka memaklumi. Setelah kembali benar saja apa yang dikatakan Calvin, pria itu tidak mengangu Alina sama sekali.

Hingga hari ini.

Alina mengurutkan keningnya. Sudah satu jam ia berusaha tidur tapi wajah sang kekasih yang kecewa dan sedih tak dapat ia hilangkan begitu saja. Mengapa? Mengapa mencintai ini begitu sulit. Ternyata kesedihan lebih menyakitkan dari pada kebahagiaan. Bagaimanapun besar kebahagian jika sudah tersakiti tetap rasa sakit saja yang kita ingat. Padahal, bahagia lebih besar dari pada tersakiti. Bahagia lebih banyak.

✓FROM FAKE BECOMES MY BOYFRIEND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang