1. Zoella Oliver Evans

1.3K 45 3
                                    

Chapter 1 : Zoella Oliver Evans

 

            Bosan.

            Sepertinya itulah kata yang tepat untuk memulai cerita hidupku. Tidak, bukan aku tidak memiliki teman, tapi aku hanya sedang bosan saja. Duduk sendiri di aula indoor dikampus sambil mendengarkan lagu dari i-pod ku.

            Aku mengangguk-anggukan kepala, menepuk paha dan menghentakkan kakiku sambil bersenandung mengikuti lagu She’s Not Afraid – One Direction. I like this song. I like the part when Niall’s laughing. Oh yeah, I am falling in love with his laugh, so cute.

            Aku menyandarkan punggungku ke kursi yang sedang kududuki. Merilekskan tubuh ku yang sangat lelah karena aku habis dihukum untuk membersihkan aula karna hal sepele. Aku mengatai dosenku dengan sebutan ‘weirdo’.

            Hey! Aku serius! Dia dosen baru, tapi sudah tua. Dia berkepala botak dibagian atas kepalanya, memakai kemeja yang kebesaran, celana yang dia pakai hingga diatas pusarnya, badannya juga gemuk dan pendek. Oh ya, dia juga berkacamata tebal yang dia tempatkan diujung hidungnya hingga seperti ingin jatuh.

            Jangan kalian kira aku seperti gadis dibanyak cerita fiksi yang ada di novel ataupun karya lainnya yang memiliki sifat, baik, kutu buku, pintar, cantik, tinggi, putih juga penurut. Tapi tidak untukku. Tidak semuanya, maksudku.

            Aku cukup baik, kurasa. Pintar juga sepertinya hanya sebatas standar. Kutu buku? Ewwhhh.. aku benci jika harus membaca berbagai macam novel yang tebal nya lebih dari lebar jariku sendiri. Tidak asik dan membosankan, juga membuat kupusing dengan kata-katanya yang banyak, kecil serta rapat-rapat itu. Cantik? Entahlah. Aku biasa saja. Tinggi? Sepertinya tidak. aku hanya memiliki tinggi 162cm. tidak lebih dan tidak juga bertambah sejak sekolah menengah atas. Putih, tentu aku putih karna orang tuaku asli orang Eropa. Apakah aku penurut? Aku tidak terlalu penurut jika dibandingkan dengan gadis lain.

            Tapi jangan kalian kira aku seburuk yang kalian pikirkan. Nobody’s perfect, right?

            Aku memiliki beberapa sahabat dekat. Aku tidak memiliki kakak ataupun adik karna aku anak tunggal. Orang tuaku masih lengkap walau mereka harus tinggal di Ireland karna pekerjaan ayah. Dan aku masih tetap disini, di London. Aku tidak akan pergi kemanapun. Tidak akan pernah. Aku tinggal dirumah kami dulu. Tidak terlalu besar, tapi nyaman.

            Sedang asik menikmati lagu Kiss Me – Katty Perry, aku merasa headset kanan ku dilepas dengan paksa, “oh, kau Grace. Ada apa?” aku menatap nya yang sedang duduk disampingku.

            “bosan sekali tadi dikelas…” gerutunya, “ada apa dengan dosen baru itu?” aku membenarkan posisi dudukku menjadi sedikit menyamping menghadapnya.

            “pokok nya tadi itu sangat membosankan.” Dia menekankan katanya pada dua kata terkahir. Aku terkekeh geli melihat sahabatku ini menggerutu hanya karna seorang dosen baru.

            “kalau saja aku tahu dia membosankan, lebih baik aku ikut membersihkan aula bersamamu, deh…” dia melipat kedua tangannya kedepan dada, “ohhh well, how lucky I am…” aku tersenyum mengejeknya yang makin melipat wajahnya cantiknya itu.

            “eh tapi tunggu! Itu baru berita buruknya saja…” katanya yang tiba tiba menyambar seperti petir di siang bolong. Dia langsung duduk tegak menghadapku sambil tersenyum lebar bak seekor kuda.

            “memang nya ada berita baiknya?” tanyaku pada akhirnya, “tentu!” jawabnya antusias.

            “apa?” aku mulai penasaran. Karn seingatku kabar baik terakhir yang kudengar adalah dosen tergalak dikampus ini telah pindah ke Harvard yang jauh dibenua seberang sana.

            “berit bagusnya adalah… J-O-E!!” aku menautkan kedua alisku, kenapa dia mengeja namaku dengan cepat?

            “aku?” tanyaku bingung, “no! hell no!” dia menggeleng cepat dan menatapku dengan senyumnya yang masih setia berada diwajahnya itu.

            “he’s joe. Not you, zoe…” jelasnya, “oh jadi dia seorang pria? Pantas saja kau semangat sekali menceritakannya…” ejekku.

            Alih-alih meneruskan ceritanya dia malah meninju pelan lenganku. Tapi tetap saja, seorang Grace tidak akan berhenti bercerita dan tidak aka nada habisnya membahas tentang seorang pria. Mungkin pria adalah obsesinya. Bukan berarti dia adalah wanita murahan. Tidak, dia tidak seperti itu. Dia hanya terlalu banyak mengagumi sosok yang berjenis kelamin pria.

            Jam sudah menunjukkan pukul setengah empat sore, ini waktunya pulang. Grace tentunya ikut bersama ku karna dia tinggal satu blok sebelum blok rumahku. Kami saling bercanda selama berjalan dilorong yang sudah sepi. Hingga akhirnya saat di satu titik dimana empat lorong bertemu tubuhku terhuyung jatuh kelantai.

            Bokong kecil nan malang ini mendarat keras dilantai. Juga tangan kanan ku yang ikut menhana tubuhku agar tidak terjatuh seluruhnya menjadi memerah. Sial!

            “kau tidak apa-apa, Zoe?” Grace ikut jongkok disampingku sambil mengelus pundakku lembut.

            Melihat ternyata seorang pria lah yang telah menabrakku dan berjalan dengan santai meninggalkanku dengan Grace yang panic juga bingung membuatku kesal, “so gentleman.. terimakasih karna sudah membuat bokongku mencium lantai, tuan yang tidak punya mata!” kataku tegas dan kuyakin dia mendengarnya. Karna apa? Dia berhenti melangkah. Pasti dia akan berbalik dan protes dengan apa yang ku katakana dengannya. Pasti!

            Setelah lima detik diam. Dia kembali melangkahkan kaki panjang nya itu dengan angkuh meninggalkanku yang masih sakit dibagian bokongku juga dengan rasa kesal setengah mati.

            “ish siapa sih pria tadi?! Dasar tidak tahu perasaan!” omelku sambil mengelus bokong kecil ku ini.

            “dia pria yang tadi kuceritakan padamu, Zoe…” kata Grace, “He’s Joe…”

 

 

><><><><><><>< 

Vomment guys!

Joe & Zoe [ON HOLD // Sugg's]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang