BAB 11

2.1K 170 4
                                    

Aileen bimbang.

Apakah Evans masih ada di dalam? Bagaimana ia harus melihat pemuda itu?

Evans pasti sudah melihatnya setengah telanjang. Evans bahkan sudah memeluk tubuhnya yang hanya tertutup bikini minim.

Tangan Aileen sudah menggenggam pegangan pintu tetapi hatinya masih belum siap untuk memutarnya.

Aileen menatap pintu kamar mandi. Ia tidak bisa selamanya bersembunyi dari Evans. Ia sadar ia tidak boleh berlama-lama di dalam kamar mandi. Tidak ada yang bisa memastikan tindakan Evans jika ia tidak segera keluar.

Aileen memantapkan hatinya untuk membuka pintu.

Dengan perlahan-lahan bagaikan pencuri, Aileen menapakkan kaki keluar. Matanya langsung mencari-cari sosok Evans.

Aileen lega mengetahui Evans sudah tidak ada di dalam kamarnya.

Aileen duduk di depan meja rias dan mencari sisir di dalam laci. Jarinya menyentuh sesuatu yang dingin dan bulat. Aileen mengeluarkan benda itu. Aileen membawa cincin di tangannya ke sinar terang dari jendela.

Sinar matahari memantulkan sinar yang cemerlang di puncak berlian cincin yang Evans pesan khusus untuknya. Sebatang emas putih melingkar anggun. Kedua ujungnya bertautan membentuk mata dengan berlian putih di tengahnya.

Evans benar-benar tahu seleranya. Sederhana dan anggun! Walau ia tidak menginginkannya, Aileen tidak dapat menyangkal ia menyukai cincin ini – bukan karena nilainya tetapi karena bentuknya. Takkan pernah ada hari ia berhenti mengagumi cincin ini.

Aileen sadar ia harus segera mengenakan cincin ini kembali sebelum Evans kembali marah.

“Berikan padaku.”

Aileen kaget.

Evans berlutut di depan Aileen dan mengambil cincin di tangannya dengan satu tangan dan tangan Aileen dengan tangan yang lain.

“Kutegaskan padamu, mulai hari ini hanya aku yang boleh memasang cincin di jari manismu ini. Tentu saja, hanya aku yang boleh melepasnya.” Evans memasukkan cincin itu di jari manis kanan Aileen.

Lagi-lagi Evans mengisi hati Aileen dengan haru dan harapan.

“Aileen,” Evans menautkan jari-jemarinya di antara jari-jemari Aileen, “Setelah ujianmu selesai dan setelah upacara kelulusanmu, menikahlah denganku.”

Dada Aileen berdegup kencang oleh tatapan lembut Evans. Matanya mengitari sekeliling ruangan untuk menghindari tatapan itu.

“Tatap aku, Aileen,” tangan kanan Evans merangkum pipi Aileen sementara tangan kirinya tetap bertautan dengan tangan Aileen.

Aileen menatap Evans malu-malu.

“Kau mau menikahiku, bukan?” Evans meyakinkan dirinya sendiri.

Wajah Aileen terpaku ke Evans tetapi bola matanya kembali menghindar. Ia ingin menghilang dari hadapan Evans.

“Aku tidak akan melarangmu bila kau ingin berkarir namun aku tidak bisa membiarkanmu bekerja di sembarang tempat.”

Mata Aileen terpaku pada Evans.

“Keamananmu adalah pertimbangan utamaku,” Evans menjawab pertanyaan di mata itu, “Engkau adalah santapan lezat bagi mereka yang ingin memeras harta keluarga Renz. Aku tidak bisa membiarkanmu dalam bahaya.” Evans menatap Aileen lekat-lekat, “Kau bisa memahami keputusanku?”

Aileen mengangguk. Ia terlalu dipenuhi keharuan untuk dapat mengeluarkan suara.

Evans menganggap kediaman Aileen itu sebagai jawabannya.

AILEEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang