BAB 7

2.2K 180 7
                                    

Aileen memperhatikan Evans yang sedang berdiskusi dengan serius. Dari cara berpakaian kedua pria itu dan dari sinar mata mereka, Aileen dapat menebak mereka tengah membicarakan masalah bisnis. Yang tidak dimengerti Aileen adalah mengapa Evans harus membicarakan masalah bisnisnya di restoran ini. Ini bukan pertama kalinya Evans muncul di siang hari bersama rekan kerjanya. Entah mengapa Aileen merasa ini juga bukan yang terakhir kalinya Evans mengadakan rapat pentingnya di sini.

“Lagi-lagi kau melihat Evans,” Sigrid menggoda.

“A-aku tidak memperhatikannya,” Aileen membantah. Demi sepasang mata curiga yang menatapnya itu, Aileen menambahkan, “Aku tidak mengerti mengapa akhir-akhir ini dia sering mengadakan rapat kerja di sini. Restoran kita bukan kantornya!”

Sigrid mengulum senyumnya. “Kau tidak suka?”

“Tidak ada hubungannya denganku!”

“Tentu saja ada. Dia bisa berada di sini karena seseorang,” Sigrid menatap Aileen lekat-lekat, “Dia takut pria lain akan merebut hati orang itu.”

“Omong kosong!” sahut Aileen, “Dia tidak punya alasan untuk mengkhawatirkanku.” Ia sudah menegaskan hubungannya dengan Geert. Bukan hanya sekali tetapi berkali-kali hingga rasanya tiap mereka bertemu Aileen pasti menegaskannya kembali.

“Oh, kau sudah mengakuinya?” Sigrid terperanjat.

Ingin menyangkalnya pun sudah hampir tidak mungkin. Sikap Evans sudah tidak perlu disangkal. Keluarga Wilder, termasuk Leopold yang selalu kritis pada pengagum Aileen, sudah menegaskan sikap. Satu-satunya yang membuat kekeraskepalaan Aileen bertahan adalah pernyataan Evans di masa lalu.

“Aku akan merapikan meja,” Aileen melihat satu keluarga beranjak pergi.

Memperhatikan Aileen merapikan meja, Helena memunculkan kepala di lubang dinding dapur dan berkomentar, “Dia memang keras kepala.”

“Aku bisa mengerti kekeraskepalaannya itu,” Sigrid menanggapi. “Semuanya itu kembali pada Evans.”

“Aku yakin ia bisa membuktikan kesetiaannya pada Aileen,” kata Helena, “Aku yakin hanya dia yang sanggup mengobati luka hati Aileen.”

“Dia kembali,” Sigrid memperingati.

Helena segera menghilang ke dalam dapur.

Aileen meletakkan nampan berisi piring-piring kotornya di counter dapur. Matanya menatap Sigrid penuh ingin tahu.

“Ah, ada tamu,” Sigrid menyingkir.

Aileen membunyikan bel di counter dapur.

“Letakkan di sana.”

Aileen menurutinya. “Helena,” Aileen bersandar di sisi counter. Ia ingin mengetahui isi pembicaraan mereka. “Hari ini adalah hari yang lenggang.” Ia tidak tahu bagaimana memulai.

“Beginilah resiko membuka restoran. Ada saatnya ramai, ada juga saatnya sepi. Kita tidak bisa menebaknya.”

Otak Aileen berputar keras. Bagaimana ia harus membuka memulainya? Bila ia menanyakannya, pasti akan membuat mereka yakin ia juga menyukai Evans. Tidak mungkin tidak. Untuk apa ia mengetahui isi pembicaraan mereka kalau ia tidak peduli? Mungkin sebaiknya ia tidak menanyakannya. Toh ia sudah dapat menebaknya. Tetapi… ia ingin tahu isi pembicaraan mereka.

Aileen terkejut oleh suara bel yang dipasang di dekat pintu. Matanya terpaku pada pemuda yang berjalan ke arahnya dengan senyum lebar. Sesuatu memperingatinya yang dituju pemuda itu tak lain adalah dirinya.

“Kau sudah puas?” Evans mengurung Aileen di tembok.

“Siapa yang sedang melihatmu!?” Aileen membuang muka.

AILEEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang