Part 17

24 5 2
                                    

"Kalian itu apa-apa an sih? Baru juga ditinggal sebentar, udah mau cakar-cakaran aja!"

Kedua pasang bibir itu mengatup rapat tatkala guru agung mereka mulai angkat bicara. Mencebik dan saling mencibir bukanlah salah satu hal yang pantas dilakukan saat ini. Jadi, selain menjadi patung batu yang berdiri tegap dan berusaha bermimik datar ala anggota TNI, tidak ada lagi pilihan yang bisa dipilih. Selain mendengarkan dengan seksama celotehan panjang guru agung.

"Kalian pikir gue nggak kesel sama kalian?!" Gerutu mas Reyhan, lagi.

Wajah kedua anak didiknya yang berbeda kelamin itu hanya bisa membatu. Selayaknya pasukan cakrabirawa yang siap dieksekusi mati. Datar, sedikit payah, dan tentunya merasakan kram hebat dilutut. Takut.

"Gue tadi ninggalin kalian buat beli baksonya Bang Kumis. Eh, nggak taunya..."

"Emang kalian nggak mikir apa? Kalau kalian sampai cedera sebelum tanding, gimana ajangnya? Kalian nggak mikir?!"

Selanjutnya, Mas Reyhan melengos begitu saja meninggalkan mereka yang dongkol setengah mati sekaligus gemetaran takut. Biar bagaimanapun, mereka pasti takut pada Mas Reyhan. Pasalnya, Mas Reyhan adalah orang yang terkenal melawak dan pecicilan, jadi wajar jika sekalinya marah mereka langsung merasa menjadi butiran debu.

Setelah Mas Reyhan pergi, Kira dan Fahri sempat beberapa kali saling beradu pandang dengan sengit. Kemudian, dengan begitu saja meninggalkan Fahri yang menghela nafas lega. Lega? Tentu saja. Karena ia pikir Kira akan menagihnya untuk menjelaskan apa yang ia lakukan tadi. Tidak mungkin kan, dia bicara jujur bahwa ia sedang mengamati Kira dengan diam-diam?

"Kir, lo marah sama gue?" Tanya Fahri sambil menghampiri Kira yang mengambil tasnya, mungkin ia mau pulang.

Kira hanya bisa menatap Fahri dengan menyelidik. Ia sebenarnya memiliki berbagai tanya dan kekesalan yang saling berhimpitan dalam pikirannya. Tapi, ia hanya bisa diam. Dan mencoba mencari hal-hal lain yang akan menjadi bukti untuk dugaannya selama beberapa hari ini menjadi kebenaran.

"Kir? Lo nggak marah sama gue kan?" Ulang Fahri sambil memasang wajah melas.

Melihat Kira mengacuhkannya, Fahri merasa bahwa dunianya jungkir balik. Lebay memang, tapi faktanya, ia merasa aneh jika Kira tidak sering muncul dihari-harinya. Saat Kira ingin melangkah pergi, Fahri menggamit lengan Kira agar tidak pergi begitu saja. Tapi tangannya langsung ditimpuk oleh sabuk silatnya. Apakah tangan Fahri sakit? Jangan ditanya lagi.

"Kira, gue bisa jelasin tentang apa yang gue lakukan tadi.." Ungkap Fahri pasrah. Toh, ia juga harus jujur. Persetan dengan bagaimana reaksi gadis yang sedang berdiri ogah-ogahan dihadapannya ini nantinya.

"Apa? Lo mau jelasin apa?" Solot Kira sambil memalingkan wajahnya asal dan menghela nafas dengan berat.

Fahri yang melihat reaksi gadis didepannya ini sontak terkejut. Pasalnya, selama ini Kira itu tidak pernah menunjukkan sikap garangnya yang seperti ini kepadanya. Tatapan Kira kali ini, terlihat lebih kepada muak mendengarkannya.

"Kir, gue bukan seperti cowok yang lo pikirin!! Kira!!" Teriak Fahri emosi sendiri dan berteriak sekenanya, tapi jangankan berbalik mendengarkannya. Berhentipun tidak Kira lakukan.

"Kir!"

Akhirnya, punggung Kira lenyap dimakan tembok diseberang sana. Fahri menghela napas kasar dan menjambak rambutnya sendiri dengan sekali sentakan, sebelum ia meraih tas dan kunci motornya. Kemudian berlalu dari sanggar dan menenangkan perutnya yang keroncongan sejak tadi. Kenapa Fahri tidak mengejar Kira? Karena Fahri tahu bahwa menemui gadis keras kepala, seperti Kira. Saat sedang emosi, malah akan memicu masalah yang lain.

Design And Plan#BJPW #WATTYS2020Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang