Part 17 : Awan dan Salju

69 13 1
                                    


Waktu itu kayak angin. Pas anginnya datang, kita gak sadar. Tapi pas angin itu pergi baru kerasa ada angin lewat. Kurang lebih seperti itu.

Ujian Sekolah pun datang lebih awal. Dalam waktu yang singkat mereka harus bersiap untuk mengahadapi ujian. Sebenarnya tak singkat, karena ada waktu 3 tahun untuk belajar materi ujian. Cuman terkadang manusia 'Masuk di kuping kanan, keluar di kuping kiri'. Bahkan jam akan percuma kalau ending-nya bakal kebut satu malam buat ujian besok.
Yaa ... contohnya Salju. Biasanya sih Fajar yang bakal tengok kanan tengok kiri. Tapi berkat Senja semangat Fajar belajar meningkat 90% dari biasanya. Good, deh.

Sekarang gantian Salju. Dulu ada Wulan sama Pelangi yang otaknya encer. Jadi Salju tak usah repot-repot belajar. Tinggal pakai kode rahasia, jawaban pun datang. But now, gak mungkin Salju minta bantuan sama Wulan dan Pelangi. Padahal tadi malam dia udah serius belajar sampai tengah malam. Tapi kayaknya cuma sedikit materi yang keluar.

Tinggal 15 menit lagi, dan masih banyak soal yang belum siap. Salju makin panik. Ingin minta bantuan Senja, Senja malah jauh di seberang. Lalu dia harus apa? Masak perlu silang cantik.

Tuhan ... bantu Salju .... batinnya.

Keajaiban pun datang, sebuah gumpalan kertas jatuh di mejanya. Salju langsung membuka isi kertas itu. Dan benar saja, di sana tertulis isi jawaban soal ini. Salju melirik ke arah datangnya kertas itu. Dari samping kanan. Dan cuma ada Awan dan tembok di sana. Mana mungkin temboknya yang lempar. Pasti Awan.

Salju menyengir senang. Ia lega ada yang membantunya. Ia langsung mengisi nomer yang belum ia isi. Akhirnya ia berhasil mengisi semua nomer sebelum dikumpulkan.

Sampai akhirnya ujian hari itu selesai.

Salju mendatangi Awan yang masih duduk di depan kelas. Dia cuma melamun sambil melihat halaman kosong di hadapannya.

"Makasih," ujar Salju, Awan tersadar dari lamunannya.

Awan menoleh ke arah Salju. Seperti biasa tatapannya agak dingin, "Untuk apa?"

"Ituu ... hmmm ... yang taadiii ...,"

Salju agak malu-malu. "Makasih bantu gue ngerjain tadi," jawab Salju. Pipinya memerah.

Awan terkikik. Entah melihat wajah Salju, atau mendengar ucapan Salju, "Hahah... santai aja. Aslinya itu buat Fajar. Tapi meleset ke lo."

"Haaa ... masak? gue gak percaya."

"Masak air biar mateng. Yayaya... gue kasian liat lo kayak orang linglung gitu," ledek Awan.

"Dih ... gue gak perlu dikasianni," Salju berlagak songong.

"Lo gak mau nilai lo bagus?"

"Ihh iya ... iya makasih," wajah Salju semakin memerah. "Lo lagi nungguin Fajar ya?" Salju mengganti topik.

"Enggak, Fajar dah pulang sama Senja tadi," jawabnya.

"Terus lo nungguin sapa?"

"Hmm ... siapa ya ...," Awan menatap Salju dengan tatapan menggoda.
Gadis mana coba yang tak bawa perasaan dilirik cogan sekolah.

Intinya bukan Salju. Salju langsung baper dilirik seperti itu oleh Awan. Apalagi ditambah senyum-senyum.
Awan nungguin gue? Ehh ... buat apa? What betulan? Apaan, sih, Awan. gumam Salju dalam batin.

Melihat Wajah Salju yang udah merah kayak tomat Awan malah ketawa terbahak-bahak. "Wajah lo lucu. Lo suka ya sama gue? Hahahha ...."

"Haaa! Gak lah. Siapa yang suka sama lo?"

Awan kembali melirik Salju, "Jangan suka sama gue. Gue dah punya pacar."

"Pacar bo'ongan, mana mungkin lo punya pacar! Mana? Mana pacar lo?"
Awan berdiri, lalu berjalan ke arah Salju. Dengan senyum yang sama seperti tadi.

Sunrise Become Sunset (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang