Part 10 : Suka

95 19 5
                                    

.

"Ye ... bukan gitu, sih .... Lo berarti udah gak bisa jalan-jalan sama kita lagi?"

"Masih bisa lah ... kan gue masih punya ATM sama Kredit," jawab Salju berusaha kembali tenang.

Wulan dan Pelangi terlihat ber-oh ria.

"Ke kelas yuk!" Salju mengangguk.
Mereka berjalan beriringan ke dalam kelas sembari sesekali tertawa karena lelucon masing-masing. Seakan sudah melupakan perdebatan dan percakapan yang mereka katakan tadi.

Mereka bersiap untuk ujian hari ini dan satu Minggu ke depan.

...

Dua Minggu berlalu. Dan ujian tengah semester telah selesai. Semua murid terlihat masih risih berdiri di tengah lapangan. Mereka semua tampak menunggu hasil yang akan keluar.

Hari itu, Sabtu di September yang cerah. Adalah hari dimana akan diumumkan pemuncak kelas setelah ujian tengah semester berlalu. Semua murid sudah berbaris rapi. Ada yang bergandengan tangan, ada yang gemetar dan menggigit jarinya, ada yang acuh dan tak memperdulikan sekitar. Ada pula yang hanya tertunduk diam dalam keheningan.

Itu Senja. Setiap kali gadis itu akan menerima rapor. Dia pasti akan kembali gugup dan tegang, padahal nilainya sudah jelas akan bagaimana. Dan dia sudah jelas akan meraih ranking berapa. Tapi, dia tetap gugup dan kikuk seperti biasa, walaupun namanya sudah tersebut sebagai juara umum.

Gadis itu hanya bisa berjalan gugup ke depan, menerima hadiah bungkusan buku, dan juga sebuah piala yang selalu dia dapatkan setiap meraih juara umum.

"Selamat, ya, Senja! Kamu selalu bisa pertahanin posisi kamu di juara umum dari kelas sepuluh sampai sekarang." Kepala Sekolah memberi selamat.

Siapa lagi kalau bukan Hadi? Bapak dari Fajar.

Sementara itu, seluruh lapangan riuh karena tepuk tangan. Perlahan juga terdengar bisik-bisik kagum, ataupun tak suka dengan kedudukan gadis itu. Tapi dia hanya diam, tak berani menatap sekitar.

"Senja lo hebat!" Seruan itu terdengar saat acara sudah berakhir.

"Fajar? Makasih ...." Senja menjawab pelan.

Awan, Salju, Wulan, dan Pelangi juga menghampirinya.

"Gue gak nyangka, selain wajah lo cantik, otak lo juga ...." Senyum merekah di wajah tampan milik Fajar.

Awan berdehem singkat. Berusaha menyadarkan Fajar dari kata-kata yang ia ucapkan. Seketika Fajar merasa malu karena menyadari kata-katanya.

Salju sekali lagi hanya bisa menatap malas.

"Senja, kita udah dua bulan ini deket, lho .... Kita juga udah jalan-jalan bareng. Ya, gak, Wan, Sa?" Fajar menatap kedua temannya dan dibalas anggukan singkat.

"Jadi, lo gak usah gugup lagi sama kita. Lo harus bisa menatap orang-orang dan gak harus selalu nunduk kayak gitu!"

Perkataan Fajar membuat Senja semakin menunduk. Malu. Dia tak bisa menyembunyikan rasa senangnya karena perkataan Fajar itu. Wajahnya bersemu, dan dia berusaha menyembunyikan wajah yang semerah tomat itu.

Fajar menatap Senja yang semakin menunduk itu heran. Tangan kekarnya meraih dagu Senja dan kemudian mengangkat kepala Senja pelan.

Sunrise Become Sunset (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang