Part 18 : Fajar dan Senja

62 16 1
                                    


"Gue juga tau. Di Singapura. Kuliah..."

"Dan besok dia bakal datang ke pernikahan Awan," celetus Pelangi.

"What?!" Aku berteriak sangking terkejudnya. Pelangi juga kaget melihatku tiba-tiba teriak kayak orang gila.

"Kalem, kalem...."

"Lo tau dari mana?"

Pelangi mengambil tisu disakunya dan sebuah bulpen. Dia begitu hafal menulis angka-angka. Seperti sederet nomor telfon.

"Senja kemarin ke sini. Entah buat apa. Buset dia cantik banget. 180° dari SMA. Kayak artis. Putih kinclong, glowing ...."

"Terus ...?"

"Hehehe ... gue minta no-nya."

Pelangi menyerahkan tisu itu padaku. Aku cuma bengong mengamati angka-angka yang berjejer di sana.

"Udah ya gue pergi dulu ... entar di marahin bos ... hehehe ...."

Pelangi pergi meninggalkanku yang masih asik dengan lamunanku sendiri. Terakhir Senja menghubungiku ketika di Bandara.

Sebelum dia hilang seperti terlenyap bumi. Apa aku harus menghubunginya lagi?

...

Itu Fajar. Terakhir aku dekat dia, dia cuma laki-laki nyebelin, nakal, dan sombong plus egois. Tapi kini dia cuma laki-laki pendiam yang terlihat selalu serius tanpa ekspresi. Hanya satu inci senyum tergores di bibirnya. Yang menghipnotis para wanita untuk memecahkan misteri dari laki-laki itu. Mungkin hanya aku dan beberapa orang tahu, bahwa misteri dari Fajar adalah kehilangan sosok Senja.

'Aku mencari, aku berjalan, aku menunggu, aku melangkah pergi, dan kau ... tak lagi kembali.'

Sebait syair itu kembali membuatku mengkhayati alur dalam cerita ini. Aku dengan gaun putih pendek tanpa lengan. Juga hiasan seperti serpihan salju menghiasi helai rambutku yang kukepang menjadi satu. Aku adalah pendamping wanita dalam acara pernikahan ini. Memegang buket bunga mawar putih di tanganku.

Aku berdiri sambil menyaksikan riasan dan gaun indah dari sahabatku Wulan. Dan senyum bahagia dari sahabatku Awan. Aku tak bisa membayangkan kenapa aku bisa menangis hari itu karena tak kuat melihat semua hal ini terjadi. Padahal ini salah satu hal terindah bagiku.

Itu Fajar, seperti biasa senyum misterius tanpa makna dia pasang.

Bahkan ketika memberi selamat pada sahabatnya Awan.

"Woi ... senyum yang ikhlas dong. Masak liat sahabatnya bahagia lo kayak orang lagi layat aja," sindirku.

Fajar cuma mengikik singkat lalu berkata, "Ya suka-suka gue."

Aku memutar bola mataku dan memalingkan wajahku karena sebal dengan sikap Fajar. Awas saja kalau kartu AS-ku sampai. Skak mat.

Lalu suasana yang awalnya romantis melihat dua pasang pengantin berganti, menjadi tatapan terpesona. Melihat seorang gadis berkulit bersih, bermata bulat, rambut hitam lurus yang terurai mengenakan gaun berwana pink. Warna favoritnya.

Dia tersenyum indah dengan bibir mugil mengkilat berwarna pink. Juga highlight berwarna pink yang mengkilat. Semua serba pink.

Aku tersenyum melihatnya datang. Artinya pesanku terbalas. Walau aku tak pernah mendapat balasan apapun dari pesanku. Tapi dia benar-benar datang. Sosoknya sangat indah saat itu. Sama indahnya seperti sunset di langit cerah. Atau sunrise di atas gunung. Sangat indah. Dan yang paling terpesona adalah Fajar.

"Halo Senja."

Fajar menatap gadis itu berbinar tanpa berkedip sedetik pun.

Wajahnya terihat cerah seketika, dan senyum yang selama ini dia simpan kembali mengembang. Senja datang di acara pernikahan Awan tapat waktu.

Dia benar-benar berubah, aku gak nyangka sama sekali jika Senja akan sangat menonjol seperti itu. Dia yang dulunya hanya menjadi seorang tokoh figuran, sekarang seolah menjadi pemeran utama dalam cerita ini. Aku dan teman-teman yang lain yang mengenal dia langsung berhenti di tempat.

Ini masih acara pernikahan, kan?

Bukan sebuah reuni?

Satu kata utuk Senja. Menawan.

Aku tersenyum dan melambai ke arahnya. Dia terlihat juga seperti lebih supel dan gak kikuk seperti empat tahun yang lalu. Dia juga tersenyum, dan kemudian melambai.

Awan dan Wulan juga melakukan hal yang sama saat mereka berdua sudah duduk di singgasana mereka.

Kedatangan Senja benar-benar membuat semuanya kaget.

Tapi, sekarang aku tak melihat Fajar sama sekali. Dia menghilang.
Dia yang tadinya keliatan begitu terpesona dengan Senja, kini sama sekali tak menampakkan diri saat aku sudah berada tepat di depan Senja dan kemudian memeluknya erat.

"Senja apa kabar?" tanyaku antusias.

"I'am Ok."

Dia menggunakan bahasa Inggris yang begitu fasih. Tak heran sih, karena dia sudah beberapa tahun di negara itu. Dia juga pasti berhasil mendapat IPK tinggi di tiap semesternya.

"Kamu gimana, Salju?" Senja balik bertanya padaku.

"Gue baik ... banget malah ...." Senyumku mengembang.

"Awan hebat banget, ya ... dia yang nikah duluan dibanding kita berempat ... kamu kapan, Sal?" Senja terekeh.

"Jangankan nikah ... calon aja belum, Sen ...."

Benar saja. Aku yang dulunya mengira jika dia adalah calon masa depanku, ternyata memilih gadis lain. Dan itu cukup membuat hatiku hancur berkeping-keping. Aku tak tahu, bagaimana nasib percintaanku ke depannya.

"Eh, lo uda-"

"Fajar mana, Sal?"

Dia memotong pertanyaanku. Dan dia menanyakan Fajar yang sudah berubah semenjak dia tinggalkan. Fajar juga sepertinya masih menunggu Senja kembali dari Singapura. Buktinya dia sama sekali tak menjalin hubungan apapun selama 4 tahun belakangan ini dengan seorang gadis. Sesetia itukah Fajar?

"Gak tahu ... tadi dia di sebelah gue, eh tau-tau aja ilang ...." Aku menjawab seadanya.

"Owh ...." Senja menjawab pelan dengan muka lesu.

Dari wajahnya terlihat jelas jika dia sangat kecewa. Dia ingin bertemu dengan Fajar! Aku harus melakukan sesuatu untuk kisah mereka!

Bukankah itu bagus? Kalian menginginkan akhir kisah Senja dan Fajar bahagia, bukan?

Baiklah, akan kulakukan.
Aku tak mau kisah mereka berdua berakhir selayaknya matahari terbit dan matahari terbenam yang tak akan pernah menyatu dan bersatu. Mereka harus bersatu, walaupun Senja dan Fajar sejatinya tak akan pernah bertamu.

Aku juga tak mau, jika kisah cinta Senja dan Fajar berakhir sepertiku. Tak punya pasangan, cintak bertepuk sebelah tangan, dan selalu memendam perasaan. Mereka tak boleh merasakan hal yang sama.

"Ayo! Kita cari Fajar sama-sama!" Aku akhirnya menarik tangan Senja dan berjalan ke arah beakang rumah Awan yang lumayan mewah. Tak menyangka bukan? Jika dia akan begitu sukses meneruskan rumah makan keluarganya?

"Ke mana?" Senja bertanya di sela-sela penarikan paksaku.

"Nah! Itu Fajar!" ucapku semangat melihat Fajar berdiri di tapi kolam renang sendiri sembari menatap langit.

"Te-terus?" tanya Senja tergagap.
Oke. Cara bicara Senja yang selalu gagap kembali lagi.

Aku tahu kenapa alasan jelas dan pastinya. Dia akan gagap jika berada di dekat Fajar. Simpel bukan?

"Sono!" Aku mendorong tubuhnya agar bisa mendekat ke arah Fajar.
Dan bodohnya lagi, Fajar sama sekali tak menyadari kehadiran kami di belakangnya. Aku hanya berlari kembali memeasuki rumah, dan membiarkan mereka berdua.


.
.
.
.

TBc

Sunrise Become Sunset (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang