22

1K 171 12
                                    

"Ma..." panggil gadis berpipi gembul saat memasuki dapur.

"Ya?" sahut sang mama yang masih fokus pada masakannya untuk makan siang.

"Ini garamnya."

Umji meletakkan garam yang dibelinya tadi ke dalam lemari bumbu.

"Langsung salin aja, dek," pinta Mama Kim.

Umji mengangguk walau sang mama tidak melihat responnya. Tangannya segera mengambil wadah dan sebungkus garam yang dibelinya. Umji membuka bungkus garam dan memindahkannya ke dalam wadah.

Satu pertanyaan tiba-tiba muncul di benak Umji. Dan tampaknya pertanyaan itu perlu dikemukakan saat ini juga.

"Ma? Hari ini Mama ada main ke rumah sebelah gak?" tanya Umji sekali lagi.

"Rumah Bu Chwe?" Mama Kim memastikan.

"Iya..."

"Sejak kemarin sih Mama belum ke sana. Kenapa, Ji?"

"Gak kenapa-kenapa, Ma."

Jawaban dari Mama Kim membuat Umji terkejut. Terus Vernon tau dari mana? Kak Bobby?

Umji menutup wadah yang sudah berisi garam. Ia memperhatikan beberapa butir garam yang tumpah. Telunjuknya menyentuh butiran tersebut dan mengarahkannya pada mulutnya. Ia mengecap telunjuknya dengan ujung lidah.

Eh? Asin. Duh... gue ngapain sih?

Sepertinya Umji sudah stres memikirkan dari mana Vernon tahu dirinya lulus jalur undangan?

"Ma, aku ke Kak Bobby dulu, ya?" pamit Umji sambil meletakkan wadah garam ke lemari bumbu

"Iya, bangunin sekalian. Suruh mandi terus makan, katanya ada kuliah jam dua," pinta Mama Kim.

"Siap, Ma!"

Umji berlari kecil menuju kamar Bobby yang ada di sebelah kamarnya. Umji mengetuk pintunya dengan keras.

"Kak? Aku masuk, ya?" izin Umji.

"Hm," suara dehaman Bobby terdengar dari balik pintu.

Umji membuka pintu kamar sang kakak disertai sedikit bantingan.

"Heh! Hancur nanti!" tegur Bobby.

Ternyata Bobby tidak tidur. Ia sedang sibuk memainkan game di ponselnya sambil tengkurap di atas karpet bulu.

Umji tersenyum tanpa dosa. Sepertinya jiwa tengil SinB sudah menular pada Umji.

"Kak, disuruh Mama mandi terus makan," kata Umji menyampaikan pesan mamanya.

"Iya, nanti," sahut Bobby sambil tetap fokus pada game-nya.

Baiklah. Umji ragu untuk menanyakan pertanyaan yang ada di pikirannya saat ini.

"Um.. Kak!" panggil Umji.

"Hm?" respon Bobby.

Umji ikut berbaring di samping Bobby, wajahnya menghadap langit-langit kamar Bobby. "Kakak hari ini ada main ke rumah Vernon gak?"

"Hah?"

"Ya... kakak sepanjang pagi ini ke rumah sebelah gak?

"Enggak, tuh. Kan dari tadi kakak di kamar terus."

"Iya sih... lagian kakak juga mau apa ke sana? Ngapelin Sophia? Ya kali Sophia-nya mau."

"Hey, mulai deh! Udah sana keluar! Kakak mau siap-siap, mau kuliah."

Bobby mematikan layar ponselnya dan beranjak duduk.

Umji ikut duduk. "Ih... ngambekkan," kata Umji sambil mencubit pipi Bobby gemas.

Setelah itu, Umji bangkit mengikuti perintah Bobby yang mengusirnya.

Bukan Kak Bobby. Terus siapa?

. . . . .

Menjadi pengangguran selama 2 bulan sangat tidak menyenangkan. Ya... setelah UN selesai, pasti diliburkan. Acara perpisahan? Sekolah Umji baru akan melaksanakannya minggu depan.

Sungguh Umji tidak sabar untuk ke universitasnya besok. Ini masih jam 3 sore dan ia sungguh bosan di rumah.

Drtt... drtt...

Handphone Umji bergetar di atas meja belajar. Getarannya membuat suara heboh. Umji yang sedang tiduran di kasur langsung panik. Panik dengan handphone-nya yang terancam jatuh.

Umji berdiri dan meraih benda pipih itu. Ada panggilan suara via WhatsApp dari SinB. Kalau panggilan via pulsa sepertinya hanya akan SinB lakukan saat awal bulan.

Gadis itu mengangkat telpon dari sang sahabat dengan malas.

"Halo?" buka Umji.

"Sahabat macam apa lo? Lulus jalur undangan kagak bilang ke gue? Udah bosen temenan sama gue? Gue udah panik takut lo gak lulus terus ngelakuin hal macem-macem, eh pas gue cek di website ternyata lulus. Minta ditampol, ya?" oceh SinB.

"Tolong telinga gue butuh oksigen..." Umji memindahkan ponselnya ke telinganya yang satu lagi.

"Heh! Jawab!"

"Biiii... pikiran gue gak sependek itu buat ngelakuin hal macem-macem cuma karena gak lulus jalur undangan."

"Terus, kenapa gak bilang-bilang kalau lo lulus? Udah main rahasia-rahasiaan sekarang?"

"Ih, bukan gituuu... sorry, gue lupa kasih tau saking bahagianya lulus."

"Kapan lo daftar ulang?"

"Besok."

"Yaudah, gue ikut."

"Lah? Mau apa?"

"Sebagai perwujudan maaf lo."

"Bilang aja mau jalan-jalan."

"Hehe... tau bener anak gue satu ini."

"Langsung ngomong sama Kak Bobby aja kalau mau ikut."

"Iya, besok gue ngomong langsung pas gue udah di rumah lo."

Umji menggeleng pelan mendengarnya. Aneh-aneh saja tingkah SinB. "Eh iya! Sekalian ajak Moonbin, deh."

"Dih, ngapain ajak-ajak manusia satu itu?"

"Biar Kak Bobby ada temennya."

"Hm, yaudah nanti gue ajak."

Iya nanti. Entah kapan nantinya. Tapi Umji tenang-tenang saja, rumah SinB dan Moonbin saling berhadapan jadi mudah berkomunikasi. Mereka bertetangga, seperti rumahnya dan rumah Vernon.

Ah! Umji jadi teringat pertanyaannya tadi pagi.

"Bi? Lo ceritain ke Vernon gak kalau gue lulus jalur undangan itu?" tanya Umji.

"Vernon? Enggak. Gue aja jarang ngobrol sama dia," jawab SinB dari sebrang sana.

Deg.

Untuk kesekian kalinya dalam hari ini Umji terkejut dengan fakta yang ada.

Lah? Terus si Vernon tau dari siapa lagi?






^ ^ ^

Ya kayaknya Vernon bakal jadi the next SinB, cenayang.

Mohon koreksinya :)

Pacar Lima Langkah [Umji x Vernon FF] 》END《Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang