Attara mengaduk-aduk sisa kuah sotonya yang tentu saja seluruh isinya sudah habis. Tatapannya kosong dan wajahnya sedikit pucat. Setelah kejadian Jumat lalu, yang dimana akhirnya dengan sangat terpaksa Doyoung mengantarkan Attara kembali ke rumahnya, karena gadis itu memaksa dan mengancam akan memesan ojek online sendiri; Doyoung tentu tidak akan membiarkannya pulang sendirian, Attara kembali menjadi dirinya yang berbulan-bulan lalu, yang dilanda kegalauan berat.
Tetapi disisi lain Attara sudah tidak sesedih sebelumnya, dirinya masih bisa fokus ke hal-hal lain, makan makanan kesukaannya, dan tertawa bersama teman-temannya.
Yang udah-udah, sih, gitu. Begitu pikir Attara. Jadi walaupun rasa sedih itu masih ada, gadis itu tidak ingin membiarkan dirinya terlalu dilaruti perasaan tersebut.
"Namanya juga efwebe, lu ngarep apa sih, Tar?" Tanya Hayi ceplas-ceplos. Dan Attara tidak mengelak. Karena memang begitu keadaannya. Setidaknya untuk sekarang-sekarang ia sudah bisa berpikir sedikit jernih.
Sementara itu Doyoung hanya bolak-balik memandangi Attara dari tempat dimana ia duduk. Perasaan bersalah mengabuti pikirannya.
Dan dua hal yang mereka berdua sama-sama tahu, pada akhirnya, keduanya pasti akan berakhir di genggaman masing-masing. At the end of the day, they'll be together again. Tetapi entah kenapa saat ini rasanya beda; mereka tidak yakin.
Attara meremas rambutnya kesal, "Pusing gue kaya gini terus."
Hayi menelan pempeknya sebelum menjawab pernyataan Attara dengan pertanyaan, "Gue kira lu udah baikan semenjak pulang bareng yang waktu itu tuh, udah lama banget kan?"
"Iya tapi abis itu ya kaya gini lagi." Attara menghela napas berat, Hayi sampai kasihan melihatnya. Tapi gimana ya, Attara-nya juga dablek kalau dibilangin.
Doyoung tidak berusaha menguping pembicaraan mereka, kok. Tetapi dia sudah bisa menerka-nerka apa yang sedang dibicarakan lewat raut wajah Attara. Lelaki itu berusaha terlihat menyibukkan dirinya dengan memantik rokoknya.
========================================================
Apakah ini satu-satunya cara mereka berbaikan? Apa ini satu-satunya cara agar mereka tidak saling merasa bersalah atas apa yang terjadi?
Gadis ini sekarang berada diatas pangkuan pemuda yang sama-sama polos tanpa apapun; saling bertautan dan saling mencari puas. Pemuda itu bisa merasakan bekas air mata yang keluar dari kedua mata gadis itu dan dirinya tidak bisa tidak merasa bersalah sehabisnya.
Tetapi apa lagi yang harus mereka lakukan, setelah api yang ada di tubuh mereka memadam, keduanya akan terdiam bersama dengan berkabut pikiran. Dan hanya pelukan yang setidaknya dapat menenangkan pikiran mereka.
Tidak ada yang membahas apa yang sedang terjadi pada mereka. Jika saja Attara tidak pernah menaruh perasaan duluan, semua ini mungkin tidak akan pernah terjadi.
Atau mungkin tetap terjadi, bedanya, tidak ada perasaan sensitif yang ikut-ikutan.
"Yang lo bilang kemarin," Doyoung memulai pembicaraan tanpa aba-aba, "You don't really mean it, right?"
Attara menolehkan kepalanya kearah samping, kearah Doyoung, kedua matanya seperti tidak percaya akan perkataan lelaki tersebut.
Gadis itu menghela nafas, apakah dunia mereka hanya akan berputar-putar seperti ini saja?
Tanpa menjawab, Attara langsung bangun dari tempat tidur Doyoung dan berjalan untuk mengambil kemejanya yang berada di kursi; lalu memakainya.
"Mau kemana?" Tanya Doyoung dengan raut wajah sedikit panik, namun intonasi suaranya tetap berusaha tenang dan tidak terkesan ngegas. Attara hanya menoleh sebentar lalu melengos.
"Ke mana kek, yang penting nggak disini." Sahut Attara, ngegas.
Tanpa babibu Doyoung langsung bangkit dari posisinya dan mencengkeram lengan Attara dengan kasar. Lelaki itu benar-benar tidak suka ketika ia berusaha tetap tenang dan datar, namun Attara menjawabnya dengan nada tinggi atau intonasi kasar.
Doyoung tidak melepaskan cengkeramannya sama sekali, mengetahui pasti Attara sedang berusaha menahan sakitnya dan cengkeramannya akan meninggalkan bekas keunguan di tangan gadis itu.
Attara hendak melayangkan satu tangannya yang bebas dan telapak tangannya baru saja akan mengenai pipi Doyoung jika saja lelaki itu tidak dengan cepat mengunci kedua pergelangan tangan gadis itu hanya dengan satu tangan.
Cengkeramannya kali ini lebih kuat dan benar saja, bekas tangan Doyoung terpampang jelas di lengan Attara.
Satu lagi alasan yang cukup kuat untuk mereka meninggalkan masing-masing: keduanya bisa tanpa takut menyakiti satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
( 2 ) TASTE.
Fanfictionpain(causer)killer. (sequel to TOUCH.) © 2018 charliesletter