"Kenalin, nih, Yongguk, Attara, Attara, Yongguk."
Joy mendorong punggung Attara agar gadis dengan plester hijau bergambar binatang-binatang di tangannya itu bersalaman dengan lelaki bermata sipit namun dingin tersebut.
"Iya iya nggak usah pake dorong-dorong juga, sat." sahut Attara sebelum melontarkan senyum awkward kepada lelaki bernama Yongguk-Yongguk itu. "Hehe, hai."
Yongguk kemudian tersenyum tipis, "Hai juga,"
Terus apa?
Refleks kedua mata Attara menatap was-was ke sekelilingnya, entah kenapa ada rasa takut kalau-kalau Doyoung melihat Joy mengenalkan Attara kepada temannya ini. Sama temannya Hanbin yang sama-sama kenal aja dicemburuin, gimana sama temannya Joy yang Doyoung belum kenal?
Buat pengalihan, begitu bisik Joy beberapa hari sebelum mengenalkan Yongguk kepada Attara.
Di satu sisi Joy ada benarnya juga, Attara butuh pengalihan. Gadis ini butuh peralihan dari pemuda yang hampir setiap hari menanam luka baru di hatinya dan di kulitnya. Gadis ini butuh peralihan dari keinginan untuk menyakiti pemuda itu dengan rasa sakit yang sama. Gadis ini butuh sembuh dari luka-luka tersebut.
Selama sebulan Attara berusaha menyibukkan dirinya bersama Yongguk, tidak peduli seberapa seringnya gadis itu bertemu Doyoung di kampus, Attara pasti selalu menemukan excuse untuk menjauhi pemuda itu dan bertemu dengan lelaki bermata dingin dan penyuka kucing bernama Yongguk.
Yongguk merupakan orang yang cukup mudah diajak berteman, menurut Attara. Sebenarnya sama dengan teman laki-lakinya yang lain, tidak begitu ada yang spesial. Namun Yongguk jelas lebih baik dalam menyampaikan apa yang dirasakannya, Yongguk lebih tenang, dan masih menerapkan prinsip lo-lo gue-gue dalam pertemanan mereka. Dan tentunya jauh lebih perhatian dalam arti yang baik daripada Doyoung.
Memang tidak seharusnya Attara membanding-bandingkan Yongguk dengan Doyoung. Tetapi dalam kondisi hatinya yang seperti itu, tentu pikiran tersebut pasti akan menyeruak dengan sendirinya.
"Udah makan?" Tanya Yongguk sedikit menoleh ke belakang agar Attara yang duduk dibelakangnya dapat mendengar dengan jelas. Saat itu sedang lampu merah di perempatan Antasari, diatas vespa berwarna hijau doff milik Yongguk.
Attara terlihat seperti sedang berpikir, "Udah makan dua kali, malah."
Kemudian gadis ini dapat mendengar Yongguk tertawa kecil seraya menjalankan vespanya lagi ketika lampu sudah hijau, "Besok-besok gue nanyanya lo udah makan apa aja ya berarti? Salah kayanya kalo nanya lo udah makan apa belom."
Kalimat Yongguk sedikit terbawa angin karena jalanan Antasari tidak seramai biasanya dan pemuda itu membawa vespanya dengan sedikit cepat, namun Attara tetap menangkap jawabannya dan gadis itu mau tidak mau ikut tertawa.
Kalau boleh jujur, Attara sangat nyaman diperlakukan seperti itu. Diperhatikan hal-hal kecil yang sebenarnya tidak terlalu penting, ditanya lebih suka kopi susu dengan gula aren atau dengan gula cair biasa, lebih suka salted egg atau sambal matah, dan dibelikan celengan yang kalau ditaruh koin nantinya akan keluar kucing yang dapat mengambil koin tersebut.
"Biar lo nggak impulsif lagi." Ujar Yongguk, dengan gaya sok cuek namun tidak bisa menyembunyikan senyuman malu-malunya.
Atau ketika Yongguk dengan iseng memberikan Attara hiasan pohon natal kecil yang pemuda itu lihat di Scoop. Katanya, entah kenapa jadi teringat Attara.
Tetapi, memang pada dasarnya hati menginginkan siapa, bukan Yongguk yang Attara harapkan dapat mengatakan hal-hal tersebut, atau memerhatikannya dengan sebegitu detailnya.
Bukan Yongguk yang ia harapkan menjemputnya dari tempat magang, lalu berjalan menelusuri padatnya Antasari diatas vespa hijau doff-nya, dan berakhir di Tuku Cipete dan mengobrol sampai kedai tersebut tutup.
Bukan, bukan Yongguk.
Siapa lagi?
Walaupun gadis itu tidak bisa memungkiri bahwa ia senang diperlakukan seperti itu, bukan Yongguk yang dia mau.
Bukan si ramah, detail, dan penyabar Yongguk.
Melainkan Doyoung.
Doyoung dan segala ketidaksempurnaannya. Doyoung dan segala ketegaannya dalam menyakiti Attara. Doyoung dan pelukan hangatnya saat malam hari. Doyoung dan kecupan-kecupan ringannya. Doyoung dan kedua tangannya yang mampu membuat Attara merasa aman. Doyoung dan wangi tubuhnya yang khas. Doyoung dan segala-galanya.
Makanya, hari itu, Attara dengan tumben menolak tawaran Yongguk yang ingin menjemputnya, alasannya karena ingin pergi dengan salah satu teman magangnya.
Untungnya Yongguk tidak keberatan, setelah yakin bahwa pemuda itu tidak akan menjemputnya, Attara dengan sigap memesan ojek online untuk pergi ke arah Gandaria.
Mana lagi kalau bukan kos-kosan Doyoung.
Ada rasa sedikit bersalah di hati Attara karena membohongi Yongguk. Tetapi tidak ada lagi yang gadis itu inginkan lebih dari ini; Attara hanya ingin melihat Doyoung, setelah selama sebulan penuh gadis itu menjauhi lelaki itu.
Dan juga ekspresi terkejut di wajah Doyoung begitu melihat gadis dengan kaus berwarna kuning mustard dan kulot hitamnya terengah-engah di depan pintu kamarnya.
Yang Attara dan Doyoung tahu, keduanya kemudian hanya berpelukan lama, because it felt like forever when they're away from each other.
Tidak tahu kedepannya akan bagaimana, yang pasti, hari ini, malam ini, mereka bersama. Dan semuanya sudah cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
( 2 ) TASTE.
Fanfictionpain(causer)killer. (sequel to TOUCH.) © 2018 charliesletter