013

4.5K 734 140
                                    

"LAH jadi selama ini lo nggak tau kalo Sejeong tuh mantannya Doyoung???"

"LAH MANA GUE TAU EMANGNYA GUE NANYA-NANYA???"

Joy langsung menepuk jidatnya, Attara meringis di depannya. Ya mana dia tau, sih?

Selama Attara bersama Doyoung mereka tidak pernah membicarakan past relationships mereka kepada satu sama lain. Sejak yang ada di pikiran mereka berdua hanyalah bagaimana mereka berdua menjalani hari-hari mereka saja, tanpa mengetahui apa yang akan terjadi ke depannya atau di belakangnya.

"Ya menurut lu aja deh, Tar. Ngapain juga Doyoung sampe pindah kosan ke Radio Dalam padahal semenjak maba dia sekosan sama gue di Senopati?"

"Ya biar gampang ke Sejeong-nya!" tambah Joy.

Attara jadi langsung pusing, tapi sama sekali tidak pernah mempermasalahkan hal itu karena menurutnya, ya, Doyoung dan Sejeong sudah tidak ada apa-apa lagi. Masalah mereka berdua jauh lebih parah dibandingkan jika Attara mesti juga memikirkan Doyoung dan Sejeong ini.

Ditambah,

"Tar, mungkin salah satu alasan kenapa Doyoung nggak bisa sama lo, karena dia belum bisa move on dari Sejeong."

==================================================

Namun entah bagaimana Attara teringat akan perkataan Joy. Tiba-tiba perasaannya menjadi tidak enak. Ditutupnya laptop gadis itu dengan agak kasar, meninggalkan proposal skripsi yang baru setengah ditulis, lalu mengisyaratkan kepada Daniel Kanaka; teman matrikulasinya dulu sekaligus barista dimana Attara menikmati kopinya tadi; bahwa gadis itu akan pergi duluan.

Begitu Daniel melambaikan tangannya ke Attara, gadis itu langsung bergegas menuju mobil Rush Bordeaux-nya. Hanya satu tujuannya kali ini.

Gadis itu menelusuri padatnya jalanan Kemang, Dharmawangsa, hingga Radio Dalam, tanpa tahu kenapa sedaritadi jantungnya berdegup kencang tak beraturan. Yang pasti gadis itu hanya berharap semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.

Sesampainya di kosan Doyoung, Attara menghela napas lega begitu menemukan Brio hitam Doyoung yang terparkir.

Tetapi jantungnya kembali berolahraga dengan dilihatnya sepasang loafers berwarna merah maroon yang ada di depan pintu kamar Doyoung.

Merasa bahwa sudah tidak perlunya lagi merasa gengsi karena perdebatan mereka beberapa hari lalu, dengan kekuatan yang tidak Attara duga gadis itu membuka pintu kamar Doyoung kasar.

Hanya untuk menemukan Doyoung dan Sejeong yang hampir saja menautkan bibir mereka berdua.

Keduanya melihat Attara dengan tatapan shock, namun Doyoung berdiri duluan dan hendak menghampiri Attara. Attara tidak berkata apa-apa tetapi segera meraih beberapa bajunya yang terlihat di rak pakaian Doyoung, tidak sama sekali menggubris Doyoung yang terus-terusan memanggil namanya dan berusaha agar gadis itu melihat kearahnya.

Ingin rasanya Attara berteriak, atau menjatuhkan rak buku dan pakaian milik Doyoung ke lantai, membuat keributan, mencopot pintu, apapun yang dapat memperlihatkan amarahnya sekaligus meredakannya. Tetapi tubuhnya serasa melawan otaknya, hatinya seperti bergemuruh tapi yang dilakukan gadis itu hanyalah mengambil barang-barangnya sendiri, persis orang ingin minggat.

Seperti ada suara berdengung yang keras di telinga Attara.

"Attara!" Suara itu lama-lama semakin jelas.

"Apa, sih!" sahut gadis itu, ketus.

Doyoung menarik lengan gadis itu, tidak bisa dikatakan dengan kasar, tetapi cukup kuat untuk membuat Attara berhenti dari pergerakannya.

Tanpa disadari tangan Attara bergetar di genggaman Doyoung, tanda bahwa sekarang gadis itu sedang menahan emosinya yang menggebu dan meledak-ledak. Bisa Attara lihat Sejeong yang menatapnya dengan tatapan khawatir, namun Attara hanya tersenyum.

"Hai, Sejeong." sapa Attara dengan nada lembut.

Kemudian Doyoung mengisyaratkan Sejeong agar gadis itu meninggalkan mereka berdua terlebih dahulu, dan Sejeong langsung mengerti. Gadis itu keluar dari kamar Doyoung dan menutup pintunya dengan pelan. Meninggalkan Doyoung dan Attara yang langsung menghujani dada pemuda itu dengan pukulan-pukulan yang bisa dibilang cukup keras.

Dan Doyoung yang dengan sangat amat terpaksa menampar Attara keras, membuat Attara bisa merasakan memar yang sudah pasti muncul di pipinya itu. Telinganya seperti berdenging keras karena tamparan itu.

Semakin bulat keputusan itu dibuat.

"Sebenarnya perasaan siapa, sih, yang gue jaga selama ini?" tanya Attara lebih kepada dirinya sendiri seraya berusaha membangkitkan tubuhnya lagi yang sempat limbung karena tamparan keras Doyoung.

Lelaki itu semakin bingung, kenapa Attara bisa sekalem ini padahal pemuda itu tahu perbuatannya tadi pasti menyakiti gadis di depannya. Kemana Attara yang tidak tanggung-tanggung akan membalas pukulannya dengan sama kuat? Kemana Attara dan emosinya yang tidak pernah ingin merasa kalah tersebut?

"We're done. Persetan, lah, sama lo dan semua ini."

Dengan begitu Attara berjalan menuju pintu untuk keluar, dan tangan Doyoung menahan tangan gadis itu dengan sangat lembut, pelan.

Dan Attara tidak boleh luluh.

Attara sudah tidak bisa luluh lagi.

( 2 )  TASTE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang