Attara nyaris menjatuhkan tumpukan buku yang ada di tangannya, mendengar suara orang yang memanggilnya itu membuat gesturnya kaku, tetapi gadis itu berusaha untuk terlihat biasa saja.
Tidak butuh waktu sampai berminggu-minggu untuk Attara merasa baik-baik saja; dilihat dari apa yang baru saja menimpanya. Tetapi tetap saja, gadis itu tidak akan pernah bisa menyangka apa saja yang bisa orang tutupi hanya dengan wajah polosnya.
"Eh, iya. Gak kuliah lu?" tanya Attara tanpa bertele-tele dan langsung menaruh graphic novel yang tadinya ia tertarik. Entah mengapa setelah tahu Yongguk berada di toko buku yang sama, mood-nya tiba-tiba hilang.
Yongguk tertawa kecil, dan Attara hampir merinding. "Gue part-time disini,"
Attara mengangkat kedua alisnya, "O-oh..." Baru tahu dia.
Mengetahui gerak-gerik Attara yang mendadak canggung, mau tak mau Yongguk juga jadi merasa tidak enak. Semenjak kejadian itu, lelaki ini tidak tahu bagaimana caranya untuk meminta maaf; walaupun ia tahu ia harus.
Dan lelaki itu tahu bahwa sekarang pun bukan waktu yang tepat.
Pemuda tersebut hendak berbicara lagi kalau saja tidak muncul seorang pemuda lain dengan kaus putih memandang kearah Attara dengan tatapan yang tidak bisa dideskripsikan. Yongguk sedikit memicingkan matanya begitu lelaki itu menaruh satu tangannya di saku belakang celana Attara.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dan tentu saja gadis itu sedikit melompat karena kaget, terlebih lelaki itu melakukannya di depan Yongguk. Kemudian Attara menggaruk sisi kepalanya yang tidak gatal, lalu mengenalkan kedua lelaki itu kepada satu sama lain.
"Udah?" tanya Doyoung dengan beberapa kanister film kosong di tangan kirinya, Attara hanya mengerjapkan kedua matanya lalu berdeham pelan.
"Eh, kenalin dulu, ini Yongguk. Yongguk, Doyoung."
Doyoung seperti biasa akan berdiam dan mempelajari secara singkat orang yang akan berkenalan dengannya, sementara itu tangan kanannya masih berada di dalam saku belakang Attara.
Karena Doyoung terdiam sedikit lebih lama dari yang Attara perkirakan maka gadis itu menyikut pelan sisi tubuh Doyoung, membuat lelaki itu tersadar dan segera menjabat tangan Yongguk dengan mantap.
Lalu Doyoung menatap Attara lagi, "Udah?"
Attara mengangguk cepat dan menaruh buku-buku yang mau dibeli di meja kasir, membiarkan Yongguk meng-scan ISBN buku-buku tersebut. Sampai akhirnya ketika Yongguk meng-scan sebuah buku cerita anak-anak berjudul How The Grinch Stole Christmas, lelaki itu memutuskan untuk berbasa-basi.
"Udah nonton filmnya, Tar?" tanya Yongguk sambil berusaha tersenyum dan menaruh buku tersebut kedalam tote bag bertuliskan nama toko tersebut. Attara menggigit bagian dalam pipinya sebelum menjawab, karena tahu bahwa Doyoung will surely not going to like it kalau mereka tetap mengobrol.
"Belum sempet waktu itu gara-gara magang," sahut Attara dengan wajah seperti bersedih karena memang ia belum sempat menonton film Grinch itu dikarenakan kegiatan magangnya yang padat.
"Temen sebelah kamar kos gue kayanya punya, dia juga suka nonton film begitu soalnya."
Mendengar kata-kata kos Attara langsung bergidik kecil, sementara Doyoung yang berada di sebelah gadis itu terus memperhatikan bagaimana kedua orang tersebut berbicara, bagaimana si Yongguk-Yongguk ini terus melihat kearah Attara dengan kedua matanya yang tajam, dan bagaimana Attara selalu menunduk ketika menjawab dan bagaimana kata-kata yang keluar dari mulut gadis itu terdengar canggung.
Setelah menyebutkan harga dan membayarnya, tanpa babibu dan belum sempat mengucapkan terima kasih, Doyoung langsung menarik keluar Attara dari toko buku tersebut dan menaruh tangannya di belakang leher gadis itu dengan gerakan mendorong. Jantung Attara langsung berdetak kencang.
Karena walaupun gadis itu sudah memutuskan untuk mengubur jauh-jauh perbuatan Yongguk yang dilakukan kepadanya, tetapi perasaan takut itu masih saja berada di permukaan.
Namun Attara juga harus bersiap-siap menjawab ribuan pertanyaan yang akan dikeluarkan oleh Doyoung, dan gadis itu tahu bahwa ia selalu harus jujur dalam menjawabnya.