008

4.6K 715 74
                                    

Attara sedang berpikir, dengan tangan kanannya yang berada diatas perut Doyoung yang juga sedang memeluknya dengan satu tangan, sementara tangan satunya digunakan untuk membantali kepalanya. Gadis itu bisa merasakan nafas Doyoung di wajahnya, dan memutuskan bahwa sekarang lelaki itu tertidur pulas.

Ditariknya tangannya sendiri yang memeluk Doyoung dan kemudian tubuhnya terbaring menghadap sisi yang berlawanan. Nafas gadis itu teratur, dan ekspresinya tetap datar. Sambil memeluk dirinya sendiri, Attara menyadari bahwa tidak ada luka-luka baru yang tertanam di tubuhnya.

Iya, luka-luka. Karena 'luka' saja tidak cukup mendeskripsikan berapa banyak yang mampu Doyoung buat.

Kemudian ia menghela nafas berat; seperti berusaha mengeluarkan rasa sesak yang ada di dadanya.

Karena sampai kapanpun, Attara tidak akan pernah tahu kapan mereka akan berhenti. Kapan dirinya akan berhenti. Walaupun dalam hatinya ia sangat ingin berhenti.

Memiliki perasaan kepada Doyoung itu sakit, memiliki Doyoung itu sakit, namun harus meninggalkan Doyoung juga lebih sakit.

Karena di satu sisi juga, Doyoung adalah obat dari seluruh luka-lukanya.

==================================================

"Kemarin jalan sama temennya kemana?"

Attara nyaris tersedak mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Yongguk, yang dimana saat ini mereka berdua sedang makan malam di Marugame Udon Gandaria. Gadis ini nyaris lupa kalau dirinya sempat berbohong saat itu hanya karena ingin menemui Doyoung.

Gadis didepan Yongguk berdeham, "Cuma ke Central Park, abis itu langsung balik."

Yongguk hanya ber-hmm, "Jauh banget mainnya?" dan Attara hanya bisa terkekeh, berusaha agar tidak terlihat canggung; namun yang lebih penting, supaya tidak ketahuan bohong.

Soalnya, mau bohong soal apapun, kepada siapapun, walaupun sekecil apapun pasti akan meninggalkan rasa tidak. Dan Attara nggak suka perasaan itu.

"Nanti mau temenin gue gak?" tanya Yongguk lagi.

"Kemana?"

"Kosan temen di Kemang."

"Boleh deh, deket rumah gue juga." Attara mengiyakan tanpa ragu.

Padahal seharusnya, tidak salah untuk ragu sedikit.

Dasar Attara yang selalu berpikir bahwa semua akan baik-baik saja, ia selalu berusaha untuk melihat apapun dari sisi yang positif. Anaknya terlalu memaklumi, dan jarang berpikir yang tidak-tidak.

Padahal juga, kalau ia ragu-ragu, mungkin saja ia tidak akan berada disini.

Selama Attara berteman dengan Yongguk, gadis itu tidak pernah tahu menahu mengenai dimana lelaki itu tinggal, walaupun Yongguk sudah tahu dimana rumah Attara karena beberapa kali mengantar. Kosan 3 lantai dengan interior dan eksterior minimalis itu ternyata kosan Yongguk sendiri.

Ya, Yongguk berbohong. Mungkin sama seperti Attara, alasannya berbohong karena untuk dirinya sendiri. Bedanya, Yongguk mempunyai maksud lain.

Dan Attara tidak pernah tahu bahwa pemuda ramah dan penyuka kucing ini ternyata lebih brengsek daripada Doyoung.

Demi Tuhan, Attara tidak pernah menyangka.

Serius Joy berteman dengan orang seperti ini???

"Jangan deketin gue."

Intonasi Attara cukup rendah dan seharusnya juga bisa membuat Yongguk berkutik. Pemuda yang sudah menanggalkan kaus hitamnya tersebut hanya tersenyum miring; senyum yang Attara tidak pernah lihat sama sekali dari seorang Yongguk. Sementara pemuda itu tidak sama sekali merasa salah dengan apa yang akan ia perbuat.

Ketika Yongguk berjalan mendekati Attara, gadis itu melipir ke dinding abu-abu di kamar Yongguk dan menghindar dari pemuda itu sebisa mungkin. Namun tentu Yongguk lebih cepat dan kuat, walaupun ukuran tubuhnya kurang lebih sama seperti Doyoung.

Attara kemudian merasakan sakit yang familiar di kedua pergelangan tangannya, dimana sekarang Yongguk mencengkeramnya dengan hanya satu tangan, kemudian menarik kasar gadis itu kearah kasur berukuran double bed miliknya.

Kedua kaki gadis yang meronta-ronta itu ditahannya dengan cara diduduki Yongguk sendiri, dan Attara tidak bisa tidak berteriak ketika merasakan tulang kakinya seperti ditindih.

"Diem!" perintah Yongguk kasar dan menutup mulut Attara dengan tangannya setelah melayangkan tamparan keras di pipi Attara.

Sebagaimanapun gadis itu berusaha memukul, mendorong Yongguk, tetap saja pemuda itu berhasil membuka kemeja Attara dengan kasar.

"Yongguk, jangan, tolong..." rintih Attara ketika sekarang Yongguk berusaha menarik turun bra-nya, dari kedua matanya terus keluar air mata, dan tubuhnya sudah tidak kuat lagi melawan, ditambah kedua kakinya yang masih diduduki oleh Yongguk. Jika saja kedua kakinya tidak ditahan, dengan sangat yakin Attara akan menendang pemuda itu sekeras mungkin di dada.

Kata 'jangan' dan 'tolong' seperti sudah tidak bisa digunakan lagi. Pikirannya mendadak kosong, Attara sudah tidak bisa berpikir apa-apa lagi.

Gadis itu merasa bahwa dirinya sudah tidak berada disitu lagi, rasanya kosong. Bahkan ia tidak bisa merasakan apa-apa begitu Yongguk sudah membuka paksa celana jeans gadis itu, dan pemuda itu juga tidak menyadari bahwa Attara sudah berhenti melawan karena nafsu sudah memenangkan otaknya kali ini. Tubuhnya hanya terkulai lemas dan seperti menuruti semua yang Yongguk lakukan kepadanya, tidak sama sekali merasakan bagaimana bibir Yongguk menelusuri kulit dingin Attara.

Dimana seluruh kekuatan yang pernah ia pakai untuk melawan Doyoung? Dimana seluruh kekuatan itu ketika Attara benar-benar membutuhkannya?

Tetapi kemudian sesuatu terjadi, tepat sedetik setelah Attara yakin bahwa Yongguk akan memasukannya. Attara mendengar suara pintu terbuka dengan kasar dan ada orang yang memanggil nama Yongguk dengan intonasi terkejut, dan marah. Lalu sebuah selimut terlempar kearahnya, menutupi hampir seluruh bagian-bagian yang tidak seharusnya terbuka. Dan begitu Attara mengenali suara itu, ujung bibirnya sedikit terangkat.

Oh, pantesan di taman belakang kosan ada kolam lele.

"ASTAGA YONGGUK GAK SALAH DAH GUA CURIGA PAS DENGER TERIAKAN CEWEK"

"SADAR GOBLOK!!!"

Attara tidak tahu harus bagaimana, karena rasa terima kasih saja tidak cukup untuk menghargai aksi heroik dari seorang Arkana Jaehwan; seorang teman yang bahkan hanya pernah bertemu sekali.

Sehari kemudian, Joy tidak henti-hentinya menangis dan meminta maaf kepada Attara yang juga tidak bisa menghentikan isakannya. Joy berkata bahwa ia tidak pernah menyangka bahwa teman sedari SMAnya itu akan melakukan hal biadab tersebut kepada teman dekatnya sendiri.

"Joy," panggil Attara pelan, gadis yang dipanggil hanya mendongak dengan kedua mata yang sama sembabnya dengan Attara.

"Jangan sampe Doyoung tau."

( 2 )  TASTE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang