Doyoung memarkirkan mobilnya sedikit kepojok saat mereka berdua tiba di acara yang diadakan oleh Jun dan Hoshi di salah satu club ibukota. Attara tidak bertanya kenapa ataupun merasa bingung mengapa Doyoung memarkirkan mobilnya sedikit jauh dari gerombolan mobil teman-temannya yang lain.
Gadis itu dengan santai memasukkan parfumnya setelah dipakai kedalam tas hitam kecilnya kemudian hendak membuka pintu mobil sampai Doyoung menahannya.
"Eh, kenapa?" Attara bertanya dengan nada concern, takut-takut Doyoung kelupaan sesuatu atau bagaimana.
Satu tangan Doyoung yang tidak memegang lengan Attara mengetuk-ngetuk pinggiran stir, "Let's make a deal." ujarnya datar, namun jelas-jelas ada intonasi dominan dalam perkataannya.
Attara mengerutkan keningnya, meminta penjelasan.
Kali ini Doyoung menghadapkan tubuhnya kearah Attara dan mengisyaratkan gadis itu untuk mendekat. Attara dengan polos memajukan tubuhnya; ingin tahu, dan dengan gerakan lihai Doyoung langsung menempelkan bibirnya ke pundak Attara yang terbuka karena atasan sabrina yang Attara pakai.
Attara langsung merasa deja vu, namun tetap bertanya sekali lagi dengan suara pelan, "Kenapa?"
Doyoung mengecup pundak Attara beberapa kali sebelum akhirnya meninggalkan kecupan terakhir di bibir Attara, "Jangan kemana-mana, tetep di table Jun aja."
"Loh, kenapa emangnya?" Attara merasa seperti orang dungu yang sedari tadi hanya bertanya kenapa, kenapa, dan kenapa.
Pemuda itu memberikan ekspresi seperti sedang berpikir, kiranya bakal ada alasan logis yang keluar dari bibir lelaki itu.
"Terserah mau minum berapa banyak, pokoknya jangan kemana-mana."
"Dih, aneh banget."
"Inget, ya."
"Nggak mau, apaan sih, ngatur-ngatur?" Attara mulai kesal, setidaknya beri dia alasan yang logis agar gadis itu mengerti. Kepalang kesal, gadis itu tanpa melihat kearah Doyoung langsung membuka pintu mobilnya, namun lengannya ditarik dengan kasar oleh lelaki yang juga sudah terlanjur emosi karena Attara tidak menuruti perkataannya.
Attara memekik kecil karena lengannya serasa terplintir, lelaki itu langsung mencengkeram rahang Attara dengan kasar dan memaksa agar gadis itu menoleh kearahnya.
"Denger, ya," suara Doyoung rendah dan kasar, cengkeramannya di rahang Attara makin keras walaupun hanya dengan jari-jarinya, "Lo nggak boleh kemana-mana, nggak boleh jalan-jalan ke dance floor atau apalah. Lo stay di table."
Gadis itu kemudian berpikir, mungkin Doyoung menyuruhnya untuk hanya duduk dan tidak kemana-mana karena lelaki itu juga akan melakukan hal yang sama. Tanpa sadar matanya mengeluarkan air mata karena kesakitan, melihat itu bukannya Doyoung menjadi luluh, pemuda itu malah mengeraskan cengkeramannya; geram karena tidak mendapatkan respon yang diinginkan dari gadis itu.
"Ngerti, nggak?" intonasinya tetap rendah dan kasar, tanpa babibu Attara langsung mengangguk mengiyakan dan Doyoung langsung melepaskan tangannya dari wajah Attara.
Attara refleks memegang dagunya yang dirasa ngilu, sebelum lelaki itu keluar dari mobilnya, Doyoung sempat memeluk Attara dan mencium pipinya yang basah karena air mata.
Entah sejak kapan kekerasan mulai ikut-ikutan dalam hubungan yang bahkan tidak ada title-nya itu. Entah sejak kapan Doyoung mulai berani membiarkan tangannya turut ikut mengambil peran dan entah sejak kapan hubungan mereka tidak lagi hanya sebatas teman pencari puas. Hubungan mereka jelas lebih sulit daripada itu.
Dan entah sejak kapan juga, Attara melawan; sama kerasnya. Walaupun bukan hari itu.
=================================================
Pertengkaran mereka selalu berawal dari keposesifan Doyoung yang tidak ada gunanya dan Attara yang selalu membantah atau melawan perkataan lelaki itu.
Doyoung selalu melarang Attara untuk ini-itu yang didasari oleh keposesifannya sendiri, sementara itu Attara selalu meminta alasan logis mengapa Doyoung melarangnya. Seperti tidak boleh pergi kesini, tidak boleh melakukan itu bersama A, tidak boleh seperti ini bersama B. Yang padahal, sebenarnya tidak perlu.
Kemudian Attara dengan pikiran realistisnya selalu bertanya, 'Emang kenapa?', 'Kasih alesan yang jelas.', atau 'Nggak usah ngurusin hidup gue.' dan 'Lo bukan siapa-siapa.'
Dan itulah yang memancing pertengkaran mereka, padahal menurut Doyoung, apa susahnya menjawab 'ya'? Dan bagi Attara, apa susahnya memberikan alasan yang logis?
Suatu hari, Attara pulang bersama Doyoung sehabis mereka menghabiskan waktu di kosan milik Hanbin. Awalnya Doyoung sudah bersama Hanbin dan beberapa teman Hanbin dari jurusan yang berbeda, namun tiba-tiba Attara dan Joy datang karena bosan di kampus.
Namun rupanya Doyoung tidak menyukai kehadiran Attara apalagi dengan banyaknya laki-laki di kosan Hanbin ini. Berbeda dengan Joy yang memang lebih mudah akrab dengan lawan jenis, Attara pada dasarnya sedikit canggung dan mudah untuk diledeki. Dan Doyoung tidak suka ketika teman-teman Hanbin ada yang menggoda Attara.
"Itu tadi temennya Hanbin yang namanya Jaehwan kocak banget, ya," kata Attara sambil tertawa mengingat-ingat lelucon temannya Hanbin itu, tidak mengetahui bahwa pemuda di sampingnya sedang menahan emosi selama perjalanan.
"Dia emang punya ternak lele apa gimana, sih? Tanya Hanbin ah besok-besok," tutur Attara sekali lagi seraya menyalakan radio. Tak peduli bagaimana bagusnya mood Attara saat itu, tetap saja Doyoung sedang marah.
Sesampainya di kamar kos Doyoung, Attara melepas sepatunya dan langsung melompat ke kasur Doyoung; merasakan dinginnya selimut biru yang biasa ia pakai bersama lelaki itu.
Tetapi kemudian Doyoung menjambak rambut Attara yang kebetulan sedang dikuncir dan menariknya ke samping kasur. Attara merintih kesakitan tetapi Doyoung tidak berhenti, dikuncinya gadis itu di tembok dengan tubuhnya yang tinggi.
"Fucking mind telling me your problem?!" seru Attara kepada pemuda yang wajahnya hanya beberapa senti di depannya, tubuh tingginya membuat Attara harus sedikit mendongak. Kedua matanya memperlihatkan emosi yang sama dengan kedua mata Doyoung.
"I don't like seeing you laugh to those guys."
"Keren banget lo sekarang ngelarang-larang gue ketawa?" tantang Attara dengan senyum mencemoohnya; senyum yang sangat Doyoung benci.
Tamparan yang tidak terlalu keras namun tetap membuat dada Attara mencelos mendarat di pipi gadis itu. Merasa tidak terima, Attara kemudian melayangkan bogem ke pipi atas Doyoung, membuat pemuda itu tersungkur ke kasur.
Doyoung segera menangkap Attara yang hendak kabur keluar, melempar gadis itu ke kasur dan mengunci kedua kaki Attara yang berusaha memberontak. Satu, dua tamparan kembali dirasakan Attara di kedua pipinya, sementara tangannya berusaha mencakar pergelangan tangan Doyoung.
Keduanya tetap berkelahi dengan seluruh kekuatan yang mereka punya, tidak selaras memang. Membandingkan kekuatan Doyoung dan kekuatan Attara seperti 70:30. Setelah beberapa menit Attara menjauhkan diri dari Doyoung dengan lebam di pelipisnya dan pergelangan tangan yang membiru dan beberapa bekas cakaran. Doyoung sama berantakannya, ditambah ujung bibirnya yang berdarah karena gigitan Attara.
"Gila lo ya." rintih Attara yang sudah lemas, bahkan sekarang gadis itu hanya tersisa dengan bra hitam dan jeans birunya. Doyoung pun juga sudah tidak mengenakan kaus putihnya lagi, dan pemuda itu bisa melihat beberapa bekas keunguan di sekitar dada Attara, dan Attara juga bisa melihat luka-luka cakaran segar di dada Doyoung.
Doyoung tidak berkata apa-apa, namun bisa Attara lihat dengan jelas perubahan pada raut wajah lelaki itu, dan bagaimana sorot matanya kini menjadi teduh; seperti merasa bersalah.
Namun Attara hanya menggelengkan kepalanya, diambilnya asal kaus Doyoung yang berada di dalam lemari karena terlalu malas mencari bajunya sendiri, lalu meraih tasnya dan berjalan menuju pintu.
"Ketemu gue lagi kalo lo udah nggak gila."
Dengan begitu, Attara keluar dan menutup pintu kamar Doyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
( 2 ) TASTE.
Fanfictionpain(causer)killer. (sequel to TOUCH.) © 2018 charliesletter