Attara
It was 2 months after 'that' when I realized it's not bad at all to get rid of it and meet someone new.
Butuh waktu 2 bulan untuk gue akhirnya bener-bener niat untuk ngelakuin sesuatu supaya terdistraksi dari semua hal--apapun itu--yang mengingatkan gue sama Doyoung. Nggak segampang itu memang, nggak segampang ketika gue dengan entengnya memblock seluruh sosial media bahkan nomor telponnya dari jangkauan gue. Ngeblock bukan berarti gue kalah, sometimes you just have to cut toxic people off.
Berbekal izin nyokap bokap gue memesan tiket one way ke Jogja, yang entah kapan gue bakal baliknya, yang penting pergi dulu. Karena gue sadar gue bener-bener butuh suasana baru, nggak kaya di Jakarta yang udah sumpek makin sumpek lagi gara-gara manusia satu itu.
Gue anaknya kereta banget, selain karena bisa melihat pemandangan, gue juga rada parno sebenarnya kalau naik pesawat. Maka dari itu gue memilih jadwal keberangkatan sesubuh mungkin, supaya bisa liat sunrise dan nggak kelamaan nunggu check-in dimanapun tempat yang nantinya bakal gue tempatin.
Mana sotoy banget cuma bawa satu ransel Jansport dan tote bag dua puluh lima ribuannya Cotton On yang bentar lagi kayanya jebol karena kebanyakan isi.
Sesampainya di Stasiun Tugu, gue bener-bener buta arah mau kemana, kecuali ke Malioboro yang tinggal jalan kaki beberapa meter. Di jam 12 siang ini, dengan matahari terik tepat diatas kepala, gue, Attara Bintang, benar-benar ngerasa lost.
Tapi gue suka rasanya lost disini, jiwa Sagittarian gue langsung menggebu-gebu seperti ingin bereksplorasi. Lalu gue inget kalau Hayi pernah nyaranin untuk makan mie depan UGM yang katanya enak itu, maka dari itu gak pake lama buat gue untuk pesen ojek online untuk sampai ke UGM walaupun lumayan jauh dari tempat pertama gue.
Karena agak masuk ke wilayah kampus, gue segera memakai cardigan hitam gue yang sedari tadi gue lingkarkan di pinggang, untuk menutupi lengan gue yang terbuka karena kaus sleeveless yang gue pakai. Setelah beberapa kali make sure sama Hayi mengenai tempat yang dimaksud, gue langsung memesan makanan tersebut dan nggak menghiraukan pandangan beberapa orang yang gue yakini adalah mahasiswa UGM itu. Walaupun emang penampilan gue kaya orang mau minggat; ransel Jansport yang gendut gara-gara diisi beberapa setel pakaian dan tote bag yang sama gendutnya.
Apalagi makin diliatin begitu gue nggak sengaja menyenggol botol kecap asin yang kecapnya hampir merembes ke laptop seorang mahasiswa yang layarnya sempat gue curi-curi pandang memperlihatkan garis-garis kaya seismograf.
"Eh, eh, aduh, sori!" pekik gue sambil menahan aliran kecap tersebut agar tidak merembes ke bawah laptop orang itu. Pemuda itu juga refleks mengangkat laptopnya, dan menghela napas begitu kecap tersebut sudah berhasil gue lap dengan tisu.
Namun sehabis itu dia tertawa begitu melihat raut wajah gue yang masih shock.
Ya kira-kira begitu, pertemuan awal gue bertemu dengan dia. Yang berakhir dengan gue menghabiskan hampir seluruh waktu dua minggu gue di Jogja dengan lelaki ini.
"Waktu itu gue lagi ngerjain laporan akhir eksplorasi seismik, kebayang kan kalo kecap asinnya berhasil rembes?"
Masih agak heran juga kenapa dia belum geplak kepala gue karena hampir ngerusakin laptopnya yang ternyata waktu itu berisi laporan riset terakhir dia.
Oh, ya. Namanya Keanu Aditya Bima, atau Kun gampangnya.
Sesuai arti namanya, Sejuk - Matahari - salah satu Dewa Pandawa terkuat, Kun benar-benar menyejukkan, menerangi, dan penyelamat gue setelah 4 bulan terlepas dari seorang Doyoung Anindito; orang yang benar-benar membuang-buang waktu gue hanya dengan perasaan palsu yang tapinya terasa asli cuma dengan satu sentuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
( 2 ) TASTE.
Fanfictionpain(causer)killer. (sequel to TOUCH.) © 2018 charliesletter