Siapapun pasti pernah naik lift, bukan? Alat untuk memudahkan kita menuju suatu tempat yang berada di atas maupun turun ke bawah.
Dua kali berjumpa dengan "mereka" di tempat yang sama yaitu di dalam lift. Rasanya tak nyaman loh merasakan keberadaan makhluk tak kasat mata di dalam lift dengan keadaan suhu yang dingin akibat AC.
Bukan hanya AC saja melainkan "mereka" yang tiba-tiba hadir di depan kita. Untung kalau yang kita lihat bentuknya bagus. Beda halnya kalau wajahnya hancur dan sobek yang pasti aku ingin memiliki sayap lalu terbang tanpa mau melihat lagi.
Cerita pertama ketika berada di rumah sakit untuk berobat. Waktu itu aku sakit karena maag yang tidak kunjung sembuh. Aku dan kakak lagi mendaftar. Tepat di depan meja resepsionis ada dua lift yang bisa mengantarkan menuju lantai atas.
"Ada apa?" tanya kakak yang bingung menatapku.
"Nggak apa-apa kok."
Mau bicara jujur tapi banyak orang di samping kanan dan kiri tapi kalau tidak bicara hati ini tidak enak.
"Ayo kita naik ke atas. Dokternya di lantai 3, Hana."
Andai ada eskalator aku pasti naik itu ke atas daripada naik lift dengan "mereka".
Di dalam lift ini sebenarnya hanya aku dan kakak jika manusia normal melihat kami,ntetapi jika mereka yang memiliki kemampuan yang lebih maka kalian bisa melihat kalau kami tidak berdua di lift.
"Rasanya nggak enak, ya, di sini," ujar kakakku.
Ya memang tidak enak lah "mereka" ada di samping kami. Wanita dengan rambut panjangnya yang menutupi wajah ada di samping kakak waktu itu. Pria dan anak kecil ada di sampingku. Aku tidak tahu apakah mereka itu memiliki hubungan darah atau bukan.
"Main yuk..."
Anak kecil yang tak tampak ( cowok ) itu menyentuh pergelangan tanganku dengan senyuman khas anak. Cakep tapi siapa yang mau bermain dengannya jika wajah anak itu rusak parah sebelah. Pokoknya aku tidak bisa menjelaskan betapa parahnya wajah anak itu.
"Kamu bisa melihat kami, bukan?"
Anak kecil itu terus menanyaiku dan sang ayah ( mungkin ya ) hanya menatap lurus ke depan. Jadi kalian bisa bayangkan bukan? Kalau dalam lift itu jika ada kaca pasti bisa melihat.
"Kami meninggal karena kecelakaan di gedung ini."
Aku rasa dia mengerti apa yang ada di benakku. Aku hanya menjawab dari dalam hati saja.
"Sudah lama kalian di sini?"
"Sudah lama sejak gedung ini di bangun."
Untunglah anak kecil itu tak mengikutiku ketika keluar dari dalam lift. Dia melambaikan tangan ke arahku mengucapkan selamat tinggal. Ayah ibunya tetap saja diam terpaku di sana tanpa berkedip.
Aku tidak pernah tahu apakah mereka itu satu keluarga yang tewas akibat kecelakaan atau kebakaran karena gedung ini pernah mengalami kebakaran dulu sekali jauh sebelum aku lahir.
*****
Cerita kedua berada di tempat kerjaku di Surabaya tepatnya di gedung bertingkat. Malam itu aku sedang mengerjakan tugas kantor hingga pukul 18.30 dengan teman yang lainnya.
Kebetulan tempat aku duduk mengerjakan tugas berhadapan langsung menuju lift. Jadi bisa tahu siapa yang datang atau keluar.
"Hana, aku tinggal sebentar, ya. Mau cari makanan ringan di lantai bawah."
Sementara temanku mencari camilan aku melanjutkan tugas mengetik di komputer. Aku pikir saat lift terbuka Mbak Raya datang dari lantai bawah.
Aku tidak memikirkan macam - macam waktu itu. Mungkin saja kantin sudah tutup karena waktu jam pulang kantor sudah berakhir satu jam yang lalu.
"Mbak Raya kok cepat dari lantai bawah?" tanyaku yang tak menyadari kedatangannya.
Pertanyaanku tidak dijawab malah ada hembusan angin dingin di sekitar. Baru dari situ aku menyadari jika hembusan angin tersebut bukan berasal dari AC melainkan seseorang yang berjalan hilir mudik.
Dia adalah seorang wanita muda dengan kebaya yang sudah sangat usang. Rambutnya seperti putri raja jaman dulu. Pucat pasi wajahnya.
Untungnya dia memiliki paras yang cantik tapi ada bekas cekikan di lehernya. Jelas sekali bentuk cekikan itu. Aku tahu ternyata dia meninggal akibat di cekik."Aku sendirian di sini."
"Mau berteman denganku?"
Dia berkata tepat di depanku jadi aku bisa merasakan aura dingin yang luar biasa. Apakah dia tampak marah? Tidak kok dia itu seakan memang mencari teman untuk berbicara. Buktinya dia hanya berbicara mengenai kehidupannya. Sekali lagi aku hanya mendengarkan ceritanya.
"1870 itu tahunku."
Berarti sudah 148 tahun dia di sini dong?
"Aku meninggal karena seseorang menjerat sesuatu di sini."
Dia menunjuk lehernya yang membekas. Aku tidak tahu pasti itu cekikan atau jeratan tali?
"Kamu tahu siapa yang melakukan itu kepadamu?"
Dia tidak menjawab dan hanya menerawang jauh seakan mengingat peristiwa itu.
"Mengapa kamu masih disini?"
"Aku tidak ingin kembali. Di sini aku merasa senang."
"Sudah waktunya kamu kembali ke duniamu?"
"Aku sudah melihat bumi berubah dari waktu ke waktu itu dan akan terus seperti itu selamanya."
Jadi intinya dia tidak mau untuk pergi dari dunia manusia. Dia ingin selamanya berada di antara kita. Selama aku bekerja di tempat ini hanya sesekali saja dia menampakkan diri di hadapanku. Dia akan datang dan pergi melalui pintu lift.
Aku tidak bisa melihat jelas kematiannya hanya samar - samar saja. Dia memang meninggal dengan cara tak wajar di saat usianya masih menginjak 20-an. Tempat kerjaku ini dulunya merupakan kediaman mereka yang hidup di jaman lampau.
Oke itu ceritaku bertemu hantu lift. Apa kalian pernah naik lift sendirian dan merasakan sesuatu?
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Interview With "Them" ( Update Tiap Saat )
ParanormalIni adalah sequel dari "Hana's Indigo" dengan sentuhan cerita yang berbeda. Namun tetap berdasarkan kisah nyata di dalamnya. Saya membuat cerita dengan dibumbui kisah lain yang tidak didapat di buku cetak dan benar-benar berbeda. Ini tentang kisah...