Part 11 Usil

1K 176 17
                                    

Hai lama tidak bertemu denganku, ya. Cerita ini masih berlanjut kok. Hanya saja tidak sesering mungkin updatenya seperti yang dulu. Cerita kali ini menurutku agak menyebalkan tapi lucu juga dan masih berkaitan dengan mereka yang tampak.

Jadi begini ceritanya. Waktu ada kegiatan di kampus dan aku sebagai pelaksananya mau tak mau harus lembur. Ya lembur lagi padahal hal itu membuatku tak suka.

Saat membenarkan letak kabel yang salah di atas tembok. Aku harus naik tangga yang biasanya digunakan pekerja membersihkan AC. Aku paling tak suka jika kabel yang menggelantung dan OB yang disuruh masih sibuk dengan pekerjaan lainnya.

"Memangnya kamu bisa naik?"

Suara usil itu mengganggu konsentrasiku. Suara yang kumaksud adalah milik wanita berambut panjang sedang melihatku sedang naik tangga.

"Ya, bisa dong. Sudah sana kamu pergi," usirku karena wajahnya yang rusak dan bolong membuat mual.

Dia bukannya pergi malah semakin membuat ribut dan suaranya hanya bisa didengar olehku saja.

"Itu kabelnya masih belum rapi. Agak naik ke atas."

Sekali lagi perkataannya sungguh membuat hati dongkol. Seharusnya pak OB atau rekan kerja yang membantu. Namun, ini malah aku dibantu sesosok yang tak tampak.

"Kamu salah letaknya. Itu loh yang di sana masih berantakan."

"Bisa diam nggak, sih?"

Aduh ingin rasanya kututup mulutnya. Untung dia itu hantu.

"Itu lagi Hana. Sebelah kiri masih jelek."

Ya ampun sangat menjengkelkan. Lebih baik begini aku memilih ditakuti oleh makhluk berwajah rata daripada dia yang terus merecoki dengan memerintah bagaikan bos padahal dia sudah mati.

Hampir sekitar dua puluh menit aku memasang kabel agar terlihat rapi dan tentu saja ditemani oleh wanita ini.

"Lihat di bawah kalau turun. Awas kamu bisa jatuh."

Setelah berkata seperti itu dengan seenaknya, dia langsung bablas pergi seperti angin dan menembus tembok yang ada di depanku.

Bukan hanya ini saja dia dan lainnya mengganggu aktifitasku di kantor. Ada hari di mana aku ingin menghindari jika bertemu dengan mereka.

Beberapa minggu selesai acara itu. Jam kerja sedikit longgar sehingga yang lainnya asyik bermain di dunia sosmed. Aku yang tak suka mengganggur memutuskan mengerjakan laporan yang belum selesai walaupun masih lama untuk diserahkan ke bos.

"Hana,..."

"Apa?!

Semua temanku menoleh dan menatapku heran.

"Ada apa, Hana?"

Ternyata yang memanggilku dengan suara keras bukan dari teman, tetapi dia lagi yang pernah ricuh dan usil saat kegiatan kampus.

"Hana main, yuk."

"Aku sibuk. Tidak bisa main." Aku berucap dalam hati.

Ingat! Mereka yang tak tampak itu bersuara bukan seperti kita. Namun, suara mereka itu berada di udara ( bergema ).

"Aku mati karena kecelakaan."

Pantas wajahnya rusak ternyata dia korban kecelakaan. Saat aku menyelesaikan tugas, dia malah asyik cerita sendiri mengenai kehidupannya.

"Aku tidak terima. Dia kabur."

Dia yang kabur di sini maksudnya adalah orang yang telah menabraknya. Aku tahu karena sekilas melihat bayangan masa lalunya yang sudah meninggal lebih dari dua puluh tahun.

"Lalu mengapa kamu tidak pergi dari sini?"

"Aku suka di sini."

Lalu dia tertawa nyaring persis kayak mbak kunti dan pergi setelah mengganggu dengan ceritanya.

*****

Pernah terasa diikuti oleh seseorang? Nah yang ini, aku diikuti bukan manusia. Ya siapa lagi jika mereka yang tak tampak.

Sepulang kerja dan kantor sudah mulai sepi, aku berjalan menuju tempat absen. Saat melangkahkan kaki, terdengar suara sepatu. Kukira dari alas sepatu sendiri. Ternyata bukan.

Hentakan sepatu itu jelas terdengar di belakang. Aku menoleh, tak ada siapapun dan hanya diriku di lorong.

"Wah mulai usil deh."

"Ssstt ..."

Rasanya bukan hanya aku yang ada di sini. Masih ada dia yang kini berada di sampingku. Aku tak bisa melihat, tetapi bisa merasakan kehadiran makhluk tak tampak ini berada tepat di kananku.

"Aku mau pulang. Jangan ganggu aku."

Seketika lorong ini terasa dingin sampai ke belakang tengkuk. Dingin yang tak wajar dan harum bunga kantil mulai tercium. Aku tak memedulikan kehadirannya. Aku berjalan lagi dan diikuti sampai diriku berada di pintu keluar.

"Ssstt ..."

Aku tahu dia yang tampak ini mengusir agar segera pergi dari kantor. Dia dan lainnya tidak menyukaiku jika terlalu lama berada di dalam. Akan tetapi, bagaimana kalau aku lembur? Ya tetap saja mereka mengganggu dengan cara memjatuhkan barang.

Memang keadaan akan lebih menyeramkan jika di malam hari. Suara tawa, hentakan sepatu atau ketukan di tembok kerap terjadi. Makanya aku lebih baik memilih membawa pulang tugas daripada diganggu oleh mereka. Karena terus terang saja, mereka yang tak tampak itu tak suka kalau 'rumahnya' dipakai di malam hari. Itulah sedikit ceritaku.

Nah cerita itu akan berlanjut di part selanjutnya, ya. Maaf pendek.

=Bersambung

Surabaya, Mei 2019

Interview With "Them"  ( Update Tiap Saat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang