Part 20 Rumah Sakit

540 85 4
                                    

Rumah sakit merupakan tempat dirawatnya pasien yang mengalami sakit atau mereka yang sudah meninggal pasti berada di tempat persemayaman. Ada dua hal yang paling aku tidak sukai yaitu ambulan dan rumah sakit. Entah mengapa sejak kecil diriku tidak mau diajak atau melihat ambulan. Pokoknya ada yang menakutkan.

"Mungkin kamu trauma, Hana."

Begitulah ucapan Mama kala aku tidak mau diajak mengunjungi kerabat di rumah sakit karena habis melahirkan. Memang bangsalnya berbeda dengan rawat inap pasien yang sakit keras. Namun, bukan berarti aku tidak bisa melihat penampakan yang terjadi di sana.

"Hiks ... hiks ..."

"Mengapa harus aku?"

Baru saja aku memasuki lorong/bangsal Mawar (sebutan untuk Bangsal Melahirkan ) terlihat sesosok wanita duduk di kursi besi sambil menundukkan kepalanya. Rambut panjang menutupi wajah, pakaian putih yang dikenakan berdarah dan bau anyir menyeruak di hidung ini. Wanita itu menangis dan berbicara sendiri, dia tidak terima kematian begitu cepat datang menghampirinya.

"Aku masih ingin di sini."

"Aku tidak mau pergi."

Aku tahu tidak satupun manusia yang berlalu lalang yang melihat atau mendengar tangisan wanita tersebut. Aku tidak berani memandangnya terlalu lama karena makhluk itu bisa mengetahui jika ada yang memperhatikan. Begitu langkah kaki ini semakin mendekat, bau anyir semakin membuatku mual dan ingin berlari.

Aku bersyukur wanita itu tidak sampai melihat diriku yang sedang berjalan di hadapannya. Mungkin dirinya terlalu sibuk memikirkan keadaan yang sudah menjadi roh penasaran.

"Kamu mau masuk atau mau menunggu di luar, Hana?" tanya Mama sewaktu kami tiba di kamar pasien.

"Masuk saja sebentar, Ma."

Aku hanya sekedar menyapa dan menanyai kabar saja. Bukan tidak menghormati beliau, tetapi aku tidak bisa terlalu lama di kamar ini. Kamar pasien ini terdapat dua tempat tidur, kerabatku berada di kasur kiri. Di sebelah kanan dekat jendela ada sesosok wanita yang sedang terbaring dengan menghadap jendela. Aku tahu dia bukanlah manusia, tubuhnya yang tembus pandang mampu membuat jantung ini dag dig dug dan keringat dingin.

"Ma, aku tunggu di luar saja."

Demi menghindari penampakan wanita itu, aku lebih memilih keluar daripada dia tahu jika aku bisa melihat dirinya. Aku menduga mungkin dia habis melahirkan lalu meninggal di tempat tidur itu. Sampai sekarang diriku tidak mau menceritakan hal tersebut pada kerabat tersebut, takutnya dia tidak percaya.

Sambil menunggu Mama yang sedang berbincang, diriku terpaksa menunggu di depan. Meskipun, banyak pembesuk yang hilir mudik tetap saja banyak penampakan yang berbaur dengan manusia lainnya. Ada yang melayang sambil beriringan dengan seorang pasien, ada yang duduk saja dan bersandar di tembok dengan memandang orang-orang yang sedang berjalan.

Mau kuabaikan saja, tetapi tetap saja mereka yang tidak tampak itu tahu keberadaanku hanya dengan sekali tatap. Aku mau duduk juga kesusahan karena sudah ditempati oleh mereka jadi akhirnya memilih berdiri saja seraya mendengarkan lagu. Bukannya takut dengan mereka yang memiliki wajah buruk, tetapi suara teriakan dan tawa saling bersahutan itu yang membuat tutup telinga.

"Hei ... hei ..."

Tepat di sebelahku ada yang memanggil sambil mencoel pundak ini. Sudah kuabaikan dan berpura-pura tidak mendengar, akan tetapi dia tetap melakukan itu berkali-kali. Meskipun, telinga ini terpasang earphone dengan volume keras, tetap saja aku bisa mendengar suara mereka.

"Aku tahu kamu bisa melihatku."

Dia itu seorang anak berusia sepuluh tahun menurut perkiraanku. Entah apa sebabnya sehinga dia bisa berada di bangsal ini. Aku tidak mau bertanya atau menjawab pertanyaannya. Karena diriku tidak ada respon maka lambat laun dia melayang lalu tembus tembok.

"Ayo, kita pulang, Hana."

Lebih dari dua puluh menit, Mama akhirnya mengajakku pulang. Aku bersyukur meninggalkan bangsal ini. Aku tahu diriku tidak akan bisa menghindari yang namanya rumah sakit dan mau tidak mau harus bisa kuhadapi, bukan?

*****

Sedikit cerita mengenai ambulan yang berlalu lalang di jalan cukup membuat diriku tidak suka. Tiap kali mobil berwarna putih itu lewat, aku dapat mencium aroma anyir yang sangat bau dan penampakan orang yang meninggal. Terkadang jika malam bertemu mobil itu, aku melihat pocong di atap dan beberapa mbak kunti. Menyeramkan? Tentu saja dan aku tidak bisa menghindar.

Pernah tanpa sengaja waktu itu malam Jumat, aku berpapasan dengan mobil itu di jalan ketika pulang kerja. Dari kejauhan sudah terdengar sirine-nya, bau itu sudah mampir dulu di hidung ini dan sukses membuat diriku mau mengeluarkan isi perut.

"Mungkin itu korban kecelakaan di jalan X," ujar teman yang memboncengku.

Memang benar yang diucapkan temanku, dia adalah korban kecelakaan lalu lintas. Kepalanya hampir remuk dengan darah yang berceceran. Mungkin bagi kalian tidak bisa melihat, diriku malah beradu pandang dengan dia yang duduk di atap mobil. Wanita yang meninggal itu tidak terima dengan kematiannya dan terus menangis. Aku tidak bisa melakukan apapun sehingga memilih diam sembari mengucap doa untuknya.

Ini sedikit cerita mengenai diriku. Bagaimana dengan kalian, Kawan? Apa pernah melihat mereka di rumah sakit?

=Bersambung=

Surabaya, 31 Oktober 2019

Interview With "Them"  ( Update Tiap Saat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang