part-20

191 12 4
                                    

Suara nyaring peluit panjang tanda pertandingan berakhir baru saja ditiup. Terlihat ada satu kelompok yang terlihat bahagia karena tim mereka menang. Dan ada satu lagi kelompok yang terlihat sedih karena harus mengalami kekalahan dan tidak bisa melanjutkan kompetisi.

Kucuran deras keringat yang terlihat masih membasahi anak-anak tim futsal SMP 1, tak membuat mereka patah semangat walau sekolah mereka harus kalah pada pertandingan kali ini. Rio dan kawan-kawan sudah bermain dengan seluruh kemampuan yang dimiliki. Karena lawan terasa lebih siap untuk pertandingan kali ini, alhasil SMP 1 harus mengakui keunggulan tim lawan.

Sedih? Sudah pasti. Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang mau mengalami kekalahan. Tapi setiap orang harus menerima kekalahan, walau ada beberapa orang yang tidak bisa menerima itu.

Setelah mendapat suntikan semangat dari pelatih, Rio dan kawan-kawan akhirnya bisa mengikhlaskan kekalahan ini. Disaat semua temannya di beri semangat oleh keluarga, atau sahabat yang hadir menonton. Melihat pemandangan seperti itu, membuatnya merasa amat sangat sedih. Pasalnya, sejak dulu itu yang ia rindukan. Ada sosok lelaki yang selalu mendukung dan menyemangati nya atas hobi yang digelutinya. Ada sosok lelaki yang mengantar dan menjemput nya sehabis pulang latihan. Ada sosok lelaki yang menemaninya begadang bila tim kesayangan nya real Madrid bermain dini hari.

Walau selama ini ada Alika yang selalu mengkafer semua itu kala sang bunda tidak sempat. Tapi nyatanya, jauh di lubuk hati nya. Ia sangat menginginkan sosok seorang Ayah dalam hidupnya. Apalagi kondisi keluarga nya yang kurang baik saat ini. Terpaksa Rio harus menelan semua kesedihan nya sendiri.

"Yo, Lo balik bareng gua gak?" Ucap Rendi pada Rio yang sedang melamun. "Lo ngelamun? Udah sih gak usah sedih. Tahun besok kita bales kekalahan ini. Ok!" Hibur Rendi.

Rio tersenyum dan mengangguk. "Gua balik sendiri aja bro. Lo duluan aja." Ucap Rio, dengan nada dibuat sebiasa mungkin.

"Oke, kalo gitu kita duluan ya." Setelah mereka saling menyalami ala cowok, satu persatu teman-teman nya pulang.

Rio menghembuskan nafasnya, ia melangkah dengan langkah kaki yang berat. Menghela nafasnya berkali-kali, mengingat nasib dirinya yang tak seberuntung teman-temannya. Namun langkah nya berhenti ketika ada seseorang yang memanggil namanya.

"Rio.."

Rio menoleh saat namanya dipanggil. Ia tampak terkejut mengetahui siapa yang memanggil dirinya. Dengan senyuman manis, orang itu mendekati Rio.

"Om, kok om ada disini?" Tanya Rio.

"Permainan kamu tadi keren, tapi sayang tim kamu kalah. Jangan patah semangat ya.. " Ucap Herman. Menepuk bahu kiri Rio, mencoba menyemangati.

"Om, om tadi nonton Rio main?" Tanya Rio dengan gelagapan.

"Iya, dari awal om nonton sekolah kamu tanding. " Jawab Herman masih dengan senyum ramahnya.

"Kok bisa??"

"Bunda yang kasih tau ke om, kalo kamu ada pertandingan hari ini. Karena om gak ngapa-ngapain, jadi om pengen nonton deh kamu main. Dan ternyata benar yang dikatakan bunda kamu. Kalo kamu hebat main futsalnya." Ujar Herman tulus.

"Ma-makasih om." Bicara Rio gelagapan.

"Sekarang kamu mau kemana? Om liat teman-teman kamu udah pada pulang."

"Rio juga mau pulang om."

Herman terlihat manggut-manggut. "Kamu pulang naik apa?"

"Naik angkot,"

"Kalo begitu, pulang bareng om aja. Gimana?"

"Mm.. emang gak ngerepotin?" Rio terlihat ragu. Namun binar mata Herman yang tulus membuat Rio percaya bila Herman tulus ingin mengantar nya.

My CALM boy friendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang