4

284 39 22
                                    

Kim Jisoo mungkin awalnya terdengar pun terlihat anggun nan tegas, Jennie saja sampai terkejut pada takdir hidup tentang kenapa ia harus bertemu dengan orang seperti Jisoo. Tapi sebenarnya jika diteliti lebih dalam, Jennie akan mengatakan tidak. Big No.

Gadis yang feminim dan sempat menjadi role model Jennie – hanya dalam beberapa menit ketika Jisoo menjelaskan tata cara make up, itu sebenarnya orang baik. Kelewat baik sampai sekarang dia menjadi teman dekatnya. Jisoo orang yang frontal memang, sulit menyaring kalimatnya. Walau begitu sifat negatif Jisoo tersebut bisa saja menjadi lelucon sederhana. Yah, setidaknya bisa membuat suasana jadi cerah setelah celaan tanpa filter.

Setelah mereka berdua mengambil kartu nama khusus mahasiswa baru, Jisoo menariknya pada kumpulan anak-anak perempuan satu jurusan yang lain. Gadis itu benar-benar menghindari laki-laki yang bisa saja menjadi gila saat menatap paras cantik seseorang, ia tidak mau seseorang menjadi korban godaan seram dari mereka setelah Jisoo yang mengalaminya sendiri. Jelas, siapa juga yang mau mendapat cuitan dan kalimat gombal semu atas mulut dan jari keparat tersebut. Bisa dibilang, hal itu adalah pelecehan seksual secara tak langsung.

"Hey, apa kau lihat grup?" seseorang bernama Eunbi mendadak berceletuk seraya menunjukkan ponselnya pada sekeliling gadis lain. Matanya melebar yang lantas disusul dengan napas tertahan dari gadis-gadis itu. Jennie ikut-ikutan melirik sulit pada layar ponsel Eunbi, ia jadi penasaran kenapa respon mereka sampai seperti ini. Sayangnya cahaya matahari tepat datang dari arah belakang Jennie, menbuatnya terpantul dan menghalangi pemandangan layar.

Eunbi menarik kembali ponselnya lantas menatap benda pintar itu dengan mata berbinar. Ia terus mengucapkan pujian-pujian dari mulutnya, mengundang rasa ingin tahu kembali pada gadis-gadis lain, sehingga mereka langsung mengecek isi grup saat ini. Jisoo sendiri hanya terdiam di tempat tanpa menaruh minat yang sama seperti mereka, sementara Jennie yang jelas tidak tahu apa-apa hanya ikut membuka ponsel.

"Orang tampan. Biasa." Sedikit menganggukan kepala untuk memberikan respon pada Jisoo, gadis yang kini tatanan make upnya berubah karena Jisoo tersebut membuka grup chat. Banyak pesan tidak penting memenuhi grup hingga menenggelamkan topik yang tengah dibicarakan. Ibu jari Jennie sampai merasa pegal karena terus menggulir chat tersebut.

Mulanya ia mengira bahwa mungkin mereka tengah membicarakan orang tampan seperti biasa–tampang sok keren dengan baju-baju trendy, pun biasanya ditambah bersama tatanan rambut semacam idol. Kemudian mereka akan berkata, "Hey, aku trainee di X agensi." Haha, itu klise dan lelucon tidak lucu. Tidak penting pula.

Beberapa di antaranya–mengatakan pada chat yang sempat dibaca Jennie sekilas, bahwa orang tampan itu kini berada di satu jurusan dengannya. Well, Jennie agaknya berharap sedikit bahwa 'orang' ini memiliki sifat sangat berbeda dari mahasiswa jurusan sastra lain. Maksudnya, bukan penggoda. Lagipula biasanya 'kan yang punya tampang keren seperti itu tidak akan mendekati pada gadis lain, tapi dia telah mempercayai parasnya yang bisa menarik pesona mereka untuk mendekat. Jennie tertawa lagi dalam hati dan meyakinkan diri untuk tidak jatuh hati padanya.

Namun, keyakinan tersebut runtuh seketika. Alih-alih menampik kenyataan dengan harapan yang begitu mudah diucapkan, Jennie justru jatuh kembali pada pesona laki-laki nan disebut 'orang tampan' oleh mahasiswa lain tersebut. Tampangnya tidak main-main. Ia memiliki dagu runcing, rahang tegas dengan tatapan yang memesona. Anting yang awalnya Jennie benci digunakan pada lelaki kini malah terlihat elok, pemuda itu sungguh terlihat tampan. Hal yang semakin menarik atensinya adalah, wajah Jepang lelaki tersebut.

"Jisoo-ssi, menurutmu dia tampan tidak?" Jennie menyorongkan ponsel miliknya setelah irisnya menangkap si gadis itu bahkan tidak mengecek isi grup, mengambil benda pintarnya saja tidak.

ColourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang