"Mul Gwishin, seperti namanya yang berarti 'hantu air' merupakan salah satu legenda dalam negara kita ...."
Pelajaran Dosen Oh selalu saja membosankan seperti ini. Bukan, bukan karena mata kuliah foklor ini yang cukup menarik bagi diri Jennie, melainkan penjelasan dari dosennya. Dengan nada rendah bagaikan enggan berkata pun tanpa niat, ia terus membacakan apa yang ada dalam buku dan pikirannya begitu saja.
Jennie memang tidak pernah memperhatikan Dosen Oh sepenuhnya, kecuali saat kuis berlangsung. Memang apa yang tidak diketahuinya mengenai legenda dan kepercayaan orang Korea? Jeoseung Saja? Dokkaebi? Munshin? Jennie sudah mengetahui hampir keseluruhannya sebab rungunya sejak kecil sering mendengar dongeng sebelum tidur tersebut. Ia tinggal menambah pengetahuan pada hal yang lebih mendalam.
Ia sangat percaya diri pada mata kuliah ini. Pun tanpa ragu ia telah menanamkan pikiran akan mendapatkan nilai A di akhir semester ini. Tunggu saja.
"Nah, adakah yang mau menjelaskan tentang Gumiho di kelas ini?"
Maka semua mahasiswa mengacungkan jarinya ke atas, pertanda bersedia. Tentu, lagipula Dosen Oh akan memberikan nilai tinggi pada mereka yang bersedia membantunya mengajar. Itu kata kakak tingkat beberapa hari yang lalu, sih.
Kendati demikian, Jennie tidak mengangkat tangan. Peluangnya sangat kecil, siapa pula yang tidak mengenal Gumiho? Gadis itu bahkan yakin jika semua mahasiswa asing pasti mengetahuinya, itu legenda yang cukup terkenal. Dengan rasa yakin yang mendalam, Jennie akan mendapatkan nilai A+ pada cara lain.
Ah, ngomong-ngomong tentang nilai ... Jennie jadi teringat dengan ibunya. Terakhir kali ia bertemu kala beliau tidak sengaja menemukan lembaran kertas nilainya. Kemudian Sungjae mendadak membawa ia pergi ke kamar atas, mengeluarkan kain apa saja yang bisa disambungkan, dan adegan selanjutnya mirip dengan percobaan kabur di film-film barat.
Jennie harus menuruni dinding rumah dari lantai dua menggunakan kain yang saling sambung tersebut.
Beruntung tidak ada satupun ikatannya yang lepas. Bagaimana jika tiba-tiba ada yang kendur di tengah perjalanan? Bisa-bisa Jennie harus merelakan bokongnya menghantam tanah penuh dengan sayuran milik Ibu.
Selepas kedua kakinya menapak sempurna pada tanah, Sungjae lalu bilang untuk menyerahkan semua ini padanya, kalau tidak salah seperti ini ucapannya, "Pergilah! Akan aku urus Ibu sendirian. Jangan khawatir, percayakan saja padaku."
Dan, ya, Jennie harus membiarkan uang tabungannya terkuras habis, demi membayar tempat tinggalnya selama liburan musim panas berakhir sampai saat ini. Ah, kalau mengingat itu rasanya Jennie kesal sendiri. Untung ibunya kini mulai mengirimi uang lagi.
Walau begitu Jennie tetap harus berterima kasih pada Sungjae. Setidaknya lelaki itu telah memutus peluang hidup si calon saudara untuk menjadi lebih buruk. Setidaknya sampai saat ini Jennie masih bisa bernapas lega tanpa mendengar komentar ibu mengenai nilainya. Setidaknya ia bisa belajar dengan tenang tanpa gangguan dari komentar itu.
Karena hal yang mengusik pikirannya selama status siswa masih tersemat pada dadanya adalah, si ibu yang menginginkan semua nilai Jennie mendapat predikat sempurna.
***
Kenyataan baru yang harus Jennie terima selepas hari mengguncang hatinya kala itu adalah, Taeyong yang terus menguntit di belakang. Raut wajahnya menandakan bahwa ia tengah merasa bersalah. Pun Jennie tidak tahu kenapa harus menguntitlah yang dilakukannya.
"Kim Jennie!" Dan ya, setelah menghabiskan 3 hari terus mengikuti gadis itu pergi, pada akhirnya Taeyong berhasil menghitung waktu yang tepat guna membahas hal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colour
FanfictionLee Taeyong X Kim Jennie "Aku kuning Dia biru Kuning dan Biru merupakan warna primer, kan? Warna utama yang bisa menghasilkan banyak warna nanti. Namun, bagaimana jika warna merah suatu saat nanti datang?" - Kim Jennie Apa kau dapat menebak endingny...