Mungkin Jennie itu bodoh–dalam hal pengendalian dirinya. Mungkin juga ia sudah merasa bosan dengan penjelasan dosen di depan sana sampai enggan menengok wajahnya saja atau mungkin karena pesona teman lamanya yang tidak bisa ditampik sampai Jennie tak mampu mengalihkan lirikan matanya menuju Lee Taeyong.
Tanpa alasan, iris gadis itu selalu berotasi pada sosok laki-laki yang duduk di depan sana dengan pandangan kosong menatap dinding putih lurus-lurus. Terkadang Jennie memiliki pikiran yang kenyataannya hanya ingin singgah sejenak, mengenai kelakuan teman lamanya–bahwa Taeyong dari dulu tidak pernah memperhatikan guru, bahkan saat ini dosen saja diabaikan olehnya. Walau memang Jennie melakukan hal yang sama tentang tidak memperhatikan dosen kali ini, tapi jelas ia memiliki alasan tersendiri. Alasan tidak penting, tentu.
Sampai ketika ia tersadar akan bayangan masa lalu memenuhi rongga pikirannya, Jennie kembali merutuk pada diri sendiri karena telah memberikan kesan buruk di hari pertama kuliahnya. Dia harusnya memilih untuk lebih fokus dengan materi dari dosen daripada teman lama. Setidaknya ia bisa memberikan gambaran bagaimana sifat dan sikap dosen di tiap mata kuliah yang ia hadiri, jadi untuk lain kali Jennie bisa memilah kelas siapa saja yang patut didatangi.
Dan lihat, dosen di depan sana tengah melemparkan tatapan menusuk dalam diam ke pada Jennie. Beruntung anak yang lain tidak melihatnya, bisa-bisa malu Jennie kalau kesan sebagai mahasiswa baik hati dan pintar hancur pula di mata orang lain.
Merasa intimidasi dari dosen tersebut semakin menjadi-jadi, Jennie mengalihkan pandangan menuju buku tebalnya. Tatapannya mengerikan, seolah-olah ingin melemparkan granat saja dari matanya. Pun iris gadis itu juga tetap mengarah pada Taeyong, yang kini sedang sibuk menulis sesuatu di bukunya sampai angin menyapa surai dengan ekor di ujung. Jennie tidak tahu jenis rambut macam apa itu, tapi ia yakin pernah melihatnya di majalah lama ayah.
Rasanya aneh, dulu Taeyong suka sekali duduk di kursi paling belakang lalu melemparkan tatap pada jendela yang penuh pemandangan indah, dari kelas 1 sampai kelas 6 SD. Prestasinya juga tidak diragukan lagi, saat kelas 5 dulu lelaki itu pernah diajukan mengikuti lomba–tidak tahu lomba apa karena Jennie masih dalam tahap menjauh diri dari Taeyong, jadi ia tidak peduli apa yang dialami oleh anak itu.
Namun, sekarang dalam sosok yang sudah dewasa lelaki itu memilih duduk di bangku paling depan, hampir dekat dengan dosen, tapi tetap berada di samping jendela. Pandangannya juga tidak mengarah pada pemandangan hijau di luar, justru melempar tatapan kosong lurus-lurus pada dinding putih. Oh, mungkin ia sudah belajar bagaimana cara menghargai perasaan seseorang, yah walau begitu tetap saja tidak memerhatikan pelajaran. Prestasi? Jennie jadi penasaran bagaimana hasilnya nanti. Apa dia akan mendapatkan nilai sempurna seperti dulu atau tidak?
"Tugas kelompok tadi kumpulkan minggu depan dan untuk pembagiannya datanglah ke asisten saya. Oke, kalian bisa bubar sekarang."
Suara anak-anak yang mengeluh mulai terdengar sampai sikap panik Jennie tertutupi. "Eh, kelompok apa?" ia bertanya pada siapapun dengan acak seolah-olah tugas itu adalah tugas menghentikan laju waktu pada bom. Bagaimanapun juga nilai untuk kelompok ini cukup andil besar, Jennie tidak ingin gagal dalam semesternya sekarang.
Tapi jelas mereka tidak mempedulikan pertanyaan Jennie dan hanya mengeluarkan keluhan saja sampai dosen keluar dari ruangan. Dan lagi-lagi Jennie merutuki kebodohannya sendiri–kalau begini caranya maka ia akan menghindar dari segala presensi Lee Taeyong agar fokus pada kuliahnya. Sekali lagi, pesona teman lamanya memang tidak terbantahkan, ada aura indah keluar dari tubuhnya yang mungkin hanya Jennie seorang yang bisa merasakannya.
Sembari berharap untuk tidak bertemu lelaki itu di kelas lain, dengan langkah lebar membawanya menuju pintu kelas tanpa menoleh ke mana pun, atau ia malah akan bertemu tatap pada lelaki yang diberi sumpah serapah secara diam-diam sedari tadi oleh Jennie. Misinya kali ini adalah, menjauh dari cakupan pandang dari teman lama sampai hatinya bisa menangkis aura menggelikan tersebut. Fokuslah, Jennie. Fokus!
KAMU SEDANG MEMBACA
Colour
FanfictionLee Taeyong X Kim Jennie "Aku kuning Dia biru Kuning dan Biru merupakan warna primer, kan? Warna utama yang bisa menghasilkan banyak warna nanti. Namun, bagaimana jika warna merah suatu saat nanti datang?" - Kim Jennie Apa kau dapat menebak endingny...