ニ十九

62 11 17
                                    

Warning!!!
Typo bertebaran
Kalimat berbelit
Baper tingkat dewa.

Happy Reading guys!!!

Part Twenty Nine

Sebuah keputusan

Apapun itu
Asalkan bukan kehilanganmu
Aku masih mampu

Sejuk, begitulah suasana pagi ini. Tetesan embun di hamparan rumput, matahari yang masih sembunyi menampakkan cahayanya. Axel kini rela bangun sepagi ini untuk melakukan suatu hal yang sudah sangat ia pikirkan.

Axel sudah memantapkan hatinya. Ia akan mencoba berdamai dengan semuanya meskipun sulit. Bagaimanapun, ia akan tetap menerimanya, bukan? Lagipula, ia tak mau jadi penghuni neraka karena durhaka pada orang tua.

Ninja hijau itu membelah jalanan yang cukup ramai, tapi tidak sampai macet. Axel akan pulang, ia sudah yakin.

Sampailah Axel di sebuah rumah yang sudah belasan tahun ia tinggali. Ternyata, selama dua minggu tinggal di rumah Zoy membuat Axel merindukan rumahnya itu.

Axel menghela nafas. Ia turun dari motornya. Tapi tunggu. Aneh sekali, rumahnya sepi. Terlihat kosong. Kemana semua orang? Biasanya, rumahnya akan berisikan orang, walaupun hanya satu, Bi Wiwi.

Ia mencoba bertanya pada tetangga sebelah rumahnya.

"Bu, kok rumah saya kosong ya?" tanya Axel.

"Oh, soalnya mereka lagi di rumah sakit. Kenapa toh? Oh iya, Axel baru keliatan, darimana aja?" tanya tetangga Axel, Nina-seorang janda yang masih berumur tiga puluhan.

"Ke rumah sakit? Ngapain?" tanya Axel lagi. Jantungnya sudah berdebar. Semoga kecemasannya salah.

"Pak Arya kan lagi dirawat. Kamu nggak tahu?" tanya Nina.

Papa dirawat? Sakit apa? Udah berapa lama?

Pikiran Axel kacau. Se-menyebalkan apapun papanya, ia tetap menyayangi papanya itu.

"Di RS mana?" tanya Axel buru-buru.

"RS Kasih Ibu." jawab Nina.

"Oh, makasih Bu."

Axel segera melajukan motor besarnya. Ia tidak tenang. Semoga papanya tidak kenapa-kenapa. Yah.. Semoga.

***

Axel berlari cepat menuju ruangan yang tadi dikatakan oleh resepsionis.

Tepat di depan pintu, tubuh Axel melemas. Dilihatnya dari kaca pintu, papanya memakai beberapa selang. Papa kenapa?

Setelah memakai pakaian yang wajib digunakan saat masuk ruang ICU, perlahan Axel membuka pintu itu.

Sinta dan Azel langsung menoleh saat pintu kamar berderit. Mereka terkejut saat melihat Axel.

Axel berjalan terseok-seok ke arah laki-laki paruh baya yang sedang terpejam itu.

"Papa, kenapa?" tanya Axel lirih. Sinta sudah menangis. Azel masih diam sembari mengelus punggung Sinta.

"Papa kenapa, Kak?" tanya Axel pada Azel.

Hati Azel sedikit menghangat mendengar Axel sudah memanggilnya seperti itu lagi. Tapi sekarang, hal itu tidaklah penting. Karena yang terpenting sekarang.., keadan papanya.

"Papa.. Leukemia, Dek." jawab Azel pelan. "Stadium akhir."

Tubuh Axel mematung. Apa ini? Mimpi kan? Tolong siapapun, katakan, ini mimpi!

After Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang