8. Truth(or)Dare

519 48 25
                                    

Maaf, baru bisa update:>
Happy Reading💜
-------------

"Wah ... nempel mulu lo berdua kek amplop sama perangko," ucap Melvin saat gue masuk kedalam rumah Renren setelah menemani Arzi beli es krim tadi.

"Apaansih," bantah gue.

Arzi duduk diatas lantai dan menepuk nepuk tempat disampingnya agar gue duduk disitu.

Dan anehnya gue menurutinya dan duduk disebelahnya.

Ini gue di pelet apa gimana sih? Kok nurut mulu anjir.

Dia mengacak acak rambut gue hingga berantakan. Dia kira ngerapihin rambut gak butuh perjuangan apa? Enak aja, main acak acak aja.

"Ck."

Gue memukul pundak Arzi kemudian merapikan kembali rambut yang tadi dia acak acak.

Arzi terkekeh pelan. Dia menaruh plastik berisi es krim tadi di atas meja. Dan langsung disambut oleh Melvin dan yang lain.

Hingga ludes.

Wait.

Barusan gue bilang apa?

LUDES?

Satu pun gak ada?!

Habis semua?!

Padahal gue juga pengen satu anjir.

"Nih," ucap Arzi tiba tiba sambil memberikan sebuah es krim cokelat.

"Buat gue?" Tanya gue.

"Ya iyalah masa buat pak Eko, Nih makan, tadi udah dipisahin punya lo sama gue."

Wah, tumben baik lo Zi.

Tanpa ragu gue pun langsung menyambar es krim dari tangan Arzi dan melahapnya.

"Ci, hadap sini bentar deh."

Gue yang sedang memakan es krim pun menurutinya tanpa curiga.

Tiba tiba

Ckrek

Arzi ternyata malah fotoin gue yang lagi belepotan makan es krim, beneran minta di tampol emang manusia satu ini.

Jadi nyesel tadi sempat muji dia.

Gue langsung menyuruhnya untuk menghapus foto tadi.

"Arzi! hapus gak? Lo mah gitu. Males gue ah," ucap gue.

"Gak mau. Wlee," balasnya sambil menjulurkan lidah.

"Gue nya komuk ih."

Gue mencoba menjulurkan tangan agar bisa menggapai handphonenya. Tapi sia sia, badan gue tak memungkinkan. Mungkin bener kata ayah, gue harus rajin lari pagi biar gak bantet bantet amat.

"Gak kok sayang," ucap Arzi.

"Gak jelek kok, cuma ugly aja HAHAHA," sambungnya membuat darah yang ada di tubuh gue ini mendidih 100°.

Ada panci panas gak si? Pengen gue lempar rasanya ke muka si Arzi.

Gue pun memilih duduk diam karena badmood. Dan ini karena Arzi.

Tiba tiba Arzi mendekat dan mengusap pipi gue.

"Canda elah, nyai baperan amat. Makan es krim juga kayak anak kecil aja," ucapnya sambil masih serius mengelap bekas es krim di pipi gue dengan tissu.

Gue pun membisu, mau jawab tapi mulut gue kayak gak bisa digerakin dong. Sumpah gak bohong.

Disaat Arzi berada tepat didepan muka gue, dia langsung mengalihkan mukanya dari gue dan sedikit mundur.

Diary Of OceanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang