20. Kerja Sama Yang Baik, Eh?

258 27 6
                                    

Gak terasa, tiba tiba Ujian Tengah Semester datang secepat ini. Gue sih gak masalah, toh udah ketebak gue gak bakal masuk 10 besar. Atau bahkan 20 besar aja masih tidak memungkinkan.

Hari pertama Ujian berjalan lancar meski gue sedikit kesulitan saat mengerjakan ulangan bahasa Indonesia. Memang, salah satu kelemahan gue adalah pelajaran bahasa Indonesia.

Bagi kalian mungkin mudah, tetapi bagi gue itu sangat sangat susah. Lebih baik gue mengerjakan soal matematika daripada harus berhadapan dengan bahasa Indonesia.

Selama Ujian seminggu ini gue merasakan sesuatu yang berbeda. Benar benar bikin gue merasakan sesuatu yang aneh.

Dalam Ujian, terjadi kerja sama antara kita. Iya kita, satu kelas. Kelas Ipa 1, diam diam melaksanakan kerja sama. Hebat bukan?

Dulu, disekolah lama gue, kerja sama dalam ujian hanya untuk beberapa orang saja. Sisanya, menyendiri sibuk mengerjakan soal yang sudah cukup bikin kepala hampir meledak.

Tapi disekolah ini, gue belajar sesuatu yang belum pernah gue alamin. Yaitu serunya kerja sama saat ujian. Ya, memang itu melanggar aturan sekolah, tetapi kita semua gak ada yang peduli.

HAHA.

Bahkan, Alisya yang duduk di barisan depan sempat sempatnya nengok ke belakang buat nanya ke Melvin yang duduk di barisan agak belakang, sebarisan sama gue.

Dan yang bikin gue gak percaya adalah, gue duduk disamping Rayana. Manusia tersantai di planet yang bernama bumi.

Selama gue kenal Rayana, gak pernah sekalipun lihat dia benar benar belajar. Tapi pada saat ulangan Fisika, semuanya langsung menghadap Rayana meminta jawaban.

Dan gue? Melongo melihat Rayana yang selesai mengerjakan soal sesulit itu dalam waktu 30 menit.

Gak sampai situ, keterkejutan gue berlanjut di hari berikutnya. Dimana Dwi yang gue kenal sebagai manusia cuek yang gak kenal aturan dan jarang banget belajar karena lebih sering tidur di sekolah, sangat cepat mengerjakan soal Kimia.

Seketika gue merasa kalau gue itu tersesat dikumpulan manusia yang memiliki darah keturuan Albert Einstein. Pengin pulang aja rasanya, terus minta pindah sekolah sama bunda.

Ibaratnya, lo lagi liburan dan salah naik bus. Setelah itu lo tersesat di hutan yang sama sekali bukan tempat lo. Sampai sini paham?

Ok, lebay.

Oh ya, gue udah pernah cerita soal Ical di chapter sebelumnya kan? Kalau lupa silahkan ingat ingat lagi. Soalnya gue gak mau ingetin kalian.

Dan gak tahu bagaimana bisa Ical bisa duduk didepan gue persis. Padahal absen dia bisa dibilang awal karena huruf depan namanya adalah 'F'.

Ical hanya panggilan aja sebenarnya.

Selama ujian seminggu ini dia sering nengok ke belakang. Iya, ke arah gue. Dia sempat nanya nanya ke gue apakah ada soal yang sulit dikerjain atau ada yang gue gak tahu caranya.

Bener bener beda sama sebelumnya. Ini cukup aneh bagi gue. Apa dia gak sadar ulahnya sudah cukup buat gue jadi susah napas tiap kali dia membalikan badannya ke belakang?

Ujian terasa sangat sulit ketika hari hari terakhir. Dimana ada pelajaran yang seketika bisa bikin gue jadi makhluk yang paling bodoh di muka bumi ini.

Pelajaran Olahraga.

Di sini pelajaran Olahraga juga  ada ujian tertulisnya juga. Kesel gak sih? Padahal di sekolah sebelumnya Olahraga hanya ada ujian praktiknya aja. Yah, meski gue juga sama aja bodoh sih di praktiknya. Gue lemah banget kalau udah berhadapan sama yang namanya 'bola'.

Diary Of OceanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang