Kantin dalam keadaan sepi saat mereka berlima tiba di sana. Entah mengapa, kantin sekolahnya yang berada di lantai dua sering sepi. Mungkin karena anak kelas sepuluh, yang kelasnya berada di lantai bawah, malas pergi ke kantin atas. Mengingat jumlah anak kelas sepuluh begitu banyak.
Mereka berlima memilih untuk duduk di meja, dekat dengan pagar lantai dua. Sembari melihat-lihat murid-murid SMA Tanjung berkeliaran.
Tito bangkit dari duduknya. Menatap teman-temannya bergantian sembari menanyakan makanan atau minuman apa yang ingin mereka pesan.
"Gue mie pangsit ae. Sama air putih, dua botol," ujar Red pertama kali menjawab.
"Gue ikut Red." Abu menjawab dengan kepala menunduk. Fokus menatap layar ponselnya.
Hening beberapa saat sebelum Tito kembali bertanya. Heran sebenarnya melihat Lutfi dan Andre yang biasanya banyak bicara tiba-tiba diam.
"Es teh aja." Andre menjawab dengan nada lesu.
"Samaan."
Meski sempat merengut karena teman-temannya bersikap aneh hari ini, Tito tetap berangkat. Memesan makanan dan minuman yang mereka pesan.
Sebenarnya Tito malas. Apalagi jika harus mengantri. Untung saja kantin sepi. Meski bukan hanya mereka berlima yang berada di sini. Tapi tetap saja Tito malas, kalau bukan gilirannya memesan, ia tak akan pernah mau repot-repot seperti ini.
Memang, Tito adalah pribadi yang sangat suka praktis. Juga pemalas. Berbeda dengan Abu yang perfeksionis. Atau Red yang sebenarnya pemalas, meski tak sepemalas dirinya. Andre dan Lutfi juga bukan orang yang sangat pemalas. Namun terkadang, pemalas mereka lebih dibandingkan dengan Tito.
Sekitar sepuluh menit kemudian. Tito kembali membawa pesanan mereka diikuti Pak Samsul. Meski menjabat sebagai tukang kebun, Pak Samsul suka membantu penjual kantin jika sedang tak ada kerjaan, seperti ini.
"Makasih, Pak," ucap Tito ketika Pak Samsul hendak kembali. Dan Pak Samsul hanya membalas dengan anggukan.
Tito mendudukkan dirinya, setelah selesai menurunkan makanan dari nampan. Begitu duduk, matanya langsung menyapu Andre dan Lutfi yang memang terlihat lebih aneh dari biasanya.
"Lo berdua kenapa, dah?" tanya Tito. Mendengar pertanyaan itu, sontak membuat empat lainnya menoleh dan menatapnya aneh.
"Itu, Si Andre sama si Lutfi aneh banget," katanya sembari menunjuk dua orang itu dengan lagu. "Kenapa?" lanjutnya.
Yang ditunjuk pun diam. Bingung akan mengatakan hal yang semalam terjadi pada mereka atau malah lebih baik diam saja. Memendam semua sendiri. Namun sayangnya, Andre bukan orang yang seperti itu. Ia sulit untuk memendam apa yang ia rasa lama.
"Jadi gue semalem dapet sms."
Mendengar pernyataan Andre, sontak membuat Lutfi bertanya, "Sms?" Andre mengangguk.
"Jadi lo juga dapet?" Lutfi mengangguk sebagai jawaban.
Percakapan mereka membuat Tito, Red dan Abu penasaran. Sepertinya sms ini berisi pesan yang serius.
"Sms apaan dah?" Pertanyaan dari Red membuat Andre langsung mengeluarkan ponselnya. Pun diikuti oleh Lutfi.
Andre membuka applikasi smsnya. Menunjukkan pada mereka isi sms tersebut.
Tito, Red dan Abu membaca dengan seksama. Namun mereka tak bisa menerka apa maksudnya. Oleh karena itu mereka menatap keduanya dengan raut heran.
Paham teman-temannya yang lain tidak mengerti, Andre menceritakannya semuanya. Mulai dari ia yang mengundurkan diri ingin pergi tidur tapi malah kepincut menonton film, sampai penampakan wanita di pojok kanan kamarnya, hingga sang mamak datang tergopoh-gopoh dan menganggap hal itu merupakan halusinasinya saja.
Padahal Andre melihat dengan jelas sosok pucat dengan senyum mengerikan itu. Tak lupa dengan tali yang menjerat lehernya.
"Gue enggak percaya," putus Tito.
"Gue yakin, ini pesan dari orang iseng lalu lo berhalusinasi karena takut sama sms itu," lanjutnya.
Andre menggeleng kuat. "Lutfi juga ngalamin hal yang sama kok. Iya kan Lut?" Lutfi mengangguk.
Ia juga menceritakan hal yang sama seperti apa yang Andre ceritakan. Juga menunjukkan pesan yang sama pada mereka bertiga. Hingga ia bercerita bagaimana Mamanya datang dan mengatakan hal yang sama seperti yang Mamak Andre lakukan.
"Sumpah, gue nggak percaya." Tito tetap keukeuh dengan pendapatnya.
"Gue juga." Dan kini, Red berpendapat sama dengan Tito.
"Gue bingung." Abu masih berusaha mencerna semuanya.
Andre mendesah frustasi. Ia berani bersumpah, apa yang ia lihat kemarin adalah nyata. Bukan halusinasi. Dan pesan itu juga terlihat benar. Pun demikian dengan Lutfi. Ia mempunyai pikiran dan pendapat yang sama dengan Andre.
"Gue enggak maksa kalian buat percaya." Hingga akhirnya nada frustasi keluar dari mulut Andre.
Sebenernya Abu percaya pada mereka. Namun yang lebih ia perhatikan adalah, mengapa nomor yang memberi mereka berdua pesan menggunakan nomor yg berbeda?
Bersambung...
271218
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Message
Mystery / ThrillerTeror berupa pesan dialami oleh beberapa siswa SMA Tanjung. Teror yang berawal dari ketidaksengajaan salah seorang siswa, tak sengaja melihat sebuah koran lama yang berisi berita tentang bunuh diri seorang siswi SMK Tanjung yang tak jauh dari lokasi...