Bab DuaPuluh Dua

2.9K 325 1
                                    

"Kejadian semalem bener-bener enggak terduga," seru Andre di atas jok motornya.

Lutfi menanggapi. "Haah. Gue kira tu kunti udah mau ketawa ngakak, tau-tau cuma bilang tolong abis itu ngilang. Kek percuma banget gue takut."

Suasana parkiran yang lumayan ramai, ditambah angin pagi nan sejuk membuat mereka betah berlama-lama di sana. Padahal bel masuk tinggal beberapa menit lagi. Dan mereka belum menyimpan tas mereka untuk ikut upacara.

Namun setelah dirasa waktu benar-benar mepet. Mereka memutuskan untuk masuk, menyimpan tas mereka lalu pergi ke lapangan. Di mana Upacara hari Senin segera dilaksanakan.

.

Senin yang membosankan. Selain karena terdapat Upacara, hari Senin biasanya dipakai para guru untuk rapat. Dan benar, hari ini guru-guru SMA Tanjung sedang mengadakan rapat bulanan. Di mana seluruh kelas mengalami jam kosong. Tak terkecuali kelas mereka berlima. XI-IIS-3.

Jam kosong memang terasa sebagai surganya para siswa. Namun kebanyakan jam kosong membuat mereka merasa jenuh dan bosan. Salah satunya ya mereka berlima. Karena tak ada topik apa pun untuk dibahas, mereka jadi lebih banyak memegang ponsel. Dan ponsel sering kali membuat jenuh.

Hingga sebuah percakapan membuat mereka berlima yang sedang duduk bersama menegang.

"Gue semalem dapet pesan aneh tau enggak. Ini nih pesannya, lo baca aja." Salah seorang teman mereka berlima berujar demikian. Sembari menunjukkan isi pesan di ponselnya kepada teman sebangkunya. "Abis itu, gue liat penampakan perempuan serem ... Banget. Sampe-sampe gue teriak-teriak nggak jelas."

Teman sebangkunya terlihat antusias. "Serius lo? Ah, bohong nih, pasti."

"Elah, serius gue. Gue berani sumpah."

"Orang iseng kali."

Dan percakapan itu berhenti ketika dua teman sebangku itu beranjak keluar. Otomatis membuat mereka berlima tak mendengar apa-apa selanjutnya. Yang jelas mereka sama-sama berpikir bahwa pesan yang dimaksud temannya tadi adalah pesan yang sama seperti yang mereka dapat.

Semuanya saling berpandangan. Menatap satu sama lain dalam diam.

"Lo semua pasti berpikir hal yang sama, kan?"

Dengan gerakan pelan, mereka mengangguk. Menjawab pertanyaan Red.

"Gue rasa pesan ini akan meluas dalam beberapa hari. Dan gue takut menimbulkan korban," sahut Andre. Lutfi pun mengangguk. Mempunyai pendapat yang sama seperti Andre.

"Ini masuk tahap yang serius. Di mana kita, selaku korban pertama harus bertindak."

"Bertindak gimana, Bu? Kita belum punya bukti apa pun."

Abu tersenyum penuh arti. "Kita harus punya satu kandidat pelaku, yang paling mencurigakan untuk kita cari tahu lebih lanjut. Intinya, kita harus main aman."

"Kapan kita mulai cari tau?" Tito yang sedari tadi diam, akhirnya menyahut.

"Tidak dalam waktu dekat ini. Kita harus benar-benar mencari tau siapa pelakunya. Karena kalau hal ini sudah memakan korban. Tindak kejahatan sudah naik level lebih kejam." Semuanya terlihat setuju dengan pendapat Abu.

.

Malam datang begitu cepat. Mereka berlima berkumpul di sebuh kafe yang dekat dengan sekolah. Karena ingin mencari suasana yang lebih berbeda, mereka memutuskan untuk berdiskusi sembari menikmati sajian menu dari cafe ini.

"Oke. Sebelumnya, gue minta sama kalian untuk tidak membocorkan apa yang telah kita alami selama ini kepada siapapun. Termasuk orang tua. Paham?" Semuanya berseru paham.

"To, catetan kandidat pelaku kemaren, lo bawa?" Tito tersenyum lebar sebagai jawaban.

Tempat yang mereka duduki berada di pinggir jalan, membuat mereka lebih leluasa memandang daerah sekitar. Ya, meski suasana lebih ramai karena tak jarang ada kendaraan lewat, mereka tetap merasa nyaman. Dan karena posisi itulah, Red bisa melihat sebuah mobil melintas dan memasuki area sekolah mereka.

Mobil kepala sekolah.

Bersambung...

180119

Midnight MessageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang