Bab Empatpuluh Lima

2.4K 272 0
                                    

Abu mendapati Red dan Tito tengah melamun ketika ia sampai di kelas. Cowok itu mengembuskan napasnya pelan. Berat pasti menghadapi semua ini. Mereka kehilangan dua teman sekaligus. Tak mudah menjalani hari-hari ke depan dengan fakta itu.

Abu menaruh tasnya pelan. Menepuk bahu dua orang itu agar kembali sadar dan fokus. Red maupun Tito menatapnya sekilas, kemudian kembali merenung.

"Menyikapi kehilangan bukan kayak gini caranya."

Keduanya menatapnya dengan alis tertaut. "Maksud lo?"

"Kalian pikir mereka senang lihat lo, lo, pada ngelamun kayak gitu? Kalau kalian memang bener-bener mau cari tahu siapa orang yang bunuh mereka, harusnya kalian lakuin. Bukannya malah bengong kayak tadi!"

Mereka berdua terdiam. Masing-masing dari mereka sadar, apa yang Abu katakan benar. Harusnya mereka cari tahu ini semua sesegera mungkin. Bukannya malah diam, ngelamun dan tidak melakukan apa pun seperti mereka tadi.

Mereka harus berbuat sesuatu. Dan mulai hari ini, mereka bertiga akan melanjutkan tugas mencaritahu siapa pelaku misterius ini. Juga siapa hantu wanita yang katanya ingin balas dendam itu.

.

"Jadi gimana?" Tito bertanya setelah mereka memutuskan untuk berkumpul kembali.

"Semalem hantu itu cuma ngasih tau gue SMK Tanjung. Mungkin dia pengen kita ke sana, cari tau di sana."

Red lantas menyampaikan pendapatnya. "Gue enggak yakin. Karena lo tau sendiri, sekolah itu udah tutup dua tahun yang lalu. Kedengeran percuma kalau kita ke sana. Gue yakin udah nggak ada apa-apa di sana. Yah, kecuali sisa bangunan."

"Bener apa kata Red, Bu. Kita harus cari cara lain."

Hening menyapa. Tiga orang itu kini tengah sibuk dengan pikirannya masing-masing. Berusaha mencari cara bagaimana mereka mencaritahu masalah ini. Berbulan-bulan lamanya mencari, tapi tetap saja hasilnya nihil. Mereka belum menemukan bukti yang kuat.

Masalah kepala sekolah, mereka mulai meragu. Mereka tak yakin bahwa pria itu pelakunya. Sikapnya memang mencurigakan. Namun sejauh ini, bukti masih belum mengarah kuat padanya. Jadi mereka tak bisa menjatuhkan vonis begitu saja.

Situasi kantin sekolah yang sepi, membuat mereka leluasa membicarakan hal ini. Sejenak, sebelum suara seorang siswi membuat fokus mereka pecah.

"Lo tau nggak sih? Semalem, semua anak kelas kita di teror sama pesan-pesan nggak jelas. Awalnya gue enggak percaya, tapi lama-lama gue mulai ngerasa ada yang aneh. Kek ada yang ngikutin gue gitu. Kata temen-temen gue juga begitu. Mereka juga dapet hal yang sama. Kelas lo, gimana? Dapet juga enggak?"

Salah satunya menjawab, "Serius? Gue kira cuma gue sama temen-temen gue doang yang dapet hal kayak gitu. Ternyata kalian juga? Nih, kayak gini pesannya. Gimana gue nggak takut coba?"

"Eh, aneh juga sih, ya. Padahal pesan-pesan aneh itu sempet heboh bulan lalu, tapi tiba-tiba hilang, sekarang muncul lagi."

Dan desas-desus lain mulai terdengar begitu dua orang siswi itu melewati bangku yang mereka bertiga tempati. Abu, Red dan Tito saling pandang. Ketiganya kompak menelan salivanya kasar. Tak salah lagi, apa yang mereka sebutkan adalah suatu hal yang pernah mereka rasakan waktu itu.

Satu lagi. Suara teriakan heboh membuat mereka bertiga tersentak. Semua murid perempuan kompak berteriak. Membuat mereka lantas melangkah menuju pagar pengaman kantin lantai dua, lalu melihat ke bawah.

Di bawah sana, terlihat banyak siswa maupun siswi yang berlarian keluar kelas. Mereka kompak menyerukan kalimat-kalimat meminta pertolongan. Tanpa ba-bi-bu lagi, mereka lantas berlari meninggalkan kantin. Sampai-sampai lupa membayar minuman yang mereka beli dengan berteriak akan membayarnya nanti-nanti.

"Ada apa?" Abu bertanya lantang saat ia berpapasan dengan salah seorang teman sekelasnya.

Dengan terbata-bata cowok ini berkata, "A-ada mayat."

"Mayat?!" seru ketiganya.

Bersambung...

050219

Midnight MessageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang