Bab Sembilan Belas

3K 328 2
                                    

Andre maupun Lutfi berlari tak kenal arah hingga sampai di tempat acara. Terlihat, satu per satu perwakilan kelas mulai meninggalkan acara dengan beralih menukar kupon yang telah mereka beli menggunakan uang kas dengan nasi kotak dan beberapa bingkisan.

Red, Abu dan Tito yang masih belum beranjak dari tempat mereka semula, memandang heran Andre dan Lutfi yang sedang menarik-menghembuskan napas mereka yang tersengal dengan peluh membasahi leher dan wajah. Mereka paham bahwa mereka berdua berlari ke sini, namun tak tahu apa yang membuat mereka hingga memutuskan berlari seperti itu.

Sedangkan Andre dan Lutfi memilih untuk tidak memberitahukan apa yang baru saja mereka lihat pada teman-temannya. Mereka hanya takut kejadian di waktu mereka membeberkan pesan dengan penampakan itu kembali terulang. Bukannya apa, mereka merasa seolah tak lagi dipercaya dengan pernyataan tegas Tito waktu itu.

Tidak, mereka tidak membenci Tito. Hanya saja mereka masih takut untuk membeberkannya kembali. Memilih untuk bungkam. Biar mereka saja yang mengalaminya langsung.

"Lo ngapa dah?" Tito yang lebih dulu bertanya.

"Enggak pa-pa," jawab mereka bersamaan.

"Ngapain lari?"

"Takut ditinggal."

"Bego." Ucapan Red sukses membuat mereka semua tertawa. Ya, meskipun Andre dan Lutfi tertawa tidak ikhlas.

Entah mengapa, hawa yang mereka rasakan kembali menghampiri. Sungguh, demi apa pun mereka berdua tak ingin melihat wanita menyeramkan yang gantung diri itu. Tidak, sampai kapanpun tidak akan.

Bahkan hingga tawa mereka semua mereda, hawa dingin menyesakkan itu tetap terasa. Membuat Andre dan Lutfi diam, tak ingin menoleh ke mana pun, terlebih arah belakang.

Sampai ajakan Abu membuat kedunya menghela napas lega. Abu mengajak mereka pulang. Mengingat besok adalah hari minggu, di mana sekolah pastilah libur, Abu mengajak mereka semua untuk kembali menginap bersama.

Bukannya apa. Abu hanya ingin melihat, sejauh mana teror pesan itu melangkah. Sejauh mana teror itu membuat mereka takut. Tentunya, ajakan Abu disetujui oleh mereka semua. Dan pada akhirnya, mereka memutuskan untuk menginap di rumah Andre. Andre pun mengiyakan dengan senang hati.

.

Jam telah menunjukkan pukul 11.20 malam. Lima menit lagi, pesan itu akan masuk. Entah apa isi pesan itu kali ini yang jelas kini mereka telah larut dalam mimpi masing-masing. Bahkan saking lelahnya, Abu lupa akan niatnya malam ini.

Dengan tertidur, bukan berarti pesan itu tak akan masuk. Tepat pukul 11.25 malam, pesan itu masuk ke salah satu ponsel mereka. Ponsel Abu. Hingga selang lima menit, tak ada lagi pesan masuk ke ponsel empat orang lainnya.

Letak ponsel yang berada dekat dengam telinga membuat Abu seketika mendengar suara nada dering dari ponselnya. Abu terjaga. Dan ketika ia merasa sepenuhnya sadar, Abu baru ingat jika ia akan menunggu pesan itu masuk namun malah ketiduran.

Segera Abu membuka notifikasi pesan tersebut. Membacanya seksama sebelum akhirnya beranjak.

08**********
Aku di depan kacamu. Kemarilah jika kamu ingin keempat temanmu selamat.

Abu beranjak bukan berarti menyetujui isi pesan itu. Ia tidak percaya akan ancaman di dalamnya. Ia beranjak murni karenq ia ingin tahu. Ingin tahu apa yang membuat wanita menyeramkan itu sering muncul selepas teror pesan itu masuk.

Bahkan jika bisa, Abu ingin sekali bicara dengan wanita itu. Bukan face to face, ia hanya ingin mendengarkan sebuah alasan di balik penampakan wanita itu.

Sampai akhirnya, Abu sampai di depan kaca balkon kamar Andre. Ingin keluar namun urung ketika ia melihat sesuatu di luar sana.

Bersambung...

120119

Midnight MessageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang