Satu. Dua. Tiga.
Genderuwo itu berhenti.
Untuk sesaat dunia seakan berhenti.
“Eh. Kenapa berhenti?” Bhanu bertanya bodoh pada utusan Iblis yang tak henti-hentinya menggeru dan menggeram. Mulutnya sampai menganga tak percaya. Menyadari bahwa energi menakjubkan kembali bergetar-getar dari dalam tas selempang.
Menoleh ke belakang, sebuah pantulan cahaya bulan menyentuh permukaan tas kulitnya. Sesaat pandangan Bhanu naik mencari-cari asal pantulan. Tak jauh di atap bangunan yang masih bagian dari kelenteng, sebentuk siluet hitam sedang berdiri tegak. Siluet itu tampak berpose unik; satu tangan berkacak di pinggang dan satunya lagi memegang sebuah cermin besar yang memantulkan cahaya bulan ke arahnya. Topi fedora, rompi poncho, yaaa siapa lagi kalau bukan si lelaki misterius yang hendak memerasnya.
“Bravo!” Bhanu bergumam getir. Ingin tertawa lega, tetapi ia masih kesal. Sadar bahwa dirinya kembali berdiri di titik aman berkat pertolongan tak terduga dari lelaki itu.
Tunggu! Ralat! Ralat!
Bhanu kembali tersadar untuk kali kedua.
Kesadaran itu dibisikkan oleh malaikat yang selalu nangkring di pundak kanan Bhanu, memprotes kesimpulan positifnya terhadap lelaki itu. Sang malaikat yakin bahwa lelaki itu bukan hanya sudah tahu apa yang akan terjadi di setiap jalur rahasia, tetapi dia lah mastermind yang merancang dan memotori seluruh aksi pengepungan tersebut. Berlagak jadi pahlawan, padahal dia sengaja menunggu di kordinat yang tepat untuk melakukan aksi penyelamatan palsu. Bhanu mendengus tak habis pikir. Lelaki itu benar-benar melakukan sebuah sandiwara kotor untuk mempermainkan psikologisnya. Segala cara dihalalkan untuk membuatnya setuju menyanggupi imbalan sembilan guci berisi emas milik Tan Bun An.
“Dasar penipu!” desis Bhanu nyaris tak terdengar. Di saat bersamaan, ia juga teringat pada pesanan salam lelaki itu sebelum berlalu membiarkannya dan Kilika menerobos jalur rahasia.
Masih berdiri di ambang pintu jalur rahasia, Bhanu kembali menoleh bengis pada Genderuwo Buto Ijo. Dengan sengaja ia tatap genderuwo menyeramkan itu dengan intens hingga mencicit mundur ke bawah bayangan. Makhluk apapun yang ditatap tajam olehnya, biasanya akan merasakan demam dan dehidrasi tingkat tinggi.
“Hey! Kau dapat salam dari Pangeran Kegelapan!” Bhanu mengangkat telunjuk ke atas atap. Menunjukkan sosok lelaki itu pada genderuwo di hadapannya. “Kau pikir aku bodoh, hah? Tidak tahu kalau semua ini adalah permainan kalian? Dasar para aktivis iblis!”
Genderuwo itu mundur selangkah, menggeru-geru karena tersiksa oleh persekusi yang ia lakukan.
Angin berembus kencang. Tiba-tiba saja tubuh Genderuwo itu membesar kembali, pantulan cahaya bulan tak lagi terarah ke tas selempang di mana pengilon tersimpan. Detik itu pula terdengar suara teriakan dan gedebak-gedebuk. Tubuh lelaki itu tampak terguling-guling dari atap kelenteng dan terhempas ke tanah. Lelaki itu rupanya hilang keseimbangan saat angin berembus kencang menerpa pose parlentenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kemarau di Musi
FantasyREMAKING COMPLETED. Bagi yang sudah memasukkan cerita ini ke library, ada baiknya menghapus cerita ini terlebih dahulu, lalu tambahkan ulang ke library kalian. Karena perbaikan mungkin akan mempengaruhi isi, plot, dan mungkin juga merusak tatanan ba...