Bhanu sama sekali tak menerima kabar dari Dhanu sejak malam kemarin. Ia berusaha menghubungi sang sesepuh melalui telepati, namun panggilannya tak kunjung mendapat jawaban. Sebelumnya ia hendak mengklarifikasi rekaman alam bawah sadar yang menunjukkan bahwa Dhanu telah menyentuhnya, melecehkannya. Tidak, kenyataannya tidak demikian.
Pagi tadi kondisi Bhanu sedang tidak stabil. Tubuhnya sedang remuk redam, perasaannya dipenuhi prasangka, dan benaknya dijejali imajinasi buruk. Alam bawah sadar Bhanu tidak menunjukkan kebenaran, penglihatannya dimanipulasi oleh prasangka dan imajinasi buruk yang ada. Membuatnya menuduh sang sesepuh sanggup menghukumnya dengan cara yang paling bejat. Ia telah keliru, benar-benar keliru."Tetapi dia menciumku," Bhanu berkata pada bayangan yang terpantul di cermin meja rias. Ujung jemarinya bergetar menyentuh bibir. "Dia menciumku, sebelum pergi, saat aku tidak sadar. Kenapa? Kenapa dia menciumku?"
Bhanu sudah berulang kali menggali pengalaman alam bawah sadar begitu kondisinya mulai pulih dan stabil. Berulang kali pula ia melihat seseorang yang sama menggendongnya dari balairung ke kamar istana, membaringkannya di antara guci-guci emas, dan terakhir menciumnya sebelum pergi. Ia melihat sosok berbeda dari Dhanu yang biasa. Ia ingin tahu kenapa. Ia ingin tahu seperti apa dirinya melalui perspektif sang sesepuh.
Kini Dhanu meninggalkannya begitu saja di tengah tanda tanya besar. Entah mengapa ia merasa sangat membutuhkan penjelasan, terlepas ia membutuhkan dukungan moral dan nasehat.
"Kau di mana, Dhanu? Kenapa tidak menjawab telepatiku? Apa kau masih marah padaku?"
Dengan langkah gontai Bhanu meninggalkan kamar istana menuju ruang wardrobe yang menyimpan ratusan ribu koleksi pakaiannya. Ada tas, sepatu, dan beragam aksesoris di rak berbeda pula. Hatinya panas setiap mengingat ucapan si pemeras di telepon tadi. Dengan lancang mempertanyakan bagaimana ia bisa memiliki pakaian yang melekati tubuhnya. Ia memang tidak diupah sepeserpun sebagai utusan. Uang untuk membeli semua barang yang ia punya berasal dari jerih payahnya sendiri.
Untuk mengikuti perkembangan zaman, menjadi utusan saja tidak cukup. Bhanu juga harus mengambil pekerjaan sampingan untuk mendapatkan uang. Ia pernah menjadi guru-baik di sekolah manusia ataupun di sekolah siluman, ia pernah menulis buku, pernah menjadi pemandu wisata di Pulau Kemaro, dan yang paling ekstrim ia pernah menjadi figur publik. Namun ia telah mengakhiri peran fenomenal tersebut dengan memalsukan kematian, berkali-kali. Dari masa ke masa, para penggemarnya selalu masih berkabung saat ia sudah bosan dengan peran barunya sebagai seseorang yang berbeda lagi.
Tak ada yang gratis di dunia manusia. Uang adalah alat vital kehidupan. Sekarang Bhanu sedang bergelut dalam bisnis budidaya kerang mutiara. Tetapi kerang-kerang itu butuh waktu untuk membantunya menyelesaikan masalah yang ada. Mutiara tidak bisa langsung jadi dalam waktu sepuluh hari. Yang ia miliki saat ini hanya sedikit uang untuk membeli sebanyak-banyaknya seratus gram emas. Modal segitu tidak akan cukup untuk memenuhi satu guci penuh dengan emas.
"Putri ..."Bhanu menoleh ke belakang, ke seseorang yang baru saja memanggil namanya, menginterupsi lamunannya. Dari ambang pintu ruang wardrobe, tampak Kilika berjalan ragu-ragu mendekat. Tatapannya kosong. Bhanu tak bergairah untuk menyalahkan siluman itu lagi dan lagi atas harga mahal yang harus ia bayar sekarang. Keputusan Dhanu telah bulat. Saat semuanya berakhir, Kilika akan hengkang dari Sungai Musi. Ia takkan perlu melihatnya lagi sampai waktu yang tidak bisa dipastikan. Hanya seseorang berhati kejam yang berlarut-larut menghukum seseorang yang telah menerima hukuman atas kesalahannya.
"Ada apa Kilika?" Bhanu berusaha menerima kehadiran siluman itu dengan sikap setenang mungkin.
"Bagaimana perkembangan situasinya, Bhanu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kemarau di Musi
FantasyREMAKING COMPLETED. Bagi yang sudah memasukkan cerita ini ke library, ada baiknya menghapus cerita ini terlebih dahulu, lalu tambahkan ulang ke library kalian. Karena perbaikan mungkin akan mempengaruhi isi, plot, dan mungkin juga merusak tatanan ba...