Lyon terduduk dipinggir jendela kamarnya yang besar sambil terus menatap langit yang kosong tanpa bintang, hanya bulan purnama bersinar sendirian. Sama seperti dirinya saat ini, sendirian. Kemudian ia menatap telapak tangan kirinya, ada sebuah tanda lahir berbentuk menyerupai matahari sabit tepat ditengahnya. ‘Aku akan bertemu dengannya… akan kubalas…’ Dengan cepat rasa benci menyelimuti hatinya yang kosong. Saat ia melihat tanda itu, ia selalu teringat akan seseorang yang telah membuat almarhumah ibunya menderita. Seperti yang katakan ayahnya, orang itu adalah penyebab ia dan ibunya menderita karena dibuang.
“Sebentar lagi… Dia akan mati ditanganku…. Ibu… akhirnya aku bisa membalasnya…” kata Lyon pelan saat teringat akan perintah yang diberikan oleh ayahnya.
Sebuah ketukan membuatnya menoleh ke arah pintu. Lama ia menatap pintu kamarnya dan mendengar ketukan yang semakin lama berbunyi keras.
“Masuk….” katanya, lalu Fizare memasuki kamar Lyon dengan langkah yang mantap.
“Ada apa, paman kemari?” tanya Lyon tanpa memandang Fizare, ia hanya menatap ke luar jendela.
“Berterima kasihlah….” kata Fizare santai, sambil menarik kursi. “Seharusnya kau berterima kasih padaku, karena aku telah membuatmu mendapat kepercayaan dari raja…”
Lyon menatap tajam pamannya. Pamannya hanya menampilkan senyuman licik.
“Aku tidak peduli… walaupun ayahanda tidak mempercayaiku dan tidak memberi tugas untuk membunuhnya, aku akan tetap pergi.” ujar Lyon dingin.
“Whoo… sikapmu dingin sekali… tampangmu itu semakin lama mirip seperti ‘dia’ saat kau bersikap seperti ini…” Mendadak Lyon mengeluarkan aura ungu kehitaman, tatapannya berubah menjadi tatapan pembunuh. Bola matanya berubah menjadi mata kucing yang berwarna merah darah dan tangan kanannya berubah menjadi tangan monster—jejemarinya berubah menjadi cakar dan sikunya terdapat tanduk—berwarna perak. Mendadak terdengar bunyi keras, tubuh Fizare membentur dinding hingga membuat dindingnya retak dan tangan ‘monster’ Lyon kini berada di lehernya.
“Kau!! Sekali lagi membicarakan si brengsek itu, aku akan mengoyakmu hingga tidak berbekas sedikitpun!!!” desis Lyon marah.
Fizare menatap Lyon tanpa ekspresi, lalu tertawa terbahak. Fizare mencengkeram tangan ‘monster’ Lyon, lalu membuatnya kembali ke bentuk semula.
“Kau, tidak akan pernah menang melawanku…” kata Fizare menyeringai sambil memuntir tangan kanan Lyon, seketika Lyon meringis kesakitan.
“Kau jangan berlagak. Kau itu belum ada apa-apanya! Lebih baik ingatlah siapa jati dirimu dan dengan siapa kau berbicara!” Fizare memuntir tangan Lyon semakin keras dan membuatnya berteriak. Fizare melepaskan tangan Lyon kemudian berjalan keluar, Lyon hanya berdiri kaku sambil memegang pergelangan tangannya yang patah.
“Ada apa?” tanya Lyon saat ia menyadari ada seseorang dibelakangnya.
“Sudah ditemukan… tuan…” kata orang itu seraya membungkuk. Lyon berbalik, lalu berjalan mendekati orang itu.
“Tangan Anda… Tuan..” Orang itu terkejut saat melihat tangan Lyon lunglai dan berdarah.
“Tidak apa-apa, Rein…” kata Lyon pada sosok berambut sebahu berwarna pirang. Rein merupakan pelayan pribadi sekaligus mata-mata bagi Lyon. Umurnya lebih tua dari Lyon, walau begitu ia sangat setia pada tuan mudanya.
“Tolong kemarikan.. hamba akan menyembuhkannya…” kata Rein, lalu memegang tangan Lyon yang patah. Cahaya hijau menyelimuti tangan Lyon yang terluka sejenak.
“Nah, dimana ‘benda’ itu?” tanya Lyon seraya menarik tangannya yang sudah disembuhkan, lalu menggerak-gerakkan tangannya dan jemarinya yang baru sembuh.
