Gerakan Norn menyadarkan lamunan Ryon. Ryon tersentak dan spontan mengedarkan pandangannya, mencari tahu siapa yang mengejutkannya. Tapi sesaat kemudian ia menyadari Norn yang melakukannya karena merasa diabaikan.
“Oh, maaf Norn.. aku terlalu memikirkan sesuatu..” kata Ryon seraya mengelus leher kuda betina itu. Sesaat kemudian Ryon menyadari sesuatu.
“Hei.. dimana Inko?” Ryon mencari-cari sosok kecil Inko, tapi ia tidak menemukannya. Area sekitar tebing hanya terdapat rerumputan luas. Ryon turun dari kudanya, lalu berjalan mendekati tebing. Ia merasa Inko berada didalam gua, tapi entah yang mana. Gua-gua itu terletak tidak beraturan dan tidak ada yang berada didasar. Jarak pintu gua dengan tanah sekitar 6 materra.Ryon mencoba memulai mencari Inko dalam gua yang lumayan dekat dengan tanah dan terletak di sebelah kirinya. Ryon meraba permukaan tebing yang sangat kasar. ‘Kurasa ini bisa kupanjat..’ pikirnya.
“Hei, Norn! Kau tunggu disini saja! Aku akan mencari Inko di dalam gua!” seru Ryon seraya menoleh ke arah kudanya yang sedang merumput. Merasa diabaikan oleh kudanya, Ryon mulai berkonsentrasi di hadapannya. Ryon meludahi kedua telapak tangannya lalu menggosok-gosoknya dengan pelan.
“Oke…” Ryon memulainya dengan berpegangan batu yang menonjol. Sedikit demi sedikit ia memanjat. Sesekali batu yang menjadi pijakannya hancur dan membuatnya hampir jatuh. Ryon melongo ke bawah, mendadak ia merasa takut dan mual. Ia sempat terhenti beberapa saat. Ia berusaha mengumpulkan keberanian. Setelah keberaniannya cukup terkumpul, ia mulai memanjat lagi tapi baru beberapa panjatan tiba-tiba ia terhenti.
Perasaan tidak enak menguasainya. Seluruh badannya secara refleks bersiaga dan mengejang. Sruuut! Entah darimana sesuatu meluncur ke arah Ryon dengan tiba–tiba. Dengan cepat ryon menghindari anak panah yang menancap di sebelah kanan kepalanya. Ryon menoleh dari asal datangnya anak panah itu. Ia terkejut saat sesosok pria berjubah hitam dengan wajah ditutupi oleh topeng dan berambut sebahu berwarna pirang, melayang tepat dibelakangnya. Pria misterius itu tidak menggunakan busur, melainkan hanya menggunakan tangan. Lalu pria misterius itu mengangkat beberapa anah panah yang melayang di atas tangan kanannya, ia siap melempar lagi ke arah Ryon. Anak-anak panah itu dilempar lagi dengan sangat cepat tapi Ryon bisa menghindari semuanya. Pria itu melayangkan anak panah itu lagi dan lagi, tapi saat menghindari anak panah terakhir, mendadak Ryon kehilangan keseimbangan dan jatuh ke tanah.
Ryon jatuh dengan sangat keras, tapi untungnya tidak ada anggota tubuhnya yang patah. Hanya tangan kirinya yang terkilir dan beberapa luka lecet disiku dan lututnya. Ryon melihat pria itu turun tepat didepannya seraya mengacungkan pedangnya.
“Berdiri!” perintah orang itu dingin. Mau tidak mau Ryon berdiri mengikuti perintah pria misterius.
“Siapa kau?” tanya Ryon seraya menatap tajam pria bertopeng itu, ia tidak merasa takut. Ia tidak akan membiarkan dirinya merasa takut dengan sesuatu yang harus ia hadapi, apapun dan siapapun itu.
“Aku adalah seseorang yang akan membunuhmu! Tidak akan kubiarkan kau mengambil Pedang itu!” kata pria itu membuat Ryon terkejut. ‘Dia tahu tentang Fenragon!’ pikir Ryon terkejut.
“Huh, aku juga tidak akan kubiarkan kau membunuhku! Aku tidak tahu darimana kau mengetahui pedang itu, tapi aku juga tidak akan membiarkanmu mengambilnya!!” seru Ryon seraya menyabetkan Blacker-nya dengan cepat, tapi pria bertopeng itu bisa menghindar dengan mudah. Ryon terkejut, ia mengira dengan kecepatan menyabetkan pedang dengan sangat cepat seperti yang ia lakukan saat melawan Thora akan berhasil mengenainya, tapi ternyata ia salah besar. ‘Cih…ternyata dia lebih cepat daripada dugaanku…’ pikir Ryon galau saat menyadari lawannya kali ini lebih kuat dan cepat daripada Thora.
*
Mereka terdiam dalam beberapa waktu. Tidak ada yang bergerak, mereka sama-sama tahu jika bergerak secara gegabah akan langsung dihajar lawan. Ryon bersiap seraya memegang Blackernya dengan erat. Ia berusaha memikirkan strategi untuk mengalahkan musuhnya. Ia merasa sial karena perjalanannya kali ini tidak berjalan lancar, selalu saja ada halangan. Zore demi zore berlalu, tapi masih saja tidak ada yang bergerak. Saat angin mulai bertiup lagi, mendadak terdengar dentingan keras dari pedang yang beradu. Mereka memulai pertarungan. Dentingan terdengar semakin sengit. Luka pun segera menghias dimasing-masing pihak, tapi Ryon mendapatkan luka lebih banyak dari pada lawannya.